ANALISIS ISI FILM “PEREMPUAN PUNYA CERITA” DALAM PERSPEKTIF GENDER

NN, SHINTA FERISTIQA (2012) ANALISIS ISI FILM “PEREMPUAN PUNYA CERITA” DALAM PERSPEKTIF GENDER. Digital library.

[img]
Preview
File PDF
Abstrak.pdf

Download (162Kb) | Preview

Abstrak (Berisi Bastraknya saja, Judul dan Nama Tidak Boleh di Masukan)

Abstrak Gender merupakan pemilahan sifat, peran, dan posisi antara laki-laki dan perempuan yang dibentuk dari proses sosial. Pemahaman mengenai pemilahan gender itu berbeda antara satu tempat dengan tempat yang lain, tergantung dari budaya yang dianut oleh masyarakat bersangkutan. Gender yang tidak disertai pemahaman atas pemaknaan sifat, peran, dan posisi masing-masing jenis kelamin akan mengakibatkan ketidakadilan gender. Film adalah salah satu media dalam komunikasi massa yang memiliki fungsi informasi dalam membingkai pemahaman gender melalui format audio-visual. Hal itu dikarenakan film adalah media yang dapat menembus segala lapisan masyarakat dan mampu merepresentasikan latar belakang suatu masyarakat dalam format yang unik. Salah satu film yang mampu membingkai persoalan gender, khususnya ketidakadilan gender, yang terjadi dalam masyarakat Indonesia saat ini, adalah film “Perempuan Punya Cerita”. Penulis menjadikan film ini sebagai objek penelitian, dengan rumusan masalah yang akan diteliti adalah bagaimanakah gambaran ketidakadilan gender yang dialami perempuan dalam film “Perempuan Punya Cerita”. Maka, tujuan penulis melakukan penelitian ini adalah untuk menjelaskan gambaran ketidakadilan gender yang dialami perempuan dalam film “Perempuan Punya Cerita”. Penelitian ini menggunakan analisis semiotika Roland Barthes sebagai pisau analisis dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian ini adalah gambaran ketidakadilan gender dalam film “Perempuan Punya Cerita” yang dikonstruksikan melalui akting dan dialog pemain. Berdasarkan kategorisasi yang telah ditentukan, bentuk marginalisasi yang terjadi dalam film ini adalah perampasan mobil pribadi seorang perempuan (Laskmi dalam “Cerita Jakarta”), oleh seorang laki-laki yang mengaku sebagai orang yang memberikan hutang pada almarhum Reno— suaminya. Bentuk subordinasi yang terdapat dalam film ini yaitu perempuan yang tidak mampu melawan keperkasaan laki-laki (Sumantri dan Wulan dalam “Cerita Pulau”; Safina dan Rahma dalam “Cerita Yogyakarta”; Maesaroh dan Cicih dalam “Cerita Cibinong”; dan Laksmi dalam “Cerita Jakarta”), serta istri yang tidak dapat melawan keputusan suami (Sumantri dalam “Cerita Pulau” dan sepupu Laksmi dalam “Cerita Jakarta”). Bentuk stereotip terlihat pada perempuan yang hanya dianggap sebagai objek seksualitas dan komersialitas semata oleh laki-laki (Wulan dalam “Cerita Pulau”; Safina dan Rahma dalam “Cerita Yogyakarta”; dan Esi, Cicih, dan Maesaroh dalam “Cerita Cibinong”), dan perempuan yang dianggap sebagai sumber masalah bagi laki-laki (Laksmi dalam “Cerita Jakarta”). Bentuk kekerasan terkonstruksi melalui kekerasan fisik pada perempuan, seperti pemukulan (Esi dalam “Cerita Cibinong”), kekerasan seksual, yaitu perkosaan (Wulan dalam “Cerita Pulau”) dan pelecehan seksual (Maesaroh dalam “Cerita Cibinong”), serta kekerasan verbal, yaitu rekonstruksi perkosaan (Rahma dalam “Cerita Yogyakarta”) dan pelecehan (Maesaroh dalam “Cerita Cibinong”). Terakhir, bentuk beban kerja dapat dilihat pada film melalui pekerjaan ganda yang dilakukan perempuan dalam sektor publik dan domestik (Sumantri dalam “Cerita Pulau”; Esi dalam “Cerita Cibinong”; dan Laksmi dalam “Cerita Jakarta”). Hal lain yang juga dihasilkan pada penelitian ini adalah adanya mitos-mitos tentang perempuan yang berkembang dalam masyarakat, yang memiliki korelasi sebab-akibat dari gambaran ketidakadilan gender tersebut. Mitos-mitos itu, antara lain: