Dwi, Mulyati (2025) ANALISIS PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN DENGAN ALASAN PEMBELAAN DIRI (Studi Kasus Putusan Nomor 1054/Pid.B/2022/PN Tjk). FAKULTAS HUKUM, UNIVERSITAS LAMPUNG.
|
File PDF
ABSTRAK.pdf Download (254Kb) | Preview |
|
![]() |
File PDF
SKRIPSI FULL.pdf Restricted to Hanya staf Download (2010Kb) | Minta salinan |
|
|
File PDF
SKRIPSI FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf Download (2009Kb) | Preview |
Abstrak (Berisi Bastraknya saja, Judul dan Nama Tidak Boleh di Masukan)
Tindak pidana yang mengakibatkan kematian sering kali memicu perdebatan terkait penerapan hukum, terutama ketika pelaku mengklaim tindakan tersebut sebagai bentuk pembelaan diri seperti termuat dalam Putusan Nomor: 1054/Pid.B/2022/PN Tjk, dimana terdakwa melakukan tindak pidana yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain. Pembelaan diri (noodweer) serta pembelaan diri yang melampaui batas (noodweer exces) adalah hak yang diakui dalam hukum pidana untuk melindungi diri, orang lain, maupun harta benda dari serangan yang dapat membahayakan, namun seringkali alasan ini disalahgunakan oleh pelaku tindak pidana. Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai apakah penerapan hukum dalam putusan ini sudah sesuai dengan prisnsip-prinsip keadilan dan peraturan perundangundangan yang berlaku serta mengkaji bagaimana hakim menerapkan hukum dalam kasus pembelaan diri yang mengakibatkan kematian. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dan yuridis empiris, dengan melakukan wawancara terhadap beberapa narasumber. Narasumber dalam penelitian ini yaitu Jaksa Penuntut Umum di Kejaksaan Tinggi Lampung, Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang, dan Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Analisis pengumpulan data dengan studi lapangan dan studi pustaka yang dilakukan secara kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dalam kasus ini, penerapan alasan pembelaan diri oleh pelaku menjadi titik krusial dalam proses penegakan hukum. Majelis hakim tidak bisa menggolongkan kasus ini sebagai pembelaan diri (noodweer) atau pembelaan diri yang melampaui batas (noodweer exces) sebagaimana yang diajukan oleh penasehat hukum dan ahli dari pihak terdakwa, karena menurut pertimbangan hakim, unsur-unsur dari pembelaan diri (noodweer) maupun pembelaan diri yang melampaui batas (noodweer exces) tidak terpenuhi. Saran dalam penelitian ini adalah majelis hakim seharusnya dapat mempertimbangkan Pasal 49 ayat (2) KUHP mengenai pembelaan terpaksa yang melampaui batas. Majelis hakim juga dapat mempertimbangkan menggunakan hati nurani terkait Pasal 49 ayat (2) tentang pembelaan terpaksa melampaui batas, karena tindakan terdakwa didorong oleh keadaan yang menekan sehingga mengakibatkan hilangnya kendali dan tindakan tersebut juga bukan sepenuhnya kesalahan dari terdakwa. Selain itu, pentingnya aparat penegak hukum untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang batasan-batasan pembelaan diri agar tindakan kekerasan tidak mudah dibenarkan dengan alasan yang tidak tepat. Kata Kunci: Penegakan Hukum, Tindak Pidana Penganiayaan, Pembelaan Diri Criminal acts that result in death often trigger debate regarding the application of the law, especially when the perpetrator claims the act was a form of self -defense as stated in Decision Number: 1054/Pid.B/2022/PN Tjk, where the defendant committed a criminal act that resulted in the loss of a person's life. other. Self defense (noodweer) and excessive self-defense (noodweer excesses) are rights recognized in criminal law to protect oneself, other people and property from attacks that could be dangerous, but this reason is often misused by perpetrators of criminal acts. The aim of this research is to assess whether the application of the law in this decision is in accordance with the principles of justice and applicable laws and regulations and to examine how judges apply the law in cases of selfdefense that result in death. This research uses normative juridical and empirical juridical methods, by conducting interviews with several sources. The resource persons in this research were the Public Prosecutor at the Lampung High Prosecutor's Office, the Tanjung Karang District Court Judge, and a Lecturer in the Criminal Law Department, Faculty of Law, University of Lampung. Analysis of data collection using field studies and literature studies carried out qualitatively. Based on the results of the research and discussion in this case, the application of self-defense by the perpetrator is a crucial point in the law enforcement process. The panel of judges could not classify this case as noodweer or noodweer exces as proposed by the defendant's legal advisors and experts, because according to the judge's consideration, the elements of noodweer and noodweer excesses is not fulfilled. The suggestion in this research is that the panel of judges should be able to consider Article 49 paragraph (2) of the Criminal Code regarding forced defense that exceeds the limit. The panel of judges may consider using their conscience regarding Article 49 paragraph (2) regarding the defense of being forced to go beyond limits, because the defendant's actions were driven by pressing circumstances that resulted in a loss of control. Apart from that, it is also important for law enforcement officials to increase public understanding of the limits of self defense so that acts of violence are not easily justified for inappropriate reasons. Keywords: Law Enforcement, Criminal Acts of Assault, Noodweer.
Jenis Karya Akhir: | Skripsi |
---|---|
Subyek: | 300 Ilmu sosial 300 Ilmu sosial > 340 Ilmu hukum 300 Ilmu sosial > 340 Ilmu hukum > 345 Hukum pidana |
Program Studi: | Fakultas Hukum > Prodi Ilmu Hukum S1 |
Pengguna Deposit: | 2308656017 . Digilib |
Date Deposited: | 07 Feb 2025 07:54 |
Terakhir diubah: | 07 Feb 2025 07:54 |
URI: | http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/82458 |
Actions (login required)
![]() |
Lihat Karya Akhir |