BETI EKA , WAHYUNI (2023) ANALISIS PENERAPAN PRINSIP RESTORATIVE JUSTICE SEBAGAI ALTERNATIVE PENYELESAIAN PERKARA AKSI EKSIBIONISME. Masters thesis, UNIVERSITAS LAMPUNG.
|
File PDF
ABSTRAK.pdf Download (141Kb) | Preview |
|
File PDF
TESIS FULL.pdf Restricted to Hanya staf Download (1741Kb) | Minta salinan |
||
|
File PDF
TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf Download (1590Kb) | Preview |
Abstrak (Berisi Bastraknya saja, Judul dan Nama Tidak Boleh di Masukan)
Kasus baru yang sering terjadi yaitu kasus eksibionisme. Eksibisionisme, yaitu kondisi yang ditandai oleh dorongan, fantasi, dan tindakan untuk memperlihatkan alat kelamin kepada orang asing tanpa persetujuan orang tersebut. Contoh kasus yaitu siskae yang terjadi di Bandara Internasional Yogyakarta dan kasus WYS di stasiun Sudirman. penulis akan menganalisa terkait penerapan Pasal 36 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi Jo Pasal 281 KUHP tentang Tindak Pidana Asusila terhadap aksi eksibionisme yang dilakukan oleh pelaku dan restorative justice sudah memenuhi rasa keadilan dari korban aksi eksibionisme. Metode penelitian yang digunakan penulis yaitu metode pendekatan secara yuridis normatif dan metode pendekatan secara yuridis empiris. Tipe penelitian yang digunakan ini adalah tipe deskriptif analis. Hasil penelitian yang didapatkan oleh penulis yaitu, Aksi eksibionisme termasuk dalam ketegori delik aduan yang dimana korban secara langsung mengadu ke aparat penegekan hukum dikarenakan ia melihat suatu tindakan yang dilarang didalam perundang-undangan. Jika diteliti dalam suatu perundang-undangan yaitu aksi eksibionisme terkait dengan Pasal 36 Undang- Undang Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual Dan Pasal 281 KUHP, dalam suatu peraturan itu sendiri belum adanya ketegasan terkait aksi eksibionisme namun jika dilihat dari beberapa unsur yang dilakukan oleh pelaku maka dapat ditarik dengan ancaman hukuman sesuai dengan ketiga undang-undang yang diterapkan tersebut. Menurut perbandingan hakim yaitu hakim dapat menjatuhkan suatu putusan bagi pelaku aksi eksibionisme apabila ia telah terbukti tidak memiliki penyakit seksual seperti contoh kasus di Kebumen dan Bali sesuai dengan hasil Visum et Repertum No. 441.6//36/V/2012, yaitu pelaku memang benar mengidap penyakit eksibionisme sejak remaja. Kedua pelaku mendapatkan putusan bebas dari ancaman hukuman maka pelaku harus menebus kesalahannya dengan cara mempertanggungjawabkan perbuatannya dengan punishment social, pelaku harus memiliki perjanjian dengan aparat penegakan hukum terkait kerja sosial, dimana ia berkerja namun tidak diberi upah dikarenakan harus menebus kesalahannya jika diterapkan Restorative Justice. Terkait kerugian yang korban ialah kerugian secara moril yang dimana korban memiliki rasa trauma dan suatu keadilan yang dapat diterapkan yaitu permohonan maaf dari pelaku atas aksi eksibionisme yang diperbuatnya juga keadilan yang di dapatkan oleh korban yaitu dengan cara pihak keluarga harus ikut serta bertanggungjawab dalam aksi eksibionisme yang dilakukan pelaku dimana dalam hal ini harus ada surat perjanjian apabila pelaku mengulangi kembali maka pihak keluarga yang harus bertanggung jawab, korban juga harus mendapatkan keadilan dari aparat penegak hukum dengan cara dilindungi dari ancaman pihak keluarga maupun pelaku. Dikarenakan keadilan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah keadilan yang bersifat subjektif dan relatif maka dari itu semua orang memiliki hak untuk berpendapat dikarenakan semua memiliki cara pandang dan cara berfikir masingmasing. Kata Kunci: Eksibionisme, Pasal 36 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 Dan Pasal 281 KUHP, Restorative Justice Exhibitionism is a recent case that has been occurring. Exhibitionism is a condition characterized by urges, fantasies, and acts of exposing genitals to strangers without that person’s consent. Examples of cases are the siskae that occurred at Yogyakarta International Airport and the WYS case at Sudirman Station. This research will analyze the Implementation of Article 36 of Law Number 44 of 2008 concerning Pornography Jo. with Article 281 of the Criminal Code on Immoral Crimes Against Exhibitionism Actions by Perpetrators. The research also further identifies if Restorative Justice has fulfilled the sense of justice of exhibitionism’s victims. The research method used in this research is a normative and empirical juridical approach. The type of research used is descriptive analysis. The research found that exhibitionism is included in the category of offense. This category means that the victims directly complain to law enforcement officials because they experience an action prohibited in the legislation. If examined from the legislation perspective, exhibitionism is correlated to Article 36 of Law Number 44 of 2008 on Pornography, Law Number 12 of 2022 concerning Crimes of Sexual Violence, and Article 281 of the Criminal Code. In these regulations, there is no explicit mention of exhibitionism. However, if viewed from the elements applied by the perpetrator, they will be charged with punishment under the three laws mentioned prior. According to the judge’s comparison, the judge can pass a decision on exhibitionism if they are proven not to have a sexual disease. One of the exhibitionism cases is in Kebumen and Bali. Based on Visum et Repertum result No. 441.6//36/V/2012, the perpetrators suffered from exhibitionism since they were teenagers. The two perpetrators received acquittals as punishment. Therefore, the perpetrators must make amends through accountability for their actions with social punishment. The perpetrators must have an agreement with law enforcement officials regarding social work. In this social work, they are not paid wages because the social work is a form of Restorative Justice execution. Justice for the victim is the responsibility of the perpetrators’ families. There must be a written agreement between the perpetrators, their families, and the victims. The agreement states that if the perpetrator repeats exhibitionism, the family must also be responsible. Enforcement law must protect the victim from the perpetrators and their families’ threats. The justice referred to in this research is subjective and relative justice. Thus, everyone has the right to have an opinion because everyone has their perspective and way of thinking. Keywords: Exhibitionism, Article 36 of Law Number 44 of 2008 and Article 281 of the Criminal Code, Restorative Justice.
Jenis Karya Akhir: | Tesis (Masters) |
---|---|
Subyek: | 300 Ilmu sosial > 340 Ilmu hukum |
Program Studi: | Fakultas Hukum > Magister Hukum S2 |
Pengguna Deposit: | 2301105842 . Digilib |
Date Deposited: | 24 Jan 2023 01:19 |
Terakhir diubah: | 24 Jan 2023 01:19 |
URI: | http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/68413 |
Actions (login required)
Lihat Karya Akhir |