Intan , Ulifiarani (2025) PERAN ADVOKAT DALAM PROSES UPAYA BANDING TERHADAP PELAKU TANPA HAK DAN MELAWAN HUKUM MELAKUKAN PEMUFAKATAN JAHAT MENERIMA NARKOTIKA GOLONGAN I BUKAN TANAMAN. FAKULTAS HUKUM, UNIVERSITAS LAMPUNG.
|
File PDF
1. ABSTRAK.pdf Download (72Kb) | Preview |
|
![]() |
File PDF
2. SKRIPSI FULL.pdf Restricted to Hanya staf Download (1751Kb) | Minta salinan |
|
|
File PDF
3. SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf Download (1753Kb) | Preview |
Abstrak (Berisi Bastraknya saja, Judul dan Nama Tidak Boleh di Masukan)
Advokat dapat diartikan sebagai seseorang yang mana memiliki hak untuk dapat membela satu orang ataupun sekelompok orang yang memerlukan suatu pembelaan hukum. Akan tetapi, dalam pemenuhan haknya untuk melakukan penanganan terhadap kasus narkotika, Advokat seringkali menghadapi tantangan dalam penanganan kasus narkotika pada tingkatan banding. Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah peran advokat dalam proses upaya banding terhadap pelaku tanpa hak dan melawan hukum melakukan pemufakatan jahat menerima narkotika golongan I bukan tanaman dalam Putusan Nomor 29/Pid.Sus/2024/PT TJK, Faktor penghambat yang dihadapi oleh advokat dalam memperjuangkan upaya banding dalam kasus-kasus pidana yang melibatkan narkotika. Penelitian dilakukan dengan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris yang dapat diartikan pendekatan yuridis normatif. Hasil penelitian bahwasanya Peranan advokat secara normatif dalam proses upaya banding untuk memastikan hak-hak terdakwa terlindungi, membantu mengajukan banding, dan memberikan pembelaan atas putusan pengadilan tingkat pertama yang dianggap tidak adil atau salah. Peranan advokat secara ideal dapat memberikan pembelaan yang komprehensif dan objektif seperti pada konteks proses banding, advokat harus mempresentasikan argumen yang jelas, berbasis pada hukum dan fakta, untuk menunjukkan bahwa putusan pengadilan tingkat pertama tidak sah atau tidak adil. Peran faktual Advokat ialah mendampingi klien pada setiap tingkatan peradilan terkhususnya tingkat banding dengan penuh kebijaksanaan dan perbuatan oleh kliennya yang terjerat kasus pemufakatan jahat dalam narkotika seperti pada putusan Nomor 29/PID.SUS/2024/PT. TJK. Faktor penghambat dari segi undang-undang dalam proses upaya bandingyang berkaitan dengan tindak pidana narkotika bersifat sangat ketat, sehingga hakim bisa memiliki keterbatasan dalam memberikan pertimbangan lebih lanjut yang berhubungan dengan adanya pemufakatan jahat atau kelalaian dalam penerapan pasal. Faktor penegak hukum beberapa kasus, jaksa, polisi, atau aparat lainnya dapat menghadapi upaya suap atau Intan Ulifiarani intervensi yang menghalangi proses banding yang adil. Ini dapat terjadi di tingkat penegakan hukum, investigasi, bahkan dalam proses pengadilan itu sendiri, yang mengganggu integritas proses hukum. Faktor penghambat dari segi masyarakat, seperti keterbatasan sumber daya dan tekanan waktu, perlu diakui dan diatasi secara kolektif oleh masyarakat hukum dan pembuat kebijakan. Faktor penghambat dari segi sarana dan Prasarana seperti kurangnya kemampuan atau fasilitas untuk mengakses dan memverifikasi bukti digital, termasuk dalam upaya banding seperti pada putusan .Nomor 29/PID.SUS/2024/PT. TJK yang tidak menimbang dan menyentuh alat bukti atau barang bukti elektronik. Faktor penghambat dari segi budaya dengan berkembangnya stigma masyarakat atau bahkan aparat penegak hukum mungkin cenderung berpikir bahwa pelaku narkotika harus dihukum berat tanpa mempertimbangkan pembelaan atau alasan yang mungkin ada di balik tindakannya. Saran yang dapat penulis berikan ialah Advokat sebaiknya pada proses banding di pengadilan dalam membela klien pemufakatan jahat narkotika sebaiknya dapat berfokus kepada upaya-upaya untuk melakukan koreksi atau meninjau kembali keputusan pengadilan tingkat pertama, baik dari segi fakta, bukti maupun penerapan hukum yang dikenakan kepada pelaku pemufakatan jahat menerima narkotika golongan 1 baik dari segi normatif, ideal dan faktual. Dan Aparat penegak hukum dapat