ketidakberdayaan, seksualitas, patriarki dan perempuan sebagai „kelas dua‟, eksploitasi, sumber masalah, dan emansipasi wanita. Kata kunci: analisis isi, film, gender Abstract Gender is a sorting of character, role, and position between men and women which is formed by social process. The understanding about the sorting of gender is different between one place to another, depends on culture which is embraced by its people. Gender without followed by understanding to the meaning of character, role, and position of each sex will results gender‟s unjustice. Film is one of the media in mass communication that has an information function in framing the understanding of gender through audio-visual format. It is because film is a penetrative media to all levels of public and it can represent nation‟s background in an unique format. A film that capable of framing gender‟s problem, especially gender‟s unjustice, which is happened in the existing Indonesian people, is “Chants of Lotus” the movie. I make this film as a research object, with a problem statement “how the explanation of gender‟s unjustice which is experienced by women in “Chants of Lotus” the movie?”. So, the purpose of this research is to explain gender‟s unjustice which is experienced by women in the movie. This research applies semiotica analysis of Roland Barthes with qualitative approach. The result of this research contains of images of gender‟s unjustice constructed through actor‟s acting and dialogue. Based on categorisations which have been determined, form of marginalization that is happened in this movie is a car hijacked of a woman (Laskmi in “Chant from the Capital City”), by men who confess as the ones that give debt to Reno—her late husband. Forms of subordination in the movie are women who unable of fighting against men‟s strength (Sumantri and Wulan in “Chant from an Island”; Safina and Rahma in “Chant from a Tourist Town”; Maesaroh and Cicih in “Chant from a Village”; and Laksmi in “Chant from the Capital City”), and wives who cannot debate their husband‟s decisions (Sumantri in “Chant from an Island” and Laksmi‟s cousin in “Chant from the Capital City”). Forms of stereotype seen at the movie are women who considered as a sexual and comercial object by men (Wulan in “Chant from an Island”; Safina and Rahma in “Chant from a Tourist Town”; and Esi, Cicih, and Maesaroh in “Chant from a Village”), and woman who considered as a source of difficulty for man (Laksmi in “Chant from the Capital City”). Forms of abuse constructed through physical abuses to women, such as hitting (Esi in “Chant from a Village”), sexual abuses are raping (Wulan in “Chant from an Island”) and sexual insulting (Maesaroh in “Chant from a Village”), and verbal abuses consist of rape reconstructing (Rahma in “Chant from a Tourist Town”) and insulting (Maesaroh in “Chant from a Village”). Last, forms of load duty seen at the movie through multiple duties done by women in public and domestic sector (Sumantri in “Chant from an Island”; Esi in “Chant from a Village”; and Laksmi in “Chant from the Capital City”). The other result of this research is an existence of women‟s myths which are spreaded in public, that have a correlation with the explanation of the gender‟s unjustice captured in the movie. The myths consist of disability, sexuality, patriarki and women as „second class‟, exploitation, source of difficulty, and emancipation of women. Key words: content analysis, film, gender

Jenis Karya Akhir: Artikel
Subyek:
Program Studi: Fakultas ISIP > Prodi Sosiologi
Pengguna Deposit: tik 12 . Digilib
Date Deposited: 25 Jan 2016 08:10
Terakhir diubah: 25 Jan 2016 08:10
URI: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/19766

Actions (login required)

Lihat Karya Akhir Lihat Karya Akhir