M. ALGIFARY, 141201212 (2018) TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN REMISI TERHADAP NARAPIDANA TINDAK PIDANA KORUPSI MENURUT UNDANG-UNDANG TENTANG PEMASYARAKATAN (Studi Pada Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Rajabasa). FAKULTAS HUKUM, UNIVERSITAS LAMPUNG.
File PDF
ABSTRAK.pdf Download (178Kb) |
|
File PDF
SKRIPSI FULL.pdf Restricted to Hanya pengguna terdaftar Download (3108Kb) |
|
File PDF
SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf Download (2914Kb) |
Abstrak (Berisi Bastraknya saja, Judul dan Nama Tidak Boleh di Masukan)
Pemberian remisi terhadap pelaku tindak pidana korupsi sudah diatur di dalam PP No. 99 Tahun 2012 tentang perubahan kedua atas peraturan pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang syarat dan tata cara pelaksanaan hak warga binaan pemasyarakatan. Remisi atau pengurangan masa pidana yang merupakan hak bagi seorang narapidana atau warga binaan pemasyarakatan ada di Undang Undang No. 12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan dan dalam Keppres 174 Tahun 1999 tentang Remisi. Berdasarkan latarbelakang tersebut yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimana Pelaksanaan Pemberian Remisi Bagi Pelaku Tindak Pidana Korupsi Menurut Undang-Undang No. 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dan Apa Saja Faktor Penghambat dalam Pelaksanaa Pemberian Remisi Bagi Pelaku Tindak Pidana Korupsi. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Jenis data terdiri dari data primer dan sekunder. Narasumber terdiri dari petugas registrasi Lapas Rajabasa, Jaksa Kejaksaan Negeri Bandar Lampung, Pegawai Kanwil Hukum dan Ham wilayah Lampung, dan Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Analisis data menggunakan analisis kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa Pelaksanaan Pemberian Remisi Bagi Pelaku Tindak Pidana Korupsi Menurut Undang-Undang No. 12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan harus memenuhi syarat-syarat yang ada di Pasal 34 karena dalam kenyataan syarat-syarat perubahan peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tetap terdapat koordinasi dan kerjasama antara penegak hukum yang dilakukan dalam rapat atau sidang pusat TPP Ditjen pemasyarakatan. Apabila warga binaan narapidana korupsi mengikuti program pembinaan dengan baik telah memenuhi syarat subtantif dan administratif sesuai peraturan yang berlaku dapat di berikan remisi. Faktor penghambat dalam pemberan remsisi bagi narapidana korupsi adalah Faktor dalam perundang-undang adalah apabila terdakwa tidak bisa membayar denda, uang pengganti sudah otomatis terdakwa tidak bisa mendapatkan remisi, dari faktor penegak hukumnya yang menghendaki agar pelaku tindak pidana korupsi di hulum seberat-beratnya, dan faktor sarana dan fasilitas yang tidak mendukung mengawatirkan bisa terjadi keributan dengan narapidana lainnya yang ada di lembaga pemasyarakatan. faktor masyarakat ialah yang ingin agar tindak pelaku kejahatan korupsi di hukum seberat- beratnya, dan faktor kebudayaan ialah kurangnya budaya narapidana dalam menjaga perilaku narapidana yang ada di lapas yang sering terjadi keributan atau kericuhan terhadap narapidana lain. Adapun saran yang diberikan penulis semua narapidana yang ada di lembaga pemasyarakatan mempunyai hak yang sama hanya saja pemberian remisi dalam hal ini pemerintah harus selektif kemudian pemberian remisi bagi narapidana seperti korupsi pelaksanaanya dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 harus di rubah atau di revisi kembali dengan peraturan yang ada agar tidak terjadi kesenjangan atau polemik di dalam pelaksannannya. Kata kunci: Tinjauan Yuridis, Remisi, Pelaku, Tindak Pidana Korupsi
Jenis Karya Akhir: | Skripsi |
---|---|
Subyek: | |
Program Studi: | Fakultas Hukum > Prodi Ilmu Hukum S1 |
Pengguna Deposit: | 188738433 . Digilib |
Date Deposited: | 23 Oct 2018 03:13 |
Terakhir diubah: | 23 Oct 2018 03:13 |
URI: | http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/37284 |
Actions (login required)
Lihat Karya Akhir |