TANGGUNG JAWAB HUKUM DOKTER TERHADAP PENETAPAN STATUS ORANG DENGAN GANGGUAN JIWA DALAM VISUM ET REPERTUM PSIKIATRIKUM

JARMIATI, (2023) TANGGUNG JAWAB HUKUM DOKTER TERHADAP PENETAPAN STATUS ORANG DENGAN GANGGUAN JIWA DALAM VISUM ET REPERTUM PSIKIATRIKUM. Masters thesis, UNIVERSITAS LAMPUNG.

[img]
Preview
File PDF
ABSTRAK.pdf

Download (143Kb) | Preview
[img] File PDF
TESIS FULL.pdf
Restricted to Hanya staf

Download (3099Kb) | Minta salinan
[img]
Preview
File PDF
TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf

Download (2656Kb) | Preview

Abstrak (Berisi Bastraknya saja, Judul dan Nama Tidak Boleh di Masukan)

Proses penegakan hukum terkadang menbutuhkan bantuan ahli termasuk dalam penetapan status Orang Dengan Gangguan Jiwa yang selanjutnya disebut ODGJ pada pelaku tindak pidana yang diduga menderita gangguan jiwa. Akan tetapi, indikasi pemeriksaan visum psikiatri belum jelas. Selain itu tidak semua dokter memiliki kompetensi dalam penetapan status ODGJ dalam pemeriksaan visum psikiatri. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui indikasi hukum pemeriksaan Visum et Repertum Psikiatrikum (VeRP) di Indonesia serta tanggungjawab hukum dokter terhadap penetapan status ODGJ dalam VeRP. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Data dikumpulkan melalui studi kepustakaan (library research) dengan cara membaca, mengutip dan menganalisis teoriteori hukum dan peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan permasalahan dalam penelitian. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa indikasi dilakukannya pemeriksaan VeRP pada seseorang yang diduga mengalami gangguan jiwa hanya berdasarkan penilaian oleh penegak hukum saja dan tidak ada batasan indikasi yang jelas. Dokter yang diminta untuk melaksanakan pemeriksaan kesehatan demi kepentingan hukum wajib melaksanakan dan harus dilaksanakan sesuai dengan kompetensi berdasarkan Pasal 28 Undang-Undang No. 36 Tahun 2009. Di sisi lain pada undang-undang kesehatan yang baru yakni UndangUndang No. 17 Tahun 2023 ketentuan kewajiban seorang dokter melaksanakan pemeriksaan kesehatan untuk kepentingan hukum dihapus. Penghapusan ketentuan tersebut dapat dipahami sebagai penyederhanaan peraturan, namun lebih dari itu dapat dipahami salah dan berimplikasi menjadi ketidakpastian hukum karena berpotensi ada kekeliruan dalam hal penafsiran. Dari hasil penelitian ini disarankan perlu adanya batasan indikasi yang jelas dalam pemeriksaan VeRP terhadap seseorang yang berperkara yang diduga mengalami gangguan jiwa. Selain itu, diperlukan instrumen penilaian skrining awal gangguan kesehatan mental emosional sebelum dilakukan pemeriksaan VeRP. Dalam melakukan pemeriksaan visum et repertum psikiatrikum,seorang dokter harus memahami kompetensi dan tanggungjawab serta senantiasa berpedoman pada peraturan perundangundangan, kode etik dan standar kompetensi yang ada. Kata kunci: Indikasi, Tanggungjawab dokter, Visum et Repertum Psikiatrikum. The law enforcement process sometimes requires expert assistance, including in determining the status of Persons with Mental Disorders, hereinafter referred to as ODGJ, on the perpetrators of criminal acts suspected of suffering from mental disorders. However, the determination of ODGJ status can only be done by a doctor who has competence, while not all regions have expert doctors in this field. The purpose of this study is to determine the legal indication of Visum et Repertum Psychiatricum (VeRP) examination in Indonesia as well as the doctor's legal liability for determining the status of ODGJ in VeRP. This research uses a normative legal research method with a statutory approach and a conceptual approach. Data were collected using library research by reading, quoting and analyzing legal theories and laws and regulations related to the problems in the study. The results of this study indicate that the indication for conducting a VeRP examination on someone suspected of having a mental disorder is only based on an assessment by law enforcement and there are no clear indications. Doctors who are asked to carry out medical examinations for the sake of legal interests are obliged to carry out and must be carried out in accordance with competence based on Article 28 of Law No. 36 of 2009. On the other hand, in the new health law, Law No. 17 of 2023, the provision of a doctor's obligation to carry out a medical examination for the benefit of the law is removed. The deletion of these provisions can be understood as a simplification of regulations, but more than that it can be understood wrongly and has implications for legal uncertainty because there is potential for errors in interpretation. From the results of this study, it is suggested that there needs to be a clear indication limitation in the VeRP examination of a litigant who is suspected of having a mental disorder. In addition, an initial screening assessment instrument for emotional mental health disorders is needed before the VeRP examination is carried out. In carrying out a visum et repertum psychiatricum examination, a doctor must understand the competencies and responsibilities and always be guided by existing laws and regulations, ethics and competency standards. Keywords: Doctor's responsibility, Indication, Visum et Repertum Psychiatricum.

Jenis Karya Akhir: Tesis (Masters)
Subyek: 300 Ilmu sosial > 340 Ilmu hukum
Program Studi: Fakultas Hukum > Magister Hukum S2
Pengguna Deposit: 2308674176 . Digilib
Date Deposited: 06 Oct 2023 02:39
Terakhir diubah: 06 Oct 2023 02:39
URI: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/76157

Actions (login required)

Lihat Karya Akhir Lihat Karya Akhir