Bartolomeus, Jonah Beto (2023) TINJAUAN YURIDIS DASAR PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP TINDAK PIDANA PERIKANAN PADA STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 41/Pid.Sus/2023/PN Liw DIKAITKAN DENGAN UNDANGUNDANG NOMOR 45 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN. FAKULTAS HUKUM, UNIVERSITAS LAMPUNG .
|
File PDF
ABSTRAK.pdf Download (2889Kb) | Preview |
|
File PDF
SKRIPSI FULL.pdf Restricted to Hanya staf Download (3732Kb) | Minta salinan |
||
|
File PDF
SKRIPSI FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf Download (3729Kb) | Preview |
Abstrak (Berisi Bastraknya saja, Judul dan Nama Tidak Boleh di Masukan)
Indonesia, sebagai negara kepulauan dengan luas wilayah laut yang mencapai hampir 3 juta km², memiliki potensi sumber daya alam laut yang besar. Sektor perikanan memiliki peran strategis dalam perekonomian nasional, menyumbang pada lapangan pekerjaan, pemerataan pendapatan, dan peningkatan taraf hidup nelayan. Sumber daya alam laut, khususnya perikanan, menjadi sumber daya yang penting dan dapat diperbarui. Bidang perikanan, termasuk hasil seperti ikan, udang, kepiting, kerang, ubur-ubur, dan lobster, menjadi fokus pemanfaatan sumber daya alam laut. Namun, isu-isu seperti penangkapan ikan berlebih, pencurian ikan, dan illegal fishing menuntut perhatian serius untuk menjaga keberlanjutan sektor perikanan. Regulasi, seperti Undang-undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, dan penerapan hukuman pidana, menjadi instrumen penting dalam menjaga ketertiban dan keberlanjutan. Selain itu, pengelolaan budidaya lobster diatur oleh Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan, menandakan upaya pemerintah dalam mengelola sumber daya ini secara berkelanjutan. Penegakan hukum, terutama melalui pengadilan perikanan di lingkungan peradilan umum, menjadi langkah penting untuk mengatasi tindak pidana perikanan yang merugikan segi ekonomi dan lingkungan. Dengan adanya kerangka hukum yang kuat, Indonesia berkomitmen untuk memastikan pemanfaatan sumber daya alam laut yang bijaksana demi kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat. Dalam penelitian ini penulis menitikberatkan fokus penelitian Untuk mengetahui apakah hakim Pengadilan Negeri Liwa berwenang menjatuhkan putusan terhadap tindak pidana perikanan serta analisis terkait bagaimana dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap tindak pidana perikanan apakah sudah sesuai dengan Undang-Undang Perikanan. Jenis penelitian yang digunakan penulis dalam menyusun skripsi ini adalah jenis penelitian hukum normatif dengan tipe penelitian deskriptif. Jenis penelitian hukum normatif yaitu penelitian dengan cara menganalisa hukum yang tertulis berdasarkan bahan pustaka, undang-undang, atau bahan bacaan yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Dalam hal ini mengenai bahan pustaka dan peraturan terkait kompetensi hakim pengadilan negeri dalam memutus perkara perikanan. Sedangkan tipe penelitian deskriptif adalah tipe penelitian yang bersifat pemaparan untuk dapat memperoleh gambaran (deskripsi) lengkap, rinci, jelas, dan sistematis tentang beberapa aspek yang diteliti pada undang-undang, peraturan pemerintah, atau objek kajian lainnya. Sehingga hasil penelitian skripsi ini dapat diharapkan bisa memberikan informasi secara lengkap dan juga jelas dalam memberikan pemaparan dan gambaran mengenai penegakan hukum perikanan oleh formasi hakim pengadilan negeri. Dalam Putusan Nomor 41/Pid.Sus/2023/Pn Liw kompetensi hakim Pengadilan Negeri dalam memutus perkara perikanan di Indonesia, yang diatur dalam Pasal 106 Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan. Meskipun Pengadilan Perikanan belum terbentuk di semua wilayah, hakim Pengadilan Negeri tetap berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara perikanan di luar wilayah Pengadilan Perikanan yang telah dibentuk. Dalam konteks Pengadilan Negeri Liwa, yang belum memiliki Pengadilan Perikanan, hakim Pengadilan Negeri dianggap berwenang untuk memutus perkara perikanan. Putusan Nomor 41/Pid.Sus/2023/Pn Liw menjadi contoh konkret, di mana hakim mempertimbangkan unsur-unsur tindak pidana perikanan sesuai dengan UndangUndang Perikanan. Pertimbangan melibatkan unsur kesalahan, keadilan, dan keadaan yang memberatkan atau meringankan. Tindak pidana perikanan dianggap sebagai kejahatan luar biasa yang diatur secara terpisah, dan penyebaran pengadilan perikanan di berbagai provinsi diharapkan dapat lebih efektif menangani kasus-kasus perikanan. Dalam konteks perkara di Pengadilan Negeri Liwa, tindak pidana perikanan mencakup masalah penangkapan dan pengiriman benih lobster yang merugikan masyarakat, pembudidaya ikan, dan sumber daya lobster. Putusan hakim juga mempertimbangkan faktor-faktor yang merugikan perekonomian negara dan melibatkan program pemerintah dalam menjaga sumber daya lobster di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia. Penulis berharap agar masyarakat mematuhi aturan terkait larangan menangkap benur untuk mencegah dampak yang merugikan, termasuk