ARUM , TEZA KINANTI (2023) ANALISIS PEMBERIAN REMISI KEPADA NARAPIDANA NARKOBA DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG PEMASYARAKATAN. FAKULTAS HUKUM, UNIVERSITAS LAMPUNG.
|
File PDF
ABSTRAK.pdf Download (1114Kb) | Preview |
|
File PDF
SKRIPSI FULL.pdf Restricted to Hanya staf Download (1516Kb) | Minta salinan |
||
|
File PDF
SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf Download (1519Kb) | Preview |
Abstrak (Berisi Bastraknya saja, Judul dan Nama Tidak Boleh di Masukan)
Remisi atau pengurangan masa pidana merupakan hak bagi setiap narapidana. Narapidana berhak mendapatkan remisi apabila telah memenuhi syarat. Terdapat syarat khusus bagi narapidana narkotika, yaitu bersedia menjadi saksi pelaku bagi tindak pidana yang dilakukannya jika dia bukan pelaku utama. Hal ini menimbulkan permasalahan karena melanggar hak narapidana. Kemudian syarat khusus tersebut dihapuskan dan pemberian remisi juga diatur dalam Undang- Undang No.22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan yaitu narapidana yang telah memenuhi persyaratan tertentu tanpa terkecuali juga berhak atas remisi, yang dimaksud “tanpa terkecuali” artinya berlaku sama bagi narapidana untuk mendapatkan haknya dan tidak mendasarkan pada tindak pidana yang telah dilakukan, kecuali dicabut berdasarkan putusan pengadilan. Berdasarkan latar belakang tersebut yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pelaksanaan pemberian remisi bagi narapidana narkoba dan apakah pemberian remisi terhadap narapidana narkoba telah sesuai dengan sistem pemasyarakatan. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Jenis data terdiri dari data Primer dan data sekunder.Narasumber terdiri dari Kepala Seksi Bimbingan Narapidana dan Anak Didik dan Seksi Registrasi Pemasyarakatan Kelas IIA Bandar Lampung, Pegawai Kementrian Hukum dan HAM Kanwil Lampung, serta Dosen Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Analisis data dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan pemberian remisi yang semula memiliki syarat khusus bagi narapidana narkotika yaitu menjadi justice collaborator untuk tindak pidana yang dilakukannya dianggap mendiskriminasi dan dianggap tidak memenuhi rasa keadilan bagi narapidana narkoba. Kemudian disahkan lah Undang-Undang No.22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan yang dalam muatan Pasal 10 terdapat syarat Arum Teza Kinanti pemberian remisi dengan ketentuan baru yaitu Narapidana yang telah memenuhi persyaratan tertentu tanpa terkecuali juga berhak atas remisi yang persyaratannya yaitu berkelakuan baik, aktif mengikuti program Pembinaan; dan telah menunjukkan penurunan tingkat risiko. Sistem pemasyarakatan saat ini bukan hanya untuk menimbulkan efek jera, tetapi juga usaha rehabilitasi dan reintegrasi sosial yang sejalan dengan model restorative justice (model hukum yang memperbaiki) agar saat kembali ke kehidupan bermasyarakat narapidana bisa kembali lagi dengan masyarakat dan tidak mengulangi kejahatannya. Serta berguna bagi masyarakat sebagai wujud efektifnya pembinaan narapidana di lembaga pemasyarakatan. Oleh karena itu, pelaksanaan pemberian remisi apabila bersifat membeda-bedakan tidak sejalan dengan sistem pemasyarakatan yang dianut Indonesia saat ini. Saran yang diberikan penulis adalah dalam usaha pemberantasan tindak pidana narkotika ini, harus ada sinergitas di segala struktur penegakan hukum. Mulai dari aparat penegak hukumnya yaitu kepolisian dan kejaksaan yang melakukan pencegahan kasus narkotika serta penegakan hukum yang serius terhadap kasus narkotika, membedakan pemberian hak narapidana untuk tindak pidana tertentu dirasa kurang tepat dalam pemasyarakatan saat ini. Seharusnya pada tahapan akhir yaitu pembinaan, diharapkan lembaga pemasyarakatan mengoptimalkan pembinaan bagi narapidana nya. Hal ini bisa di kaitkan dengan syarat pemberian remisi, karena narapidana dapat termotivasi berbuat baik dan tidak berpikir untuk mengulangi tindak kejahatannya karena ada nya syarat pemberian remisi tersebut. Kata Kunci : Remisi, Tindak Pidana Narkotika, Pemasyarakatan Remission or reduction of a sentence is the right of every convict. Prisoners are entitled to get remission if they meet the requirements. There are special requirements for narcotics convicts, for example being willing to be a witness for perpetrators of the crimes they have committed when they are not the main perpetrators. This creates problems because it violates the rights of convicts. After that, this special condition is abolished and then granting remissions is regulated in Law No. 22 Year 2022 Concerning Corrections explaining that convicts who have met certain requirements without exception are also entitled to remission. By "without exception" means that the same applies to convicts to obtain their rights and not based on a criminal act that has been committed unless it is revoked based on a court decision. Based on this background, the problem in this research is how is the implementation of remission for drug convicts and whether remission for drug convicts is in accordance with the correctional system. This research uses normative and empirical juridical approaches. The types of data are primary and secondary data. The sources or interviewee of this research consist of the Head of the Prison and Student Guidance Section and the Class IIA Correctional Registration Section in Bandar Lampung, employees of the Ministry of Law and Human Rights of Lampung Regional Office, and Lecturers in the Criminal Law Faculty in the University of Lampung. Data analysis in this study is qualitative analysis. Based on the results of the research and discussion, it can be concluded that the implementation of granting remissions which originally had special conditions for narcotics convicts, which is by becoming a justice collaborator for the crimes they committed, were considered discriminatory and deemed not fulfilling a sense of justice for drug convicts. After that, Law No. 22 of 2022 concerning Corrections is legalized with 10 Articles explaining conditions for granting remissions with new provisions stating that the prisoners who have met certain requirements without exception are also entitled to remissions whose requirements are good behavior, actively participating in the Development program; and has shown a reduced level of risk. The current penitentiary system is not only for creating a deterrent effect but also for social rehabilitation and reintegration which is in line with the restorative justice model. Thus, when they return to social life, convicts can return to society and not repeat their crimes as well as being useful for the community as a form of effective coaching of convicts in correctional institutions. Therefore the implementation of granting remissions if it is discriminatory is not in line with the correctional system currently adopted by Indonesia. The advice given by the author is that as an effort to eradicate narcotics crime, there must be synergy in all law enforcement structures. Starting from law enforcement officials such as police and prosecutors who prevent narcotics cases, and law enforcement needs to get serious about narcotics cases, differentiating the granting of convicts' rights for certain crimes is deemed inappropriate in today's correctional facilities. Certain criminal acts are considered inappropriate to provide a deterrent effect in today's correctional institutions. The final stage which is coaching is hoped that correctional institutions will optimize coaching for their inmates. This can be related to the conditions for granting remissions, because convicts can be motivated to do good and not think about repeating their crimes because there are conditions for granting remissions. Keywords: Remission, Narcotics Convicts, Correction
Jenis Karya Akhir: | Skripsi |
---|---|
Subyek: | 300 Ilmu sosial > 340 Ilmu hukum |
Program Studi: | Fakultas Hukum > Prodi Ilmu Hukum S1 |
Pengguna Deposit: | 2301275414 . Digilib |
Date Deposited: | 18 Apr 2023 02:24 |
Terakhir diubah: | 18 Apr 2023 02:24 |
URI: | http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/71064 |
Actions (login required)
Lihat Karya Akhir |