ANALISIS KRIMINOLOGIS KEJAHATAN PENGANCAMAN TERHADAP NASABAH PINJAMAN ONLINE

M DEVIN APRILIAN WN, 1852011021 (2022) ANALISIS KRIMINOLOGIS KEJAHATAN PENGANCAMAN TERHADAP NASABAH PINJAMAN ONLINE. FAKULTAS HUKUM, UNIVERSITAS LAMPUNG.

[img]
Preview
File PDF
ABSTRAK.pdf

Download (1579Kb) | Preview
[img] File PDF
SKRIPSI FULL.pdf
Restricted to Hanya staf

Download (1784Kb)
[img]
Preview
File PDF
SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf

Download (1786Kb) | Preview

Abstrak (Berisi Bastraknya saja, Judul dan Nama Tidak Boleh di Masukan)

ABSTRAK ANALISIS KRIMINOLOGIS KEJAHATAN PENGANCAMAN TERHADAP NASABAH PINJAMAN ONLINE (Studi Pada Wilayah Kepolisian Daerah Lampung) Oleh: M DEVIN APRILIAN WN Tindak pidana intimidasi atau pengancaman adalah suatu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum yang disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut. Kata intimidasi terkandung makna secara memaksa, menggertak atau mengancam, hal ini dijelaskan pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) pada buku II Pasal 368 Ayat (1) dan 369 Ayat (1) KUHP. Namun bagi pelaku tindak pidana intimidasi di bidang Financial technology (fintech) masih belum maksimal. Permasalahan dalam penelitian ini adalah Apakah faktor penyebab pelaku melakukan pengancaman terhadap nasabah, Apakah bentuk-bentuk cara penagihan pelaku pinjaman online (daring) ilegal dan Bagaimana cara upaya menanggulangi bagi pihak Kepolisian dalam cara-cara penagihan pinjaman online (daring) ilegal. Metode penelitian menggunakan pendekatan yuridis empiris, data yang digunakan adalah data sekunder dan data primer. Studi yang dilakukan dengan studi kepustakaan dan studi lapangan. Adapun narasumber pada penelitian ini terdiri dar i Penyidik Kriminal Khusus Polda Lampung dan Dosen Bagian Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Analisis data yang digunakan adalah kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Faktor penyebab pelaku melakukan pengancaman terhadap nasabah adalah lemahnya regulasi baik dari sistem pengawasan hingga penegakan hukum terhadap perusahaan yang curang. Di sisi lain, praktik itu juga dikarenakan kondisi ekonomi yang sulit akibat pandemi Covid-19 dan juga perilaku masyarakat digital yang konsumtif. Oleh karena itu pinjol cukup mudah memberikan layanan pinjaman uang, dibandingkan sektor keuangan formal lainnya seperti bank, yang biasanya memiliki banyak persyaratan serta harus melakukan berbagai verifikasi dokumen, sehingga dalam penagihan juga akan dilakukan secara semena-mena. (2) Bentuk-bentuk cara penagihan pelaku pinjaman online (daring) ilegal berupa tindakan penagihan pinjol memakai ancaman kekerasan atau tindakan serupa lain dapat dikualifikasikan sebagai tindak pidana sebagaimana diatur dalam KUH Pidana. Kemudian, apabila tindakan “pengancaman” dilakukan melalui sarana elektronik, maka pelaku dapat ditindak menggunakan ketentuan pertanggungjawaban pidana yang diatur dalam UU ITE. (3) Cara upaya menanggulangi bagi pihak Kepolisian dalam cara-cara penagihan pinjaman online (daring) ilegal yaitu adanya sinergi kerja sama antara Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), OJK dan kepolisian dalam mengawasi layanan pinjaman online, peningkatan literasi digital masyarakat, perlunya regulasi terkait perlindungan bagi konsumen layanan pinjaman online ilegal dan perlunya evaluasi mekanisme perizinan atau pendaftaran perusahaan layanan pinjaman online di OJK. Berdasarkan simpulan di atas, maka dapat diberikan saran perlu adanya koordinasi antara Otoritas Jasa Keuangan dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika dalam melakukan sosialisasi mengenai pinjaman online agar masyarakat dapat memahami perbedaan dari penyelenggara pinjaman online legal dan ilegal dari segi legalitas, suku bunga, metode penawaran dan sebagainya. Perlu adanya koordinasi antara Otoritas Jasa Keuangan dan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia dalam menetapkan bentuk perjanjian atau dokumen pinjaman online agar isi klausula tidak merugikan pengguna layanan. Otoritas Jasa Keuangan perlu melakukan penyusunan Undang-Undang Financial technology sebagai dasar hukum dalam melakukan penindakan terhadap pinjaman online illegal yang merugikan masyarakat. DPR RI dan Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-Undangan Kementerian Hukum dan HAM perlu melakukan percepatan penetapan RUU Perlindungan Data Pribadi menjadi undang-undang. Dimana perlunya aturan lebih lanjut tentang entitas fintech illegal serta pengaturan tentang