PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) BERKELANJUTAN MELALUI JENIS INSENTIF DAN MODEL KELEMBAGAAN (STUDI KASUS DAS SEKAMPUNG PROVINSI LAMPUNG)

Edison, (2025) PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) BERKELANJUTAN MELALUI JENIS INSENTIF DAN MODEL KELEMBAGAAN (STUDI KASUS DAS SEKAMPUNG PROVINSI LAMPUNG). [Disertasi]

[img]
Preview
File PDF
ABSTRAK.pdf

Download (870Kb) | Preview
[img] File PDF
DISERTASI FULL.pdf
Restricted to Hanya staf

Download (13Mb) | Minta salinan
[img]
Preview
File PDF
DISERTASI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf

Download (13Mb) | Preview

Abstrak (Berisi Bastraknya saja, Judul dan Nama Tidak Boleh di Masukan)

DAS Sekampung merupakan salah satu DAS kritis yang menjadi prioritas nasional untuk dipulihkan daya dukungnya. Salah satu langkah pemulihan fungsi DAS Sekampung adalah melalui pengelolaan berkelanjutan dengan membentuk lembaga pengelolaan yang dapat menerapkan insentif tertentu guna menjaga dan memastikan keberlanjutan fungsi DAS Sekampung. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan pengelolaan terpadu DAS Sekampung melalui pemberian insentif dan model kelembagaan yang mendukung pengelolaan secara berkelanjutan. Metode Qualitative Non Interactive Inquiry digunakan untuk menganalisis kondisi umum DAS Sekampung, sementara metode Interpretative Structural Modelling (ISM) dengan instrumen berupa kuesioner dan diskusi pakar digunakan untuk mengidentifikasi elemen aktor atau kelembagaan yang memiliki pengaruh signifikan serta kendala dalam pengelolaan DAS Sekampung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelembagaan forum koordinasi adalah pilihan paling tepat, namun peran Gubernur sebagai aktor kunci sangat diperlukan untuk mengintegrasikan pengelolaan DAS di Provinsi Lampung. Hal ini melibatkan pemerintah daerah, termasuk Gubernur, Walikota, dan Bupati, bersama dengan Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung Way Seputih Way Sekampung (BP DASHL WSS), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi/Kota/Kabupaten, serta Balai Besar Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (BBTNBBS). Rendahnya kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap pengelolaan DAS diidentifikasi sebagai kendala utama yang perlu diatasi untuk keberhasilan pengelolaan DAS Sekampung. Berdasarkan analisis dengan metode Qualitative Non-Interactive, insentif yang tepat untuk saat ini juga telah diidentifikasi yaitu insentif yang berasal dari Dana Bagi Hasil (DBH). Akan tetapi diperlukan sekali “political Will” atau peran strategis dari Kepala Daerah/Gubernur untuk mendorong kota/kabupaten yang wilayahnya dilewati oleh sungai Way Sekampung Keywords:Institutional analysis ISM, Key Actor, Insentif Sekampung watershed, Stakeholder abstract The Sekampung Watershed (DAS Sekampung) is one of the critical watersheds that has become a national priority for restoring its carrying capacity. One effort to restore its function is through sustainable management by establishing a management institution capable of implementing specific incentives to ensure the preservation and sustainability of the Sekampung Watershed. This study aims to develop an integrated management approach for the Sekampung Watershed through incentives and institutional model to support sustainable management. The Qualitative Non- Interactive Inquiry method was used to analyze the general condition of the Sekampung Watershed. In contrast, the Interpretative Structural Modelling (ISM) method, employing questionnaires and expert discussions, was utilized to identify key actors or institutional elements and constraints in managing the Sekampung Watershed. The findings indicated that a coordination forum institution was the most appropriate choice. Still, the role of the Governor as a key actor was essential to integrating watershed management in Lampung Province. This involved local governments, including the Governor, Mayors, and Regents, in collaboration with the Way Seputih Way Sekampung Watershed and Forest Management Agency (BP DASHL WSS), Provincial/City/Regency Regional Legislative Councils (DPRD), and the Bukit Barisan Selatan National Park Authority (BBTNBBS). The low public awareness and concern for watershed management have been identified as the main obstacles that must be addressed for the successful management of the Sekampung Watershed. A suitable incentive model has been determined based on analysis using the Qualitative Non-Interactive method, specifically incentives sourced from Revenue Sharing Funds (Dana Bagi Hasil or DBH). Nonetheless, strong political commitment and a strategic role from local leaders, particularly the Governor, were essential in motivating cities and regencies along the Way Sekampung river to actively engage in its management. Keywords:Institutional analysis ISM, Key Actor, incentives Sekampung watershed, Stakeholder

Jenis Karya Akhir: Disertasi
Subyek: 300 Ilmu sosial
600 Teknologi (ilmu terapan)
600 Teknologi (ilmu terapan) > 630 Pertanian dan teknologi yang berkaitan
Program Studi: Fakultas Pertanian dan Pascasarjana > Doktor Ilmu Lingkungan
Pengguna Deposit: 2308840769 . Digilib
Date Deposited: 22 Jan 2025 03:08
Terakhir diubah: 22 Jan 2025 03:27
URI: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/81287

Actions (login required)

Lihat Karya Akhir Lihat Karya Akhir