KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PELAKSANAAN RESTITUSI TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN SEKSUAL (Studi Pada Kejaksaan Negeri Lampung Selatan)

AGNES , ATIA AURELLIA (2024) KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PELAKSANAAN RESTITUSI TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN SEKSUAL (Studi Pada Kejaksaan Negeri Lampung Selatan). FAKULTAS HUKUM, UNIVERSITAS LAMPUNG.

[img]
Preview
File PDF
ABSTRAK.pdf

Download (84Kb) | Preview
[img] File PDF
SKRIPSI FULL.pdf
Restricted to Hanya staf

Download (1840Kb) | Minta salinan
[img]
Preview
File PDF
SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf

Download (1549Kb) | Preview

Abstrak (Berisi Bastraknya saja, Judul dan Nama Tidak Boleh di Masukan)

Tindak pidana kekerasan seksual adalah jenis kejahatan yang menimbulkan kerugian fisik dan emosional yang serius pada korbannya. Dalam upaya memberikan keadilan kepada korban, restitusi menjadi salah satu bentuk kompensasi yang diberikan kepada korban atas kerugian yang dideritanya akibat tindakan tersebut. Restitusi memiliki tujuan untuk memulihkan korban dan mengungkapkan pertanggungjawaban bagi pelaku kejahatan. Beberapa problematika terkait pelaksanaan restitusi terhadap pelaku tindak pidana kekerasan seksual diantaranya keterbatasan keuangan pelaku dan tidak menjamin kesembuhan psikologis korban dan putusan restitusi tidak terlaksana sehingga keadilan tidak terwujud. Oleh karena itu diperlukannya peran dari Kejaksaan dalam menjamin pelaksanaan restitusi demi terwujudnya keadilan. Dalam pelaksanaan restitusi terhadap pelaku tindak pidana kekerasan seksual, kejaksaan memiliki peran penting. Kejaksaan memiliki kewenangan untuk melakukan investigasi, mengumpulkan bukti-bukti, dan menuntut pelaku kejahatan ke pengadilan serta melaksanakan restitusi. Selain itu, kejaksaan juga berperan dalam menilai besarnya kerugian yang diderita korban dan menentukan besarnya jumlah restitusi yang harus dibayarkan oleh pelaku sesuai dengan yang ditentukan Pasal 30C Undang-Undang Kejaksaan dan Pasal 30 Undang-Undang TPKS. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode normatifempiris dengan menggunakan pendekatan perundang-undang dan pendekatan kasus terkait Kewenangan kejaksaan dalam pelaksanaan restistusi terhadap tindak pidana kekerasan seksual Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa kewenangan Kejaksaan dalam pelaksanaan restitusi terhadap pelaku tindak pidana kekerasan seksual diatur dalam Pasal 30C Undang-Undang Kejaksaan dan Pasal 30 Undang-Undang TPKS yang menjelaskan bahwa Kejaksaan dapat melakukan penyitaan untuk pembayaran denda, penggantian pidana (pengembalian ke bentuk semula) dan ganti rugi, dapat diganti dengan mediasi pidana, penyitaan untuk pembayaran pidana denda dan pidana pengganti serta restitusi. Penguatan kewenangan Kejaksaan bertujuan utama untuk meningkatkan perlindungan bagi korban tindak pidana kekerasan seksual. Dengan memiliki kewenangan yang lebih kuat. Kejaksaan dapat lebih efektif menegakkan hak-hak korban dan memastikan bahwa mereka menerima restitusi yang sesuai dengan kerugian yang mereka alami. Kewenangan yang diperkuat memungkinkan Kejaksaan untuk menjamin kepatuhan pelaku tindak pidana kekerasan seksual terhadap kewajiban restitusi. Dengan kebijakan dan instrumen hukum yang memadai, Kejaksaan dapat memastikan bahwa pelaku memahami dan memenuhi tanggung jawab mereka untuk mengganti kerugian yang telah mereka timbulkan. Penguatan kewenangan Kejaksaan dalam pelaksanaan restitusi terhadap pelaku tindak pidana kekerasan seksual bukan hanya tentang penegakan hukum, tetapi juga tentang memberikan keadilan kepada korban dan menciptakan sistem hukum yang lebih responsif dan berfokus pada pemulihan. Faktor penghambat kewenangan Kejaksaan dalam pelaksanaan restitusi terhadap tindak pidana kekerasan seksual oleh Kejaksaan diantaranya adalah meliputi kendala-kendala praktis dan Kejaksaan seringkali menghadapi keterbatasan sumber daya, baik itu dalam hal personel, teknologi, atau anggaran. Berdasarkan uraian diatas, maka dapat diberikan saran penulis antara lain: Bagi Kejaksaan Negeri perlu adanya perluasan wewenang hukum bertujuan untuk menguatkan kerangka hukum yang mengatur restitusi, termasuk memberikan wewenang yang lebih jelas kepada Kejaksaan, dapat meningkatkan daya ungkit mereka dalam memastikan pelaksanaan restitusi. Bagi korban dan masayarakat agar lebih optimal dalam membantu kejaksaan dalam menangani tindak pidana TPKS khususnya terkait restitusi. Masyarakat yang teredukasi dan peduli dapat menjadi mitra yang kuat dalam memberikan keadilan bagi korban dan mencegah tindak pidana kekerasan seksual. Kata Kunci : Kewenangan Kejaksaan, Restitusi, Tindak Pidana, Kekerasan Seksual.

Jenis Karya Akhir: Skripsi
Subyek: 300 Ilmu sosial > 340 Ilmu hukum
Program Studi: Fakultas Hukum > Prodi Ilmu Hukum S1
Pengguna Deposit: 2308564610 . Digilib
Date Deposited: 23 Feb 2024 01:59
Terakhir diubah: 23 Feb 2024 01:59
URI: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/79308

Actions (login required)

Lihat Karya Akhir Lihat Karya Akhir