M. DIMAS ARYA , PRATAMA PANGGAR BESI (2023) ANALISIS YURIDIS PERTIMBANGAN HAKIM MENGENAI PENJATUHAN PIDANA TERHADAP PERANTARA JUAL BELI NARKOTIKA Studi Putusan Nomor 88/Pid.Sus/2022/PN Liw Studi Putusan Nomor 89/Pid.Sus/2022/PN Liw Studi Putusan Nomor 90/Pid.Sus/2022/PN Liw. FAKULTAS HUKUM, UNIVERSITAS LAMPUNG .
|
File PDF
1. ABSTRAK - ABSTRACT.pdf Download (83Kb) | Preview |
|
File PDF
2. SKRIPSI FULL.pdf Restricted to Hanya staf Download (2361Kb) | Minta salinan |
||
|
File PDF
3. SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf Download (2069Kb) | Preview |
Abstrak (Berisi Bastraknya saja, Judul dan Nama Tidak Boleh di Masukan)
Untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera tersebut perlu peningkatan secara terus menerus usaha-usaha di bidang pengobatan dan pelayanan kesehatan termasuk ketersediaan narkotika sebagai obat, disamping untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu dalam UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika sering disebut sebagai sebuah produk hukum yang “tegas, keras, dan humanis”.Tegas dan keras terhadap para pelaku peredaran gelap, namun humanis terhadap pelaku penyalahgunaan narkotika. Terhadap pelaku peredaran gelap narkotika berlaku ketentuan hukum pidana berat, selain mendapat hukuman fisik (penjara), pelaku dikenakan pula pidana denda, namun dalam kenyataannya jumlah pelaku tindak pidana ini justru semakin meningkat. Hal ini disebabkan oleh faktor penjatuhan pidana tidak begitu memberikan dampak atau deterrent effect terhadap para pelakunya. Maka penulis tertarik untuk membahas mengenai analisis yuridis pertimbangan hakim mengenai penjatuhan pidana terhadap perantara jual beli narkotika dengan putusan nomor Dengan Putusan Nomor 88/Pid.Sus/2022/PN Liw, Putusan Nomor 89/Pid.Sus/2022/PN Liw, Putusan Nomor 90/Pid.Sus/2022/PN Liw yang menetapkan terdakwa perantara jual beli narkotika di pidana. Dalam ketiga putusan tindak pidana perantara jual beli narkotika tersebut ditulisakan bahwa atas ketiga terdakwa dilakukan pemisahan perkara splitsing. Splitsing adalah pemisahan berkas perkara pidana dengan terdakwa yang berbeda dimana suatu tindak pidana dilakukan secara bersama-sama oleh terdakwa yang bersangkutan. Berdasarkan uraian tersebut peneliti sangat tertarik untuk mengkaji lebih dalam mengenai penggunaan saksi mahkota sebagai salah satu alat bukti dalam pembuktian. Berdasarkan hal tersebut penulis sangat ingin mengkaji permasalahan ini.Adapun rumusan masalah penelitian ini: 1) Dalam penyelesaian perkara aquo yang terdiri dari beberapa perkara yang dilakukan pemecahan perkara (splitsing)? 2) pertimbangan hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana terhadap perantara jual beli narkotika? Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis empiris, yaitu pendekatan dengan menyelidiki hal-hal yang berkaitan dengan hukum secara langsung dan dibandingkan dengan norma-norma atau ketentuan yang berlaku dilapangan. Jenis penelitian hukum empiris atau kajian empiris adalah kajian yang memandang hukum sebagai kenyataan, mencakup kenyataan sosial, kenyataan kultur, dan lain-lain. Penelitian hukum empiris ini memahami dan mengamati tentang fakta-fakta dalam persidangan melalui wawancara guna mengetahui pertimbangan Hakim dalam memutus dan menetapkan terdakwa perantara jual beli narkotika di pidana. Penelitian hukum ini bertujuan mengetahui dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap tindak pidana pemidanaan perantara jual beli narkotika. Kesimpulan Dengan pemecahan berkas perkara menjadi beberapa perkara yang berdiri sendiri, antara seorang terdakwa dengan terdakwa yang lain, masing-masing dapat dijadikan sebagai saksi secara timbal balik. Sedang apabila mereka digabung dalam satu berkas dan pemeriksaan persidangan, antara yang satu dengan yang lain tidak dapat saling dijadikan menjadi saksi yang timbal balik. Hak asasi manusia sangat diperhatikan dalam proses peradilan disaat saksi mahkota memberikan keterangan seperti tidak adanya intervensi yang membuat saksi mahkota tertekan. Saran kepada Pemerintah khususnya pembentuk Undangundang apabila memang saksi mahkota ini merupakan alat yang penting untuk mengungkap sebuah perbuatan hukum maka hendaknya membuat perundang-undangan yang mengatur secara khusus tentang keberadaan Saksi Mahkota. Dalam UU No.3 Tahun 2006 hanya mengatur tentang perlindungan saksi dan korban saja bukan terhadap saksi mahkota. Kata kunci: Keterangan saksi mahkota, splitsing, pembuktian, terdakwa, narkotika.
Jenis Karya Akhir: | Skripsi |
---|---|
Subyek: | 300 Ilmu sosial > 340 Ilmu hukum |
Program Studi: | Fakultas Hukum > Prodi Ilmu Hukum S1 |
Pengguna Deposit: | 2301926829 . Digilib |
Date Deposited: | 01 Sep 2023 03:55 |
Terakhir diubah: | 01 Sep 2023 03:55 |
URI: | http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/75419 |
Actions (login required)
Lihat Karya Akhir |