PERBANDINGAN PROSES PERADILAN PIDANA PELANGGARAN HAM BERAT DENGAN TINDAK PIDANA UMUM DI INDONESIA

nn, YOHANES FREDERICK K. (2012) PERBANDINGAN PROSES PERADILAN PIDANA PELANGGARAN HAM BERAT DENGAN TINDAK PIDANA UMUM DI INDONESIA. Digital Library.

[img]
Preview
File PDF
ABSTRAK.pdf

Download (101Kb) | Preview
[img]
Preview
File PDF
bab I.pdf

Download (385Kb) | Preview
[img]
Preview
File PDF
bab 5.pdf

Download (8Kb) | Preview

Abstrak (Berisi Bastraknya saja, Judul dan Nama Tidak Boleh di Masukan)

Negara Indonesia adalah negara hukum yang menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Undang-undang dibuat bertujuan untuk menegakan hukum terhadap pelanggaran HAM berat yang ada di Indonesia. Pelanggaran HAM berat yang terjadi di Indonesia adalah kejahatan terhadap kemanusiaan dan genosida. Contoh kasus pelanggaran HAM berat yang pernah terjadi di Indonesia adalah kasus Timur-Timor, kasus Tanjung Priuk, kasus Abepura, kasus Semanggi dan yang terakhir adalah kasus Trisakti. Penegakan hukum pelanggaran HAM berat tidaklah mudah, karena banyaknya kepentingan yang ada di dalamnya dan berbagai kendala yang harus dihadapi oleh para penegak hukum dalam menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat. Selain pelanggaran HAM berat terdapat juga pelanggaran tindak pidana umum yang terjadi di Indonesia, di dalam kasus tindak pidana umum lebih marak terjadi di Indonesia disebabkan banyaknya masyarakat yang melakukan pelanggaran tindak pidana umum, pelaku pelanggaran HAM berat pun dapat dikategorikan sebagai pelaku tindak pidana. Berdasarkan hal di atas maka permasalahan yang diangkat di dalam skripsi ini adalah bagaimanakah prosedur proses peradilan pidana pelanggaran HAM berat dengan tindak pidana umum di Indonesia dan faktor-faktor apakah yang membedakan proses peradilan pidana pelanggaran HAM berat dengan tindak pidana umum di Indonesia. Penelitian pada skripsi ini dilakukan dengan menggunakan dua pendekatan yaitu pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris dengan lebih memfokuskan pada pendekatan yuridis normatif. Pendekatan secara yuridis normatif dilakukan dengan cara mempelajari perundang-undangan, teori-teori dan konsep-konsep yang berhubungan dengan permasalahan. Secara operasional pendekatan ini dilakukan dengan studi kepustakaan atau studi literatur, sedangkan yuridis empiris dilakukan dengan studi lapangan melalui wawancara dengan responden ketua DEWI EVILIA NAPITUPULU Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, dan Akademisi dari Fakultas Hukum Universitas Lampung. Hasil penelitian menunjukan bahwa perbedaan prosedur proses peradilan pidana antara pelanggaran HAM berat dengan Tindak pidana umum di Indonesia dapat dilihat dari mekanisme peradilan antara kedua kasus tersebut. Dapat ditinjau dari proses penangkapan, penahanan, penyelidikan, penyidikan dan penuntutan. Jaksa Agung di dalam kasus pelanggaran HAM berat yang diberikan wewenang untuk melakukan proses penangkapan, penahanan. Penyidikan dan penuntutan. Untuk proses penyelidikan di dalam kasus pelanggaran HAM berat dilakukan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KomnasHAM). Dalam proses penangkapan, penahanan, penyelidikan dan penyidikan di kasus tindak pidana umum yang mempunyai wewenang untuk melakukan proses tersebut adalah pihak kepolisian di negara Republik Indonesia serta pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang-undang. Faktor pembeda proses peradilan pidana pelanggaran HAM berat dengan tindak pidana umum di Indonesia adalah faktor hukum, faktor sarana dan fasilitas dan faktor pelaku, diantara ketiga faktor tersebut faktor pelaku merupakan faktor yang umum atau yang termudah untuk mengidentifikasikan perbedaan antara pelanggaran HAM berat dengan tindak pidana umum di Indonesia. Berdasarkan dari hasil penelitian dan pembahasan, maka pemerintah harus lebih melakukan penyuluhan di dalam lingkungan masyarakat maupun institusi negara dengan harapan agar masyarakat umum serta aparatur keamanan negara dapat lebih sadar akan hukum sehingga tidak menimbulkan hal-hal yang membuat ketidakstabilan kondisi keamanan di Indonesia dan menciptakan suasana yang nyaman bagi seluruh rakyat Indonesia tercinta. Untuk menciptakan suasana yang demikian diharapkan juga masyarakat serta aparatur negara setelah mengetahui perbedaan pelanggaran HAM berat dan tindak pidana umum dapat saling membantu dalam meminimalkan terciptanya pelanggaran tersebut.

Jenis Karya Akhir: Artikel
Subyek:
Program Studi: FKIP > Prodi Magister Manajemen Pendidikan
Pengguna Deposit: tik . 8
Date Deposited: 15 Jan 2016 08:39
Terakhir diubah: 15 Jan 2016 08:39
URI: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/18313

Actions (login required)

Lihat Karya Akhir Lihat Karya Akhir