Aura, Earlyani (2024) UPAYA UNIT PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK (PPA) DALAM MENGUNGKAP ALAT BUKTI KETERANGAN SAKSI KORBAN TINDAK PIDANA PADA KASUS KEKERASAN SEKSUAL PADA PENYANDANG DIFFERENT ABLE PEOPLE ( DIFABEL) (Studi Pada Kepolisian Resor Tanggamus ). HUKUM, UNIVERSITAS LAMPUNG.
|
File PDF
ABSTRAK.pdf Download (2044Kb) | Preview |
|
File PDF
SKRIPSI FULL.pdf Restricted to Hanya staf Download (1651Kb) | Minta salinan |
||
|
File PDF
SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf Download (1577Kb) | Preview |
Abstrak (Berisi Bastraknya saja, Judul dan Nama Tidak Boleh di Masukan)
Dalam mengungkap kasus pidana pada penyandang disabilitas anak dibawah umur untuk memperoleh bukti bahwa telah terjadinya tindak pidana diperlukannya salah satu bukti yaitu keterangan saksi, hal ini tertuang dalam Pasal 184 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana. Pada Pasal 12 dan Pasal 13 konvensi PBB tentang Hak-hak Penyandang Disabilitas tersebut, ditegaskan bahwa disabilitas mempunyai kedudukan yang setara di hadapan hukum dan memiliki hak atas akses yang sama terhadap peradilan. Salah satu contoh kasus kekerasan seksual pada anak perempuan disabilitas mental terjadi di Kabupaten Tanggamus, seorang kakek yang tega melakukan tindakan kekerasan seksual yang berupa pemerkosaan terhadap cucu kandungnya sendiri yang merupakan seorang penyandang disabilitas tuna wicara hingga korban tersebut hamil. Metode yang digunakan dalam menyusun skripsi ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Sumber dan jenis data yang digunakan antara lain terdiri dari data primer dan data sekunder. Pihak yang menjadi Narasumber yaitu Penyidik Kepolisian Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Polres Tanggamus, Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung, Metode pengumpulan data melalui studi kepustakaan dan studi lapangan. Analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif. Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan upaya pihak kepolisian yang terbagi menjadi menjadi 3 tahap yang berupa penyelidikan, penyidikan, dan pra perunututan. Dalam rangka mengungkap suatu kasus tindak pidana kekerasan seksual pada penyandang disabilitas anak dibawah umur yaitu dengan menyediakan Ruang Pelayanan Khusus (RPK) dan menerapkan metode gambar dalam proses mengumpulkan alat bukti pada kasus yang dialami oleh penyandang disabilitas anak serta menggunakan ahli bahasa isyarat dalam menjembatani komunikasi antara penyidik kepolisian dan korban. Maka berdasarkan alat bukti yang diperoleh dari upaya kepolisian dalam rangka mengungkap kronologis secara jelas dan berdasarkan pertimbangan hakim keterangan saksi pada penyandang disabilitas yang usianya dibawah umur dipergunakan sebagai faktor yang menambah keyakinan hakim sesuai dengan pasal 183 KUHAP dimana Hakim dalam menjatuhkan putusan dengan minimal dua alat bukti dan dari itu hakim memperoleh keyakinan. Hal yang perlu menjadi perhatian khusus terhadap penyumpahan saksi penyandang disabilitas tetap bisa di sumpah jika ia sudah berusia 18 Tahun dan dalam hal ini yang menjadi korban ialah anak di bawah umur yang kesaksiannya tidak bisa di sumpah dan untuk dapat dijadikan sebagai alat bukti keterangan saksi dimana keterangan saksi digunakan sebagai acuan untuk mencari fakta mengenai kasus yang dialami oleh korban, sedangkan keterangan saksi korban penyandang disabilitas anak dibawah umur dianggap tidak kuat seperti keterangan saksi orang normal pada umumnya karena penyandang disabilitas tidak dapat memberikan keterangan tentang apa yang dilihat, didengar, dan dialaminya secara sempurna dengan mengungkapkan kejadian tindak pidana kekerasan seksual terhadap dirinya maka dari itu Hakim timbul keyakinan. Serta kualitas kesaksian saksi testimonium de auditu ditinjau dari hukum positif meskipun bukan atas apa yang dilihat, di dengar, dan dialami sendiri tetap dapat dijadikan alat bukti karena memiliki relevansi dari persesuaian cerita. Kesaksian testimonium de auditu tidak boleh dikesampingkan atau ditolak sepenuhnya dan hakim harus mendengarkan keterangan semua pihak demi terciptanya keadilan. Saran yang dapat penulis sampaikan dalam penelitian ini yaitu diharapkan untuk pihak penyidik agar selalu konsisten dalam melakukan penyidikan terhadap saksi penyandang disabilitas tuna wicara dan tidak melakukan dasar pembedaan dan menyetarakan proses penyidikan dengan orang normal pada umumnya, karena sangat jelas negara ini khususnya dalam aspek hukum mengatur setiap warga negara tanpa terkecuali mempunyai kedudukan yang setara. Hakim dapat menerapkan metode pembuktian yang ada dalam Undang-undang, untuk kasus tindak pidana kekerasan seksual terhadap penyandang disabilitas karena pada saat menerapkan metode pembuktian tersebut, hakim tidak melanggar aturan terkait pembuktian yang ada dalam KUHAP. Dalam menafsirkan alat bukti petunjuk, hakim telah melakukan penafsiran hukum yang responsif berdasarkan hukum progresif yang lebih sesuai dengan kondisi dan situasi anak sebagai korban kekerasan seksual untuk menemukan keadilan bagi anak selaku korban, tidak sekedar memenuhi keadilan prosedural yang dituntut oleh Undang-undang. Kata Kunci: Keterangan Saksi, Penyandang Disabilitas, Kekerasan Seksual
Jenis Karya Akhir: | Skripsi |
---|---|
Subyek: | 300 Ilmu sosial > 340 Ilmu hukum 300 Ilmu sosial > 340 Ilmu hukum > 345 Hukum pidana |
Program Studi: | Fakultas Hukum > Prodi Ilmu Hukum S1 |
Pengguna Deposit: | 2308826974 . Digilib |
Date Deposited: | 02 Feb 2024 06:20 |
Terakhir diubah: | 02 Feb 2024 06:20 |
URI: | http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/78491 |
Actions (login required)
Lihat Karya Akhir |