PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERBURUAN BERUANG MADU DI KABUPATEN PESISIR BARAT (Studi pada Resor Lampung Barat)

ASWITA, 1512011323 (2021) PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERBURUAN BERUANG MADU DI KABUPATEN PESISIR BARAT (Studi pada Resor Lampung Barat). FAKULTAS HUKUM, UNIVERSITAS LAMPUNG.

[img]
Preview
File PDF
ABSTRAK - aswita fh15.pdf

Download (1184Kb) | Preview
[img] File PDF
SKRIPSI FULL - aswita fh15.pdf
Restricted to Hanya staf

Download (1621Kb)
[img]
Preview
File PDF
SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN - aswita fh15.pdf

Download (1622Kb) | Preview

Abstrak (Berisi Bastraknya saja, Judul dan Nama Tidak Boleh di Masukan)

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang kaya akan sumber daya alam terutama sumber daya alam hayatinya, baik berupa jenis tumbuh-tumbuhan maupun satwa-satwa yang ada di dalamnya. Kekayaan alam tersebut merupakan aset yang tak ternilai harganya, oleh karena itu perlu adanya suatu pengaturan perlindungan hukum berbagai jenis tumbuhan dan satwa tersebut terutama satwa yang dilindungi di Indonesia. Pengaturan perlindungan hukum terhadap tindak pidana perburuan satwa yang dilindungi di Indonesia dirumuskan melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Permasalahan dalam penelitian ini adalah: (1) penegakan hukum terhadap tindak pidana perburuan beruang madu di Kabupaten Pesisir Barat (2) faktor-faktor yang menghambat penegakan hukum terhadap tindak pidana perburuan beruang madu di Kabupaten Pesisir Barat. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan pendekatan empiris. Narasumber terdiri dari Kasatreskrim Polres Lampung Barat, pengadilan negeri liwa lampung barat dan dosen bagian hukum pidana fakultas hukum unila. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan, selanjutnya data dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan: penegakan hukum oleh Polres lampung barat terhadap tindak pidana perburuan hewan sesuai dengan tahap aplikasi dalam penegakan hukum pidana. Tahap aplikasi ini dilaksanakan oleh penyidik Polres Lampung Barat dengan penyidikan yang dituangkan ke dalam berita acara secara tertulis untuk selanjutnya dibuat dalam satu bendel kertas yang bersampul berkas perkara lengkap dengan daftar isi, daftar saksi, daftar tersangka dan daftar barang bukti. Setelah berkas perkara tersebut diterima dan dinyatakan lengkap oleh kejaksaan, maka akan diproses secara hukum oleh kepolisian telah selesai dan selanjutnya diproses secara hukum oleh pihak kejaksaan dan pengadilan. Faktor- faktor penghambat penegakan hukum terhadap tindak pidana perburuan hewan adalah subtansi hukum yang rendahnya ancaman terhadap pelaku tindak pidana perburuan hewan sebagaimana diatur dalam Pasal 21 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. iii Aswita Faktor aparat penegak hukum kurangnya personil penyidik Polres Lampung Barat yang khusus melakukan penyidikan tindak pidana perburuan hewan, faktor sarana dan prasarana, yaitu tidak adanya klinik khusus hewan di Kabupaten Lampung Barat, yang berguna untuk memastikan bahwa telah terjadi perburuan hewan. Faktor masyarakat yaitu minimnya partisipasi masyarakat dalam penegakan hukum terhadap pelaku perburuan hewan. Masyarakat dalam hal ini menganggap bahwa bukan sebagai tindak pidana. Faktor budaya, yaitu masyarakat masih memilih kompromi dalam menyelesaikan perkara pidana. Saran dalam penelitian ini adalah: Aparat penegak hukum disarankan untuk menjatuhkan pidana yang berat dan berdenda yang sangat besar terhadap pelaku tindak pidana perburuan hewan, hal ini penting dilakukan dalam rangka memberikan efek jera dan sebagai upaya untuk meminimalisasi tindak pidana yang serupa di masa-masa yang akan datang. Pengawasan terhadap kegiatan masyarakat yang berpotensi pada terjadinya tindak pidana perburuan hewan hendaknya dioptimalkan dalam rangka menjaga kelestarian hewan dari kepunahan apabila terus menerus dijadikan sebagai sasaran berburu oleh masyarakat. Kata Kunci: Penegakan Hukum, Tindak Pidana, Perburuan Beruang Madu The Indonesian nation is a nation that is rich in natural resources, especially biological natural resources, both in the form of plants and animals in it. This natural wealth is an invaluable asset, therefore it is necessary to have a legal protection arrangement for various types of plants and animals, especially protected animals in Indonesia. The regulation of legal protection against the crime of poaching protected animals in Indonesia is formulated through Law Number 5 of 1990 concerning Conservation of Biological Natural Resources and Their Ecosystems. The problems in this study are: (1) law enforcement against the crime of hunting sun bears in Pesisir Barat Regency (2) the factors that hinder law enforcement against the crime of hunting sun bears in Pesisir Barat Regency. This study uses a normative juridical approach and an empirical approach. The resource persons consisted of the Head of Criminal Investigation Unit of the West Lampung Police, the West Lampung Liwa District Court and a lecturer in the Criminal Law Department at the Unila Law Faculty. Data was collected by means of a literature study and field study, then the data was analyzed qualitatively. The results of the research and discussion show: law enforcement by the West Lampung Police against the crime of animal hunting in accordance with the application stage in criminal law enforcement. This application stage is carried out by West Lampung Police investigators with the investigation poured into a written report to be further made in a bundle of paper with a cover for the case file complete with a table of contents, list of witnesses, list of suspects and list of evidence. After the case file is received and declared complete by the prosecutor, it will be processed legally by the police and has been completed and then processed legally by the prosecutor and the court. The inhibiting factors in law enforcement against the crime of animal hunting is the legal substance that has a low threat to the perpetrators of the crime of hunting animals as regulated in Article 21 Paragraph (2) of Law Number 5 of 1990 concerning Conservation of Biological Natural Resources and Their Ecosystems. The factor of law enforcement officials is the lack of investigators from the West Lampung Police who specifically conduct investigations into criminal acts of animal hunting, the facilities and infrastructure factors, namely the absence of a special animal clinic in West Lampung Regency, which is useful for ensuring that animal v hunting has occurred. The community factor is the lack of community participation in law enforcement against animal poachers. Society in this case considers that not as a crime. Cultural factors, namely the community still chooses to compromise in resolving criminal cases. Suggestions in this study are: Law enforcement officers are advised to impose heavy penalties and very large fines on perpetrators of the crime of animal hunting, this is important to do in order to provide a deterrent effect and as an effort to minimize similar crimes in the future. will come. Supervision of community activities that have the potential for criminal acts of animal hunting should be optimized in order to preserve animals from extinction if they are continuously used as hunting targets by the community. Keywords: Law Enforcement, Crime, Sun Bear Hunting

Jenis Karya Akhir: Skripsi
Subyek: 300 Ilmu sosial > 340 Ilmu hukum > 345 Hukum pidana
Program Studi: Fakultas Hukum > Prodi Ilmu Hukum S1
Pengguna Deposit: AM.d Firlia Hidayah
Date Deposited: 09 Jan 2023 00:51
Terakhir diubah: 09 Jan 2023 00:51
URI: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/68124

Actions (login required)

Lihat Karya Akhir Lihat Karya Akhir