Uga Azziza, Tuttaqwiyah (2025) PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU PEMBUATAN LAPORAN PALSU (Studi Putusan No 110/Pid.B/2023/PN.Gdt ). FAKULTAS HUKUM, universitas lampung.
|
File PDF
1. ABSTRAK.pdf Download (23Kb) | Preview |
|
![]() |
File PDF
2. SKRIPSI FULL.pdf Restricted to Hanya staf Download (1592Kb) | Minta salinan |
|
|
File PDF
3. SKRIPSI TANPA PEMABAHASAN.pdf Download (1757Kb) | Preview |
Abstrak (Berisi Bastraknya saja, Judul dan Nama Tidak Boleh di Masukan)
Pertanggungjawaban pidana pelaku pembuatan laporan palsu merupakan isu penting dalam penegakan hukum untuk menjamin keadilan dan kepastian hukum. Laporan palsu, yang bertujuan menyampaikan informasi tidak benar dengan berbagai motif seperti mengelabui penegak hukum atau mendapatkan keuntungan pribadi, memiliki dampak negatif bagi individu, masyarakat, dan negara. Studi ini mengkaji kasus laporan palsu dalam Putusan Pengadilan Negeri Gedong Tataan Nomor 110/Pid.B/2023/PN Gdt, di mana terdakwa terbukti bersalah melanggar Pasal 220 KUHP karena melaporkan peristiwa pencurian yang tidak pernah terjadi. Penelitian ini membahas faktor penyebab pelaku membuat laporan palsu, fakta- fakta hukum yang terungkap, serta pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana penjara 6 bulan. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan empiris. Narasumber yang terlibat dalam penelitian ini adalah Hakim Pengadilan Negeri Gedong Tataan ,dan Dosen Bagian hukum Pidana Universitas Lampung. Data primer penelitian ini dikumpulkan melalui wawancara dengan narasumber. Wawancara memungkinkan peneliti untuk menggali informasi dan perpektif yang mendalam dari para ahli. Hasil dari penelitian ini menunjukkan : Bahwa Pertanggungjawaban pidana atas laporan palsu dalam Pasal 220 KUHP bertujuan mencegah manipulasi hukum dan menjaga integritas peradilan. Elemen utamanya adalah kesengajaan (mens rea) dan dampak perbuatan (actus reus), di mana pelaku harus sadar bahwa laporannya tidak berdasar fakta dan merugikan. Putusan Nomor 110/Pid.B/2023/PN.Gdt menegaskan pentingnya pembuktian niat jahat dan dampaknya terhadap korban serta hukum. Prinsip ultimum remedium memastikan sanksi yang proporsional untuk memulihkan keadilan dan mencegah kasus serupa. Dalam kasus laporan palsu yang diputuskan melalui Putusan Nomor 110/Pid.B/2023/PN.Gdt, hakim menggunakan pertimbangan yuridis, sosiologis, dan filosofis untuk memastikan keadilan substantif, kepastian hukum, serta kemanfaatan hukum. Terdakwa, Novki Sapta Rizki, terbukti secara sengaja membuat laporan palsu tentang pembegalan yang tidak pernah terjadi dengan tujuan menutupi tindakannya menjual laptop untuk membayar utang. Perbuatan ini memenuhi unsur tindak pidana Pasal 220 KUHP karena adanya kesengajaan dan niat buruk untuk menyesatkan aparat hukum. Dalam menjatuhkan pidana enam bulan penjara, hakim menilai tidak ada alasan pemaaf atau pembenar yang sah, sehingga terdakwa bertanggung jawab penuh atas perbuatannya. Hakim juga mempertimbangkan faktor meringankan, seperti pengakuan kesalahan, permintaan maaf, dan janji untuk tidak mengulangi perbuatannya, serta faktor pemberat berupa kerugian waktu dan sumber daya aparat penegak hukum. Pendekatan ini mencerminkan keseimbangan antara penghukuman dan rehabilitasi, sejalan dengan prinsip keadilan masyarakat sebagaimana diatur dalam UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Namun, ancaman pidana dalam KUHP lama masih tergolong ringan. Jika mengacu pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023, pendekatan alternatif seperti denda atau pidana kerja sosial dapat menjadi solusi lebih adaptif dalam menyeimbangkan keadilan, efek jera, dan pemulihan dampak sosial bagi tindak pidana dengan ancaman hukuman di bawah lima tahun. Saran dari penelitian ini adalah : Sebaiknya penegakan hukum pada Pasal 220 KUHP perlu memperhatikan unsur kesengajaan dan niat buruk, dengan mengedepankan prinsip ultimum remedium. Edukasi hukum bagi masyarakat penting untuk mencegah laporan palsu, disertai penegakan hukum yang tegas dan adil demi menjaga integritas proses hukum.Dan dalam kasus laporan palsu, hakim disarankan menerapkan pidana alternatif seperti denda atau kerja sosial sesuai UU No. 1 Tahun 2023 tentang KUHP, selaras dengan keadilan restoratif. Penegakan