Dicky Zaharuddin, 1422011100 (2016) UNSUR PEMAKSAAN YANG DIDASARKAN PADA KEWENANGAN PEJABAT PEMERINTAH DAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UANG PENGGANTI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI (Studi Putusan Nomor: 1481 K/Pid.Sus/2014). Masters thesis, Universitas Lampung.
|
File PDF
ABSTRAK (INDONESIA & INGGRIS).pdf Download (84Kb) | Preview |
|
File PDF
TESIS FULL.pdf Restricted to Hanya staf Download (3323Kb) |
||
|
File PDF
TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf Download (3161Kb) | Preview |
Abstrak (Berisi Bastraknya saja, Judul dan Nama Tidak Boleh di Masukan)
ABSTRACT Setiap pelaku tindak pidana korupsi harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di depan hukum. Demikian pula dengan pejabat pemerintah yang melakukan pemaksaan terhadap masyarakat untuk membayar sejumlah uang tertentu dalam memberikan pelayanan publik di luar ketentuan yang telah ditetapkan. Permasalahan penelitian ini adalah: Apakah unsur pemaksaan yang didasarkan pada kewenangan pejabat pemerintah dalam tindak pidana korupsi dalam Putusan Nomor: 1481 K/Pid.Sus/2014? Bagaimanakah kewajiban pembayaran pidana uang pengganti dalam tindak pidana korupsi yang tidak merugikan keuangan negara? Pendekatan penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dan yuridis empiris. Data dikumpulkan dengan studi pustaka dan studi lapangan. Narasumber penelitian terdiri dari Jaksa Kejaksaan Negeri Pekan Baru, Hakim Pengadilan Negeri Pekan Baru dan Akademisi Hukum Pidana Fakultas Hukum Unila. Analisis data dilakukan secara kualitatif untuk memperoleh kesimpulan sesuai permasalahan. Hasil penelitian ini menunjukkan: Unsur pemaksaan yang didasarkan pada kewenangan pejabat pemerintah dalam tindak pidana korupsi adalah terpenuhinya unsur-unsur dalam Pasal 12 huruf e Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, di mana terdakwa selaku pegawai negeri atau penyelenggara Negara telah melakukan perbuatan memaksa orang lain yaitu calon jemaah umroh untuk membayar biaya suntik vaksin rata-rata Rp500.000,00 per calon jamaah padahal ketentuannya sebesar Rp110.000,00 dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum. Pertimbangan hakim dalam menghapuskan pidana uang pengganti terhadap perkara korupsi yang tidak merugikan keuangan negara sesuai dengan teori keseimbangan, dimana terdapat keseimbangan antara syarat-syarat yang ditentukan undang-undang dan kepentingan pihak-pihak yang tersangkut atau berkaitan dengan perkara, yaitu antara lain seperti adanya keseimbangan yang berkaitan dengan masyarakat dan kepentingan terdakwa. Saran dalam penelitian ini adalah: Majelis hakim yang menangani tindak pidana korupsi di masa yang akan datang diharapkan untuk lebih konsisten mengemban amanat pemberantasan tindak pidana korupsi. Pengawasan pelayanan publik yang disertai dengan pemungutan biaya hendaknya dioptimalkan. Kata Kunci: Pemaksaan, Uang Pengganti, Tindak Pidana Korupsi ABSTRACT Each perpetrators of corruption must account for his actions before the law. Similarly, the government officials who do the coercion of people to pay a certain amount of money in providing public services beyond the established provisions. The research problem is: Is an element of coercion that is based on the authority of government officials in corruption in its Decision No. 1481 K / Pid.Sus / 2014? How is the obligation to pay criminal restitution in corruption cases which do not harm the state finances? The approach used in this study is normative and empirical jurisdiction. Data were collected through library research and field study. Resource study consisted of Attorney State Attorney Pekan Baru, Pekan Baru District Court Judges and Academics Criminal Law Faculty of Law Unila. The data were analyzed qualitatively for the conclusion according the problem. The results showed: The element of coercion that is based on the authority of government officials in corruption is the fulfillment of the elements in Article 12 paragraph e Law on Corruption Eradication, in which the defendant as civil servants or State administrators have done forcing others ie prospective Umrah pilgrims to pay the cost of injectable vaccine Rp500.000,00 average per pilgrims whereas provisions amounted Rp110.000,00 with the intent of enriching himself or another person unlawfully. Consideration judge in eliminating the criminal restitution to the corruption cases that do not harm the state finances in accordance with the theory of equilibrium, where there is a balance between the requirements prescribed laws and interests of the parties implicated or associated with the case, among others, as their balance relating to the community and the interests of the accused. Suggestions in this study are: the judges who deal with corruption in the future are expected to be more consistent undertaking the eradication of corruption. Supervision of public service which is accompanied by a bill should be optimized. Keywords: Coercion, Money Substitutes, Corruption
Jenis Karya Akhir: | Tesis (Masters) |
---|---|
Subyek: | 300 Ilmu sosial > 340 Ilmu hukum |
Program Studi: | Fakultas Hukum > Magister Hukum S2 |
Pengguna Deposit: | 0087574 . Digilib |
Date Deposited: | 19 May 2022 07:22 |
Terakhir diubah: | 19 May 2022 07:22 |
URI: | http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/23349 |
Actions (login required)
Lihat Karya Akhir |