USAHA KABINET DJUANDA MEMPERJUANGKAN BATAS WILAYAH LAUT INDONESIA BERDASARKAN PRINSIP ARCHIPELAGO TAHUN 1957-1959

0713033003, Defti Arlen (2016) USAHA KABINET DJUANDA MEMPERJUANGKAN BATAS WILAYAH LAUT INDONESIA BERDASARKAN PRINSIP ARCHIPELAGO TAHUN 1957-1959. digilib library.

[img]
Preview
File PDF
ABSTRAK.pdf

Download (2531Kb) | Preview
[img]
Preview
File PDF
BAB I.pdf

Download (8Mb) | Preview
[img]
Preview
File PDF
BAB III.pdf

Download (5Mb) | Preview
[img]
Preview
File PDF
BAB II.pdf

Download (20Mb) | Preview
[img]
Preview
File PDF
BAB V.pdf

Download (1336Kb) | Preview
[img] File PDF
BAB IV.pdf
Restricted to Hanya pengguna terdaftar

Download (38Mb)

Abstrak (Berisi Bastraknya saja, Judul dan Nama Tidak Boleh di Masukan)

Pada tahun 1957 hukum laut Indonesia masih berdasarkan pada Ordonansi Belanda atau lebih dikenal dengan istilah Territoriale Kringen Zee En Marietim 1939. Secara operasional sesuai dengan isi ketentuan TZMKO 1939 berdasarkan pasal I ayat I maka luas territorial wilayah Indonesia sejauh 3 mil yang diukur dari garis air rendah pantai dengan mengikuti liku-liku pantai. Sehingga ini mengakibatkan adanya laut bebas di celah-celah pulau-pulau Indonesia yang seolah menggambarkan pulau-pulau tersebut terkotak-kotak, bukan sebagai satu kesatuan unit. Pemerintahan Kabinet Djuanda yakni tahun 1957 sampai tahun 1959 banyak menghadapi masalah pemberontakan-pemberontakan daerah. Sementara itu terkait peraturan TZMKO 1939 lebar laut territorial sejauh 3 mil, adanya celah-celah laut bebas antara Pulau Sumatera dan Sulawesi maka ini dimanfaatkan oleh pihak luar terutama Belanda untuk memecah belah persatuan bangsa Indonesia dengan cara mengirimkan kapal-kapal perangnya melintasi dan masuk perairan dalam pulau Indonesia. Sebuah kebanggaan bagi bangsa Indonesia, pada tanggal 13 Desember 1957 Kabinet Djuanda berhasil merumuskan pemyataan mengenai perairan Indonesia. Isi pemyataan ini telah menggunakan prinsip archipelago dan juga terdapat ketentuan mengenai lebar laut wilayah territorial sejauh 12 mil dihitung berdasarkan point to point theory yang telah mendapat pengakuan dari Mahkamah Intemasional. Temyata pemyataan tersebut tidak mendapat sambutan yang positif dari dunia intemasional justru sebaliknya. Maka berdasarkan pada alinea terakhir dari pengumuman pemerintah tersebut akan diperhatikan dalam konferensi intemasional mengenai hak-hak atas lautan yang akan diadakan pada bulan Februari 1958 di Jenewa. Jalur diplomasi pun ditempuh untuk memperoleh pengakuan dan persetujuan dari pihak dunia intemasional. Berdasarkan uraian tersebut, maka rumusan masalahnya adalah bagaimanakah usaha diplomasi oleh Kabinet Djuanda memperjuangkan batas wilayah laut Indonesia berdasarkan prinsip Archipelago tahun 1957-1959? Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui usaha diplomasi oleh Kabinet Djuanda memperjuangkan batas wilayah laut Indonesia berdasarkan prinsip Archipelago tahun 1957-1959. Metode yang digunakan adalah metode historis. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik kepustakaan dan teknik dokumentasi, sedangkan untuk menganalisis data menggunakan analisis data kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian, maka usaha diplomasi oleh Kabinet Djuanda dalam memperjuangkan batas wilayah Indonesia dengan jalan mengirimkan delegasi pada konferensi hukum laut PBB yang diadakan pada 26 F ebruari sampai 2 7 April 1958 di Palais Des Nation. Usaha delegasi RI dilakukan dengan menyampaikan pidato yang menyatakan bahwa cara penarikan batas laut territorial sejauh 3 mil hams ditinggalkan dan disesuaikan pada cara barn yaitu berdasarkan prinsip archipelago atau point to point theory. Selain dari itu usaha untuk memantapkan pendirian Indonesia dan guna memperoleh dukungan dari negara lain delegasi RI juga melakukan upaya solidaritas terhadap negara Asia Afrika dengan jalan menyebarluaskan naskah "the Indonesian delegation to the conference on the law of the sea" yang antara lain berisi terjemahan bahasa Inggris pengumuman pemerintah 13 Desember 1957. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa usaha yang dilakukan oleh delegasi RI dalam rangka memperjuangkan batas wilayah laut sejauh 12 mil belum dapat diterima oleh mahkamah intemasional karena berdasarkan rincian penghitungan tidak ada usul yang mendapat kelebihan suara.

Jenis Karya Akhir: Artikel
Subyek:
Program Studi: FKIP > Prodi Pendidikan Sejarah IPS
Pengguna Deposit: UPT . Dito Nipati
Date Deposited: 18 May 2016 06:52
Terakhir diubah: 18 May 2016 06:52
URI: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/20980

Actions (login required)

Lihat Karya Akhir Lihat Karya Akhir