ORGANOGENESIS MELINJO (Gnetum gnemon L.) IN VITRO DARI EKSPLAN DAUN SEBAGAI RESPON TERHADAP BENZILADENIN (BA) DAN ASAM NAFTALEN ASETAT (NAA), ATAU BA DAN KINETIN

BUDI SULISTIYAWAN, 1424011001 (2016) ORGANOGENESIS MELINJO (Gnetum gnemon L.) IN VITRO DARI EKSPLAN DAUN SEBAGAI RESPON TERHADAP BENZILADENIN (BA) DAN ASAM NAFTALEN ASETAT (NAA), ATAU BA DAN KINETIN. Masters thesis, UNIVERSITAS LAMPUNG.

[img]
Preview
File PDF
ABSTRAK (ABSTRACT).pdf

Download (39Kb) | Preview
[img] File PDF
TESIS FULL.pdf
Restricted to Hanya pengguna terdaftar

Download (1203Kb)
[img]
Preview
File PDF
TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf

Download (1204Kb) | Preview

Abstrak (Berisi Bastraknya saja, Judul dan Nama Tidak Boleh di Masukan)

Perbanyakan melinjo secara in vitro diharapkan dapat mengatasi berbagai permasalahan dalam pembiakan tanaman secara konvensional, yaitu perkecambahan benih yang memerlukan waktu lama dengan keberhasilan rendah dan daya regenerasi akar melalui cangkok dan setek batang yang rendah. Penelitian ini terdiri atas 2 percobaan. Percobaan I bertujuan untuk mempelajari pengaruh konsentrasi benziladenin (BA) dengan atau tanpa asam naftalen asetat (NAA) terhadap organogenesis melinjo in vitro; dan percobaan II bertujuan mempelajari pengaruh konsentrasi benziladenin (BA) dengan atau tanpa kinetin terhadap organogenesis melinjo in vitro. Kedua percobaan tersebut menggunakan eksplan potongan daun muda melinjo berukuran 1 cm x 1 cm dengan tulang daun di tengahnya. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari bulan Agustus 2015 sampai dengan Juni 2016. Kedua percobaan dilakukan menggunakan rancangan teracak lengkap dengan tiga ulangan. Setiap unit percobaan terdiri dari empat botol kultur yang masing-masing berisi satu eksplan. Pada percobaan I, perlakuan disusun secara faktorial (5x2), dengan faktor pertama lima taraf konsentrasi benziladenin (BA) yaitu 0, 0,5, 1, 1,5 dan 2 mg/l, dan faktor kedua dua taraf konsentrasi NAA yaitu 0 dan 0,05 mg/l. Perlakuan pada percobaan II juga disusun secara faktorial (3x2), dengan faktor pertama adalah tiga taraf konsentrasi BA yaitu 2, 4, dan 6 mg/l dan faktor kedua adalah dua taraf konsentrasi kinetin, yaitu tanpa kinetin dan dengan 1 mg/l kinetin. Media dasar yang digunakan pada kedua percobaan adalah Murashige dan Skoog (MS) dengan 30 g/l sukrosa, yang diperkaya dengan 100 mg/l mio-inositol, 0,1 mg/l tiamin-HCl, 0,5 piridoksin-HCl, 0,5 mg/l asam nikotinat dan 2 mg/l glisin. Tingkat keasaman larutan media (pH) diatur menjadi 5,8 sebelum ditambah dengan 8 g/l bubuk agar-agar sebagai pemadat media, lalu disterilkan dengan Budi Sulistiyawan autoklaf pada suhu 1210C dan tekanan 1,2 kg/cm2 selama 7 menit. Semua kultur diinkubasi di rak kultur dalam ruang dengan pencahayaan dari lampu fluoresens berintensitas 1000-2000 lux secara terus menerus dengan kisaran suhu 26 ±2 0C. Pada percobaan I, subkultur ke media baru dengan perlakuan sama setiap 6 minggu, sedangkan pada percobaan II subkultur dilakukan setiap 4 minggu. Variabel yang diamati pada kedua percobaan adalah persentase eksplan yang membentuk kalus/mata tunas, jumlah propagul, jumlah mata tunas, jumlah tunas adventif, dan panjang tunas adventif. Pengamatan untuk percobaan I dilakukan pada minggu ke 20 dan untuk percobaan II pada minggu ke 12. Hasil percobaan I menunjukkan bahwa penambahan BA ke dalam media MS esensial untuk terjadinya respon organogenesis. Tanpa BA, baik tanpa NAA maupun dengan penambahan 0,05 mg/l NAA, eksplan tidak menunjukkan respon organogenesis maupun pembentukan kalus. Pembentukan propagul dalam bentuk mata tunas dan/atau tunas adventif dalam percoban ini terjadi baik secara tidak langsung didahului terbentuknya kalus, maupun secara langsung muncul dari prrmukaan eksplan. Pembentukan propagul didapatkan pada media dengan konsentrasi BA mulai 1 mg/l, 1,5 mg/l dan 2 mg/l. Peningkatan konsentrasi BA dari 0,5 mg/l menjadi 2 mg/l meningkatkan jumlah propagul dari 2,0 menjadi 5,2 buah. Penambahan 0,05 mg/l NAA ke dalam media MS yang mengandung 1,5 mg/l BA dan 2 mg/l BA menghasilkan jumlah propagul yang lebih banyak dibandingkan dengan pada media BA tanpa NAA. Pada perlakuan BA saja tanpa NAA, peningkatan konsentrasi BA dari 1 mg/l menjadi 2 mg/l, menyebabkan peningkatan persentase eksplan yang membentuk propagul secara langsung, sedangkan jika media ditambah dengan 0,05 mg/l NAA, peningkatan konsentrasi BA menyebabkan peningkatkan persentase eksplan yang membentuk kalus sebelum terbentuk propagul. Hasil percobaan II menunjukkan bahwa pemberian 2 mg/l BA ke dalam media MS tanpa penambahan kinetin menghasilkan 7,8 propagul per eksplan. Peningkatan konsentrasi BA dari 2 mg/l menjadi 4 mg/l menyebabkan peningkatkan jumlah propagul dari 7,8 menjadi 10,6 propagul per eksplan, namun peningkatan konsentrasi BA menjadi 6 mg/l menghasilkan jumlah propagul per eksplan sebanyak 8,2. Pemberian 1 mg/l kinetin bersamaan