ASRI . , NURHAYATI (2025) PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU PENDERITA SKIZOFRENIA PARANOID DALAM PERKARA PEMBUNUHAN. Masters thesis, UNIVERSITAS LAMPUNG.
|
File PDF
ABSTRAK.pdf Download (16Kb) | Preview |
|
File PDF
TESIS FULL.pdf Restricted to Hanya staf Download (1405Kb) | Minta salinan |
||
|
File PDF
TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf Download (1112Kb) | Preview |
Abstrak (Berisi Bastraknya saja, Judul dan Nama Tidak Boleh di Masukan)
Pertanggungjawabkan perbuatan pelaku tindak pidana pembunuhan tentu memperhatikan aspek kejiwaan seperti penderita skizofrenia paranoid walaupun memenuhi unsur Pasal 338 KUHP, ada yang dapat dimintakan pertanggungjawabannya ada yang tidak. Apabila pelaku tindak pidana melakukan pembunuhan dengan keadaan tidak sadar atau penyakit skizofrenia paranoid sedang kambuh, maka tidak dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya sesuai dengan ketentuan Pasal 44 KUHP dengan diperkuat dengan bukti Lab pemeriksaan kejiwaan oleh Rumah Sakit Jiwa, sesuai dengan tingkatan. Permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimanakah pertanggungjawaban pidana terhadap penderita skizofrenia paranoid dalam sistem hukum pidana di Indonesia? dan bagaimanakah penerapan hukum pidana pada perkara pembunuhan penderita skizofrenia paranoid?. Penelitian ini menggunakan hukum normatif dan empiris, yaitu penelitian hukum yang mempergunakan sumber data primer dan data sekunder, dengan mengimpretasi hukum dengan pengambilan sample. Analisis yang digunakan adalah deduktif dan di simpulkan secara deskriptif kuantitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa pertanggungjawaban pidana terhadap penderita skizofrenia paranoid dalam sistem hukum Indonesia mengenal double track system yaitu atas pelaku tindak pidana yang terindikasi gangguan skizofrenia paranoid tersebut dapat dijatuhi sanksi pidana dan dapat juga dijatuhi sanksi Tindakan. Apabila dalam proses persidangan ahli dan hakim meyakinkan keadaan terdakwa terganggu jiwabnya maka tidak dapat dimintai pertanggungjawaban mempertimbangkan ketentuan Pasal 44 Ayat (1) KUHP yang termasuk dalam tingkatan 3 yaitu tingkatan berat, namun apabila pelaku termasuk dalam tingkatan ringan dan sedang maka dapat dimintakan pertanggungjawaban. Berdasarkan Putusan Hakim Pengadilan Negeri Pesawaran Nomor: 105/Pid.B/2023/PN Gdt dan Putusan Pengadilan Negeri Pematang Siantar Nomor: 288/Pid.B/2020/PN Pms, kedua putusan hakim terdapat perbedaan penerapan sanksi penjara dan sanksi rehabilitasi. Penerapan Hukum Pidana pada Perkara Pembunuhan Penderita Skizofrenia Paranoid dalam penerapan hukumnya harus memperhatikan 3 (tiga) nilai yaitu kepastian, keadilan, dan kemanfataan. Saran agar segera dibentuk aturan khusus terhadap penanganan penderita Skizofrenia Paranoid, Sehingga dapat menjadi rujukan penuntut umum dan hakim dalam memberikan sanksi SOP yang jelas. Kata Kunci: Pertanggungjawaban Pidana, Pembunuhan, Skizofrenia Paranoid. The accountability of the perpetrators of the crime of murder certainly takes into account the psychological aspects such as paranoid schizophrenia sufferers, although they fulfill the elements of Article 338 of the Criminal Code, some can be held accountable, some cannot. If the perpetrator of the crime commits murder while unconscious or the paranoid schizophrenia is relapsing, then he cannot be held accountable for his actions in accordance with the provisions of Article 44 of the Criminal Code, reinforced by evidence of a psychiatric examination by a Mental Hospital, according to the level. The problems that will be studied in this study are how is the criminal responsibility for paranoid schizophrenia sufferers in the criminal law system in Indonesia? and how is the application of criminal law in cases of murder of paranoid schizophrenia sufferers?. This study uses normative and empirical law, namely legal research that uses primary and secondary data sources, by interpreting the law by taking samples. The analysis used is deductive and concluded descriptively quantitatively. The results of the study show that criminal responsibility for paranoid schizophrenia sufferers in the Indonesian legal system recognizes a double track system, namely that perpetrators of criminal acts who are indicated to have paranoid schizophrenia disorders can be subject to criminal sanctions and can also be subject to sanctions. If in the trial process the experts and judges are convinced that the defendant's mental condition is disturbed, then he cannot be held accountable considering the provisions of Article 44 Paragraph (1) of the Criminal Code which is included in level 3, namely the severe level, but if the perpetrator is included in the light and moderate levels, then he can be held accountable. Based on the Decision of the Pesawaran District Court Judge Number: 105 / Pid.B / 2023 / PN Gdt and the Decision of the Pematang Siantar District Court Number: 288 / Pid.B / 2020 / PN Pms, the two judges' decisions have differences in the application of prison sanctions and rehabilitation sanctions. The Application of Criminal Law in the Case of Murder of a Paranoid Schizophrenia Sufferer in the application of the law must pay attention to 3 (three) values, namely certainty, justice, and benefit. Suggestions for the immediate creation of special regulations for the handling of Paranoid Schizophrenia sufferers, so that they can be a reference for public prosecutors and judges in providing clear SOP sanctions. Keywords: Criminal Responsibility, Murder, Paranoid Schizophrenia
Jenis Karya Akhir: | Tesis (Masters) |
---|---|
Subyek: | 300 Ilmu sosial > 340 Ilmu hukum |
Program Studi: | Fakultas Hukum > Magister Hukum S2 |
Pengguna Deposit: | 2308002192 . Digilib |
Date Deposited: | 24 Jan 2025 06:24 |
Terakhir diubah: | 24 Jan 2025 06:24 |
URI: | http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/81408 |
Actions (login required)
Lihat Karya Akhir |