menggunakan sarana dan Prasarana yang memadai untuk mengakses dan memverifikasi bukti digital, sehingga menghambatan pada jalannya proses hukum, termasuk dalam upaya banding seperti pada putusan Nomor 29/PID.SUS/2024/PT. TJK yang tidak menimbang dan menyentuh alat bukti atau barang bukti elektronik dapat perbaiki untuk mempercepat proses peradilan. Kata kunci: Advokat, Banding, Pemufakatan Jahat. An advocate can be defined as a person who has the right to defend an individual or a group in need of legal representation. However, in handling narcotics cases, advocates often face challenges, especially at the appeal stage. This research addresses the issues of how advocates play a role in the appeal process against perpetrators who illegally and unlawfully conspire to receive Class I non-plant narcotics in Decision No. 29/Pid.Sus/2024/PT TJK and what obstacles they encounter in advocating for appeals in criminal cases involving narcotics. This study employs a normative and empirical juridical approach, focusing on normative juridical analysis. The research findings indicate that, normatively, the role of advocates in the appeal process is to ensure the defendant’s rights are protected, assist in filing an appeal, and provide a defense against a first-instance court decision that is deemed unfair or incorrect. Ideally, advocates should provide a comprehensive and objective defense, particularly in the appeal process, by presenting clear legal and factual arguments to demonstrate that the first-instance court’s decision is invalid or unjust. Factually, advocates accompany clients at every stage of the judicial process, especially at the appeal level, with wisdom and professionalism, particularly when dealing with clients involved in narcotics conspiracy cases, as in Decision No. 29/PID.SUS/2024/PT. TJK. Several obstacles hinder the appeal process in narcotics-related cases. From a legal perspective, the strict regulations concerning narcotics crimes may limit judges’ ability to reconsider certain aspects of conspiracy or negligence in the application of legal provisions. From a law enforcement perspective, prosecutors, police officers, or other authorities may face bribery attempts or external interventions that obstruct a fair appeal process, Intan Ulifiarani potentially affecting investigations and court proceedings and compromising the integrity of the judicial process. Socially, resource limitations and time constraints pose challenges that must be collectively addressed by the legal community and policymakers. From an infrastructure standpoint, inadequate facilities for accessing and verifying digital evidence hinder the appeal process, as seen in Decision No. 29/PID.SUS/2024/PT. TJK, where electronic evidence was not adequately considered. Additionally, cultural factors, including societal and even law enforcement biases, may lead to a tendency to impose harsh punishments on narcotics offenders without considering possible defenses or mitigating circumstances. The author recommends that advocates focus on efforts to review or correct first-instance court decisions in the appeal process by thoroughly examining the facts, evidence, and legal applications imposed on individuals convicted of narcotics conspiracy. This should be done from normative, ideal, and factual perspectives. Additionally, law enforcement agencies should utilize adequate facilities to access and verify digital evidence, ensuring that obstacles in the legal process-such as the failure to consider electronic evidence in Decision No. 29/PID.SUS/2024/PT. TJK can be addressed to expedite judicial proceedings. Keywords: Advocate, Appeal, Criminal Conspiracy.
Jenis Karya Akhir: | Skripsi |
---|---|
Subyek: | 300 Ilmu sosial > 340 Ilmu hukum |
Program Studi: | Fakultas Hukum > Prodi Ilmu Hukum S1 |
Pengguna Deposit: | 2308131231 . Digilib |
Date Deposited: | 11 Feb 2025 03:37 |
Terakhir diubah: | 11 Feb 2025 03:37 |
URI: | http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/82744 |
Actions (login required)
![]() |
Lihat Karya Akhir |