dengan BA dalam media MS menyebabkan peningkatan persentase eksplan yang membentuk kalus lebih tinggi. Di samping itu, jika dikombinasikan dengan 1 mg/l kinetin, peningkatan konsentrasi BA dari 2, menjadi 4 dan 6 mg/l menghasilkan jumlah propagule per eksplan yang cenderung menurun. Kata Kunci : melinjo, in vitro, propagul, tunas adventif, organogenesis, kalus, BA, NAA, kinetin. ABSTRACT In vitro propagation of Gnetum gnemon L. can be used to overcome obstacles in conventional propagation such as very slow and low rate of seed germination, and difficulty-to-root in layering and cuttings. This research consisted of two concecutive experiments, that aimed to study (I) effects of benzyladenine (BA) without or with naphthaleneacetic acid (NAA) on in vitro organogenesis; and (II) effects of BA without or with kinetin on in vitro organogenesis of Gnetum gnemon L. Both experiments used leaf segments of 1 cm x 1 cm with main veins in the middle of the segments. This research was conducted in Plant Science Laboratory, College of Agriculture, The University of Lampung from August 2015 to June 2016. Both experiments were done in a completely randomized design with three replicates. Each experimental unit consisted of 4 culture vessels each of which contained one explant. In experiment 1, treatments were arranged in factorial (5x2), the first was five levels of BA concentrations (0, 0,5, 1, 1,5 dan 2 mg/l) and the second was two levels of NAA concentrations (0 dan 0,05 mg/l). In experiment 2, treatments were arranged in factorial (3x2), the first was 3 levels of BA (2, 4 and 6 mg/l) and the second was two levels of kinetin (0 dan 1 mg/l). The basal media used for both experiments, was Murashige and Skoog (MS) macro and micro salts enriched with 30 g/l sucrose, 100 mg/l myo-inositol, 0,1 mg/l thiamine-HCl, 0,5 pyridoksin HCl, 0,5 mg/l nicotinic acid dan 2 mg/l glisin. The pH of media solution was adjusted to 5,8 prior to being added with 8 g/l agar powder as solidifying agent, then autoclaved at 1210C and 1.2 kg/cm2 for 7 minutes. All cultures were incubated on shelves in a room at 26 ±2 0C under continuous light from cool white fluorescent lamps at 1000-2000 lux. Subcultures onto fresh media with the same treatments were done in 6 weeks or 4 weeks intervals for experiment I and II, respectively. Percentage of responding explants Budi Sulistiyawan (explants forming callus/shoot or shoot buds), number of propagules per explant, number of shoot buds per explant, number of shoots per explant and length of shoots were recorded after 20 weeks in experiment I and after 12 weeks of cultures in experiment II. Results of experiment I showed that addition of BA in the media was essential for organogenic responses on Gnetum gnemon leaf explants. MS basal medium without BA, regardless of addition of NAA did not form callus, buds nor shoots. The formation of propagules in the form of adventitious buds or shoots occured both directly from the surface of explants, or indirectly by the formation callus before organogenesis. Adventitious buds or shoot formation was found in media with addition of BA starting from 1 mg/l, 1,5 mg/l and 2 mg/l. Increasing concentration of BA from 0,5 mg/l to 2 mg/l resulted in the increase of number of propagules per explant from 2,0 to 5,2. Furthermore, addition of 0,05 mg/l NAA into BA containing media (i.e., 1,5 mg/l or 2 mg/l BA) resulted in more number of propagules than those in media without NAA. In media with BA alone, increasing concentration of BA from 1 to 2 mg/l resulted in the increase of percentage of eksplant forming propagules directly from explant surface. However, if BA-containing media was added with NAA, increasing BA concentration ended up with the increase of explant forming callus before organogenesis occured. Results of experiment II showed that addition of 2 mg/l BA in MS medium without kinetin produced 7,8 propagules per explant, and increasing BA concentraion from 2 mg/l to 4 mg/l resulted in the increase of number of propagules per explant from 7,8 to 10,6. However, addition of 6 mg/l BA in the medium did not produced further increase of propagules per explant. Addition of 1 mg/l kinetin into BA-containing media resulted in higher percentage of explant forming callus, and if kinetin was added in combination with BA, increasing BA concentrations from 2 to 4 and 6 mg/l produced less number of propagules per eksplant. Key Words : Gnetum gnemon L., in vitro, organogenesis, propagules, adventitious shoots, callus, BA, NAA, kinetin.

Jenis Karya Akhir: Tesis (Masters)
Subyek: > Pertanian ( Umum )
> Budidaya tanaman
Program Studi: Fakultas Pertanian dan Pascasarjana > Prodi Magister Agronomi
Pengguna Deposit: 1086182 . Digilib
Date Deposited: 11 Oct 2016 03:47
Terakhir diubah: 11 Oct 2016 03:47
URI: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/23980

Actions (login required)

Lihat Karya Akhir Lihat Karya Akhir