dampak ekologis, ekonomis, dan sosial. Kata Kunci : Perikanan, Kompetensi Hakim, Dasar Pertimbangan Hakim Indonesia, as an archipelagic country with a sea area of almost 3 million km², has huge marine natural resource potential. The fisheries sector has a strategic role in the national economy, contributing to employment opportunities, income distribution and improving the standard of living of fishermen. Marine natural resources, especially fisheries, are important and renewable resources. The fisheries sector, including products such as fish, shrimp, crabs, shellfish, jellyfish and lobsters, is the focus of utilizing marine natural resources. However, issues such as overfishing, fish theft and illegal fishing require serious attention to maintain the sustainability of the fisheries sector. Regulations, such as Law Number 45 of 2009 concerning Amendments to Law Number 31 of 2004 concerning Fisheries, and the application of criminal penalties, are important instruments in maintaining order and sustainability. In addition, the management of lobster cultivation is regulated by a Minister of Maritime Affairs and Fisheries Regulation, indicating the government's efforts to manage this resource sustainably. Law enforcement, especially through fisheries courts within the general judiciary, is an important step to overcome fisheries crimes that are detrimental to the economy and the environment. With a strong legal framework, Indonesia is committed to ensuring the wise use of marine natural resources for the sake of environmental sustainability and community welfare. In this research, the author focuses on the focus of the research to find out whether the Liwa District Court judge has the authority to make decisions regarding fisheries crimes as well as analysis regarding the basis of the judge's considerations in making decisions on fisheries crimes, whether they are in accordance with the Fisheries Law. The type of research used by the author in compiling this thesis is normative legal research with a descriptive research type. This type of normative legal research is research by analyzing written law based on library materials, laws, or reading materials related to the problem being studied. In this case, it concerns library materials and regulations related to the competence of district court judges in deciding fisheries cases. Meanwhile, the descriptive research type is a type of research that is explanatory in nature to obtain a complete, detailed, clear and systematic picture (description) of several aspects studied in laws, government regulations or other objects of study. So it is hoped that the results of this thesis research will provide complete and clear information in providing an explanation and description of fisheries law enforcement by the formation of district court judges. In Decision Number 41/Pid.Sus/2023/Pn Liw the competence of District Court judges in deciding fisheries cases in Indonesia, which is regulated in Article 106 of Law Number 45 of 2009 concerning Amendments to Law Number 31 of 2004 concerning Fisheries. Even though Fisheries Courts have not been established in all regions, District Court judges still have the authority to examine, try and decide fisheries cases outside the established Fisheries Court area. In the context of the Liwa District Court, which does not yet have a Fisheries Court, District Court judges are considered to have the authority to decide fisheries cases. Court ruling Number 41/Pid.Sus/2023/Pn Liw is a concrete example, where the judge considered the elements of a fisheries crime in accordance with the Fisheries Law. Considerations involve elements of fault, justice, and aggravating or mitigating circumstances. Fisheries crimes are considered extraordinary crimes that are regulated separately, and it is hoped that the distribution of fisheries courts in various provinces will be able to more effectively handle fisheries cases. In the context of the case at the Liwa District Court, fisheries crimes include the issue of catching and sending lobster seeds which is detrimental to the community, fish farmers and lobster resources. The judge's decision also considers factors that are detrimental to the country's economy and involves government programs in protecting lobster resources in the fisheries management area of the Republic of Indonesia. The author hopes that the public will comply with the rules regarding the prohibition on catching fry to prevent detrimental impacts, including ecological, economic and social impacts. Keywords: Fisheries, Judge Competence, Basic Judge Considerations
Jenis Karya Akhir: | Skripsi |
---|---|
Subyek: | 300 Ilmu sosial 300 Ilmu sosial > 340 Ilmu hukum 300 Ilmu sosial > 340 Ilmu hukum > 345 Hukum pidana |
Program Studi: | Fakultas Hukum > Prodi Ilmu Hukum S1 |
Pengguna Deposit: | 2308309095 . Digilib |
Date Deposited: | 15 Feb 2024 07:36 |
Terakhir diubah: | 15 Feb 2024 07:36 |
URI: | http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/78883 |
Actions (login required)
Lihat Karya Akhir |