IMPLEMENTASI KEBIJAKAN HUTAN KEMASYARAKATAN DI KABUPATEN WAY KANAN (Studi Pada Kelompok Tani Hutan Kemasyarakatan Register 24 Bukit Punggur)

YUL SURASTYAWAN , 0916021081 (2016) IMPLEMENTASI KEBIJAKAN HUTAN KEMASYARAKATAN DI KABUPATEN WAY KANAN (Studi Pada Kelompok Tani Hutan Kemasyarakatan Register 24 Bukit Punggur). FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK , UNIVERSITAS LAMPUNG.

[img]
Preview
FIle PDF
ABSTRACT (ABSTRAK).pdf

Download (25Kb) | Preview
[img] FIle PDF
SKRIPSI FULL.pdf
Restricted to Hanya pengguna terdaftar

Download (901Kb)
[img]
Preview
FIle PDF
SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf

Download (902Kb) | Preview

Abstrak

Kebijakan Hutan Kemasyarakatan merupakan suatu kebijakan dari pemerintah guna menekan laju kerusakan hutan di Indonesia yang tiap tahun semakin bertambah. Kebijakan ini mulai dicanangkan pada tahun 1998 dalam Peraturan Menteri Kehutanan (Permenhut) Nomor 667 Tahun 1998 Tentang Hutan Kemasyarakatan. Kegiatan pemanfaatan lahan di dalam hutan oleh masyarakat di kawasan hutan lindung dan hutan Negara dinilai menjadi salah satu faktor penyebab berkurangnya jumlah luas hutan di Indonesia. Salah satu wilayah di Indonesia yang menerapkan kebijakan Hutan Kemasyarakatan adalah Kabupaten Way Kanan di Provinsi Lampung, di wilayah Hutan Register 24 Bukit Punggur. Kebijakan ini mulai diterapkan pada tahun 2009 dan sampai tahun 2016 sudah memiliki 10 Gapoktan dengan luas Izin Usaha Pemanfaatan-HKm sebesar 11.763 Ha. Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui bagaimana implementasi kebijakan Hutan Kemasyarakan di Kabupaten Way Kanan, dengan fokus wilayah di Hutan register 24 Bukit Punggur dan fokus penelitian pada tiga aspek yaitu perizinan, kelembagaan, dan tata batas menggunakan teori model implementasi kebijakan Van Metter dan Van Horn. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi kebijakan Hutan kemasyarakatan di kabupaten Way Kanan sudah berjalan dengan efektif. Kesimpulan ini didasari pada enam indikator model implementasi Van Meter dan Van Horn, dimana lima dari enam indicator menunjukkan hasil positif. Pada indikator sumber dan tujuan kebijakan, pemerintah daerah sudah memiliki standar yang jelas dan terukur untuk menjadi dasar dalam implementasi kebijakan Hutan Kemasyarakatan. Hal ini dapat terlihat dari berjalannya implementasi kebijakan sesuai dengan aturan yang berlaku. Pada indikator sumber daya, penulis dapat menyimpulkan walaupun pada awalnya kekurangan sumber daya materi, namun UPT Bunhut mampu melaksanakan kegiatan di lapangan dengan bantuan dana swadaya masyarakat dengan kesepakatan bersama. Hal yang menjadi kendala adalah kurangnya sumber daya manusia baik dari segi kualitas dan kuantitas. Kemudian indikator hubungan antar organisasi sudah berjalan efektif. Hal ini data disimpulkan dari pengamatan penulis mengenai hubungan antar pihak-pihak yang terlibat secara langsung dalam implementasi kebijakan. Pada indikator karakteristik agen pelaksana, dapat dilihat bahwa karakteristik implementor sudah sesuai dengan yang dibutuhkan di lapangan, yaitu persuasif dan informative sehingga penyampaian pesan dalam mengajak untuk tergabung dalam HKm dapat diterima oleh masyarakat. Selanjutnya indikator disposisi implementor, sudah memiliki respon positif dan cukup memahami tupoksi dari masing-masing anggota implementor HKm. Terakhir, indikator kondisi sosial, lingkungan dan politik menunjukkan hasil kurang kondusif, karena ada hambatan-hambatan baik dari luar maupun dari dalam. Selanjutnya analisis mengenai perizinan, penulis menemukan bahwa proses yang dilakukan dari tahap awal sampai akhir perizinan sudah dilaksanakan sesuai koridor yang ada, ditandai dengan terbitnya perizinan 10 Gapoktan dalam kurun waktu 6 tahun dan menjadi percontohan bagi kabupaten lain dalam pengajuan proposan perizinan HKm. Pada aspek kelembagaan, terdapat hubungan antar organisasi yang terbangun efektif, yaitu antara pemerintah daerah, KPH Bukit Punggur dan masyarakat. Aspek terakhir yaitu tata batas menunjukkan bahwa tata batas masih menjadi suatu kendala karena sulitnya pembagian lahan garapan sesuai porsi masing-masing anggota HKm dan juga kendala geografis dalam penempatan tata batas. Kelemahan pada pada proses penetapan tata batas ini tidak berpengaruh secara signifikan dalam proses implementasi kebijakan. Kata Kunci : Implementasi, Kebijakan, Hutan Kemasyarakatan ABSTRACT Policy of Hutan Kemasyarakatan (HKm) is a policy that made by state to reduce the destruction of forest in Indonesia which is raise every year. The policy started in 1998 in Rule of Ministry of Foresty No. 67 about HKm. Farming activity in land of the state considered mostly reduce the number of land of the state in Indonesia. One of Indonesian region that apply the policy of HKm is Way Kanan Regency in Lampung Province. Located at Registry Forest 24 Bukit Punggur, the policy started in 2009 until 2016 and still working, with amount of 10 Farm Community and 11.763 Ha of farm. The aim of this research was to find out the policy implementation HKm in Way Kanan Regency with three focus research, permit, institutional, and rule of border. The method used in this research was a qualitative research with Van Meter Van Horn implementation model. The results showed that the implementation of HKm In Way Kanan Regency goes effectively. It can be implied on Implementation analysis in this research was based on six indicators that show positive result. The first indicator shows that purpose and basic of policy was made well and can be implemented by the implementor. The second indicators, generally have a fairly good quality even they lack of material source, they can make it goes well because they get help from society.. The third indicator, shows that community between UPT Bunhut, KPH, and community run effectively. It can be implied from the relationship among every implementor that run well. The fourth indicator shows that characteristic of implementor agent is good with communicative and informative.. the implementor can aapproach the community to join with HKm. They have a good characteristic which needed to build a good communication between every stakeholder. The fifth indicators built effectively due to the positive respond. The sixth indicators, social, and political considered did not conducive, resulting policy implementation did not run very well at first because some people did not like the way UPT Bunhut approach to community. But I the end, the conclusion of impelementation of HKm can run properly. Keyword : Implementation, Policy, HKm

Jenis Karya Akhir: Skripsi
Subyek:
Program Studi: Fakultas ISIP > Prodi Ilmu Pemerintahan
Pengguna Deposit: 7544232 . Digilib
Date Deposited: 05 May 2017 09:00
Terakhir diubah: 05 May 2017 09:00
URI: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/26619

Actions (login required)

Lihat Karya Akhir Lihat Karya Akhir