pentingnya keberadaan lembaga pengawas independent sebagai lembaga yang melakukan penindakan terhadap pelanggaran hak atas data pribadi pengguna layanan pinjaman online. Kata Kunci: Analisis, Kriminologis, Kejahatan Pengancaman, Nasabah, Pinjaman Online. ABSTRACT CRIMINOLOGICAL ANALYSIS OF THREAT CRIMES AGAINST ONLINE (Study in the Lampung Regional Police Area) By: M DEVIN APRILIAN WN The crime of intimidation or threats is an act that is prohibited by a rule of law accompanied by threats or sanctions in the form of certain crimes, for anyone who violates the prohibition. The word intimidation contains the meaning of coercing, bullying or threatening, this is explained in the Criminal Code (KUHP) in book II Article 368 Paragraph (1) and 369 Paragraph (1) of the Criminal Code. However, for perpetrators of criminal acts of intimidation in the field of financial technology (fintech) it is still not optimal. The problems in this study are What are the factors that cause perpetrators to threaten customers?, What are the forms of how to collect online illegal and What are the efforts to deal with the police in ways to collect loans illegal online?. The research method uses an empirical juridical approach, the data used are secondary data and primary data. The study was carried out by means of a literature study and a field study. The resource persons in this study consisted of the Special Criminal Investigator of the Lampung Police and Lecturer of the Criminal Section of the Faculty of Law, University of Lampung. The data analysis used is qualitative. The results of the study show that (1) The factors that cause perpetrators to threaten customers are weak regulations, both from the supervisory system to law enforcement against fraudulent companies. On the other hand, this practice is also due to the difficult economic conditions due to the Covid-19 pandemic and also the consumptive behavior of the digital community. Because of this, it is quite easy for borrowers to provide money loan services, compared to other formal financial sectors such as banks, which usually have many requirements and must carry out various document verifications, so that collections will also be carried out arbitrarily. (2) The forms of how to collect online illegal collection actions using threats of violence or other similar actions can be qualified as criminal acts as regulated in the Criminal Code. Then, if the act of "threatening" is carried out through electronic means, the perpetrator can be prosecuted using the provisions for criminal liability as regulated in the Transaction and Electronic Information Law. (3) Ways to deal with the police in ways to collect online , namely the synergy of cooperation between the Ministry of Communication and Information (Kominfo), OJK and the police in supervising online loan services, increasing public digital literacy, the need for regulation related to protection for consumers of online and the need to evaluate the licensing mechanism or registration of online at the Financial Service Authority . Based on the conclusions above, it can be suggested that there is a need for coordination between the Financial Services Authority and the Ministry of Communication and Information in conducting socialization about online so that people can understand the difference between online legal and illegal. There is a need for coordination between the Financial Services Authority and the Indonesian Consumers Foundation in determining the form of an agreement or online so that the contents of the clause do not harm service users.Act Financial technology as a legal basis for taking action against illegal online that are detrimental to the community. The Home of Representative RI and the Directorate General of Legislation at the Ministry of Law and Human Rights need to accelerate the stipulation of the Personal Data Protection Bill into law. Where is the need for further regulations regarding fintech supervisory independent agency as an institution that takes action against violations of the rights to personal data of online. Keywords: Analysis, Criminology, Threatening Crime, Customers, Online

Jenis Karya Akhir: Skripsi
Subyek: 300 Ilmu sosial > 340 Ilmu hukum > 345 Hukum pidana
Program Studi: Fakultas Hukum > Prodi Ilmu Hukum S1
Pengguna Deposit: 2208086293 . Digilib
Date Deposited: 29 Aug 2022 01:24
Terakhir diubah: 29 Aug 2022 01:24
URI: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/65809

Actions (login required)

Lihat Karya Akhir Lihat Karya Akhir