nn, Dita Nofa Diniati (2012) ANALISIS YURIDIS KEABSAHAN ALAT BUKTI ELEKTRONIK DALAM MENGUNGKAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK. Digital Library.
|
File PDF
ABSTRAK.pdf Download (8Kb) | Preview |
|
|
File PDF
BAB I.pdf Download (138Kb) | Preview |
|
|
File PDF
Bab V.pdf Download (11Kb) | Preview |
Abstrak (Berisi Bastraknya saja, Judul dan Nama Tidak Boleh di Masukan)
Abstrak Aspek pembuktian keabsahan alat bukti elektronik dalam kejahatan pencucian uang ini juga cukup menarik untuk dikupas, karena ternyata Undang-Undang Anti Pencucian Uang Indonesia telah membuat beberapa terobosan baru yang agak berbeda dari hukum acara pidana pada umumnya, yakni di antaranya dengan diperkenalkannya alat bukti baru di luar KUHAP. Permasalahan dalam penelitian ini yaitu keabsahan alat bukti elektronik dalam mengungkap tindak pidana pencucian uang ditinjau dari Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan faktor penghambat dalam mengungkap tindak pidana pencucian uang di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan melalui pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Pengumpulan data berdasarkan studi kepustakaan dan studi lapangan, sedangkan pengolahan data dilakukan dengan metode editing, sistematisasi, klasifikasi dan tabulasi. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan bahwa tingkat keabsahan alat bukti elektronik sebagai alat bukti sama dengan tingkat keabsahan alat bukti yang ada di dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP, dengan demikian alat bukti elektronik dipandang sebagai suatu alat bukti di persidangan. UU TPPU mengenal beberapa ketentuan khusus yang menyimpang dari Hukum Acara Pidana pada umumnya. Hukum acara pidana yang diatur di luar KUHAP telah dapat mengakomodir upaya untuk menilai keabsahan alat bukti elektronik dalam tindak pidana pencucian uang, bahkan hukum acara yang diatur dalam UU TPPU telah menempatkan alat bukti elektronik sejajar dengan 5 alat bukti lain yang sebelumnya dikenal dalam KUHAP. Faktor penghambat dalam mengungkap tindak pidana pencucian uang di Indonesia, antara lain faktor hukum, yaitu berkaitan dengan ketentuan hukum mana yang akan dipakai dalam persidangan dan pengadilan mana yang kompeten mengadili tindak pidana pencucian uang Dita Nofa Diniati ini,faktor aparat penegak hukum,yaitu aparat penegak hukum masih memiliki keraguan menggunakan bukti elektronik karena anonimitas bukti tersebut dan ketiadaan pengaturan yang lebih rinci untuk menghadirkan bukti tersebut di persidangan. Sumber daya penegak hukum yang belum siap dapat juga menjadi kendala,serta faktor masyarakat,yaitu masih banyak masyarakat yang belum memahami seluk beluk tindak pidana pencucian uang. Saran dalam penelitian ini yaitu selama peraturan yang ada masih dapat mengatur dan mengisi kekosongan hukum, haruslah dipergunakan secara maksimal oleh polisi, jaksa maupun hakim,hendaknya pemerintah (pembentuk undang-undang) merevisi ketentuan yang masih kabur dalam UU TPPU,serta masyarakat hendaknya bersama-sama berperan aktif membantu upaya pemerintah dan rezim anti pencucian uang Indonesia dengan melaporkan setiap bentuk transaksi keuangan mencurigakan dan modus-modus baru dalam pencucian uang yang menggunakan teknologi informasi.
Jenis Karya Akhir: | Artikel |
---|---|
Subyek: | |
Program Studi: | FKIP > Prodi PPKN |
Pengguna Deposit: | tik 16 . Digilib |
Date Deposited: | 15 Jan 2016 03:04 |
Terakhir diubah: | 15 Jan 2016 03:04 |
URI: | http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/17762 |
Actions (login required)
Lihat Karya Akhir |