Virgi Caksono, 1112011370 (2016) IMPLIKASI KEWENANGAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA SETELAH PERUBAHAN UNDANG-UNDANG DASAR 1945. fakultas hukum, universitas lampung.
|
File PDF
ABSTRAK (ABSTRACT).pdf Download (17Kb) | Preview |
|
File PDF
SKRIPSI FULL.pdf Restricted to Hanya pengguna terdaftar Download (2633Kb) |
||
|
File PDF
SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf Download (1922Kb) | Preview |
Abstrak (Berisi Bastraknya saja, Judul dan Nama Tidak Boleh di Masukan)
UUD 1945 setelah perubahan telah merubah sistem ketatanegaraan Indonesia yang sebelumnya pembagian kekuasaan menjadi pemisahan kekuasaan dengan menerapkan prinsip cheks and balances, hal ini sesuai dengan kesepakatan BP-MPR untuk melakukan pemurnian sistem pemerintahan presidensial dalam perubahan UUD 1945. Kedudukan MPR berubah yang sebelumnya sebagai lembaga tertinggi negara menjadi lembaga tinggi negara yang sederajat. Keadaan ini telah mengurangi kewenangan MPR, saat ini MPR mempunyai kewenangan: (i) mengubah dan menetapkan UUD; (ii) melantik presiden dan/atau wakil presiden; (iii) memberhentikan presiden dan/atau wakil presiden di tengah masa jabatan; dan (iv) memilih presiden dan/atau wakil presiden dalam mengisi lowongan jabatan. MPR tidak lagi menetapkan GBHN dan memilih presiden dan wakil presiden, akibatnya tidak satupun kewenangan MPR yang bersifat tetap. Melalui penelitian normatif dengan pendekatan sejarah dan perundangan, penelitian ini bertujuan melihat implikasi yang ditimbulkan pada perubahan kewenangan MPR. Hasil penelitian ini melihat bahwa perubahan kewenangan MPR berimplikasi pada: perubahan struktur ketatanegaraan Indonesia serta kedudukan MPR, komposisi MPR berubah, perubahan pola hubungan MPR antar lembaga tinggi negara sederajat, produk hukum MPR, dan penambahan substansi pada seluruh kewenangan MPR. Constitution 1945 after the change has changed the constitutional system of Indonesia before the division of power into the separation of powers by applying the principles cheks and balances, this is in accordance with the agreement BP-MPR to perform the purification system of presidential government in changing the 1945 Constitution changed the previous MPR as the highest institution state into a high state institution equivalent. This situation has reduced the authority of the Assembly, the Assembly now has the authority to: (i) change and determine the Constitution; (ii) to inaugurate the President and/or Vice President; (iii) dismiss the president and/or vice president in the middle of the term of office; and (iv) elect the president and/or vice president to fill a vacancy. MPR no longer define guidelines and elect the president and vice president, consequently none of the authority of the Assembly is final. Through normative research with historical approach and legislation, this study aims to look at the implications arising on change in authority MPR. The results of this study to see that changes have implications for the authority of MPR: Indonesian constitutional structure changes as well as the position of the MPR, the composition of the MPR unchanged, change the pattern of the relationship between state institutions MPR equal, MPR legal products, and the addition of the substance in the whole authority of the Assembly.
Jenis Karya Akhir: | Skripsi |
---|---|
Subyek: | > KZ Law of Nations |
Program Studi: | Fakultas Hukum > Prodi Ilmu Hukum S1 |
Pengguna Deposit: | 16548102 . Digilib |
Date Deposited: | 11 Jun 2016 06:41 |
Terakhir diubah: | 11 Jun 2016 06:41 |
URI: | http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/22427 |
Actions (login required)
Lihat Karya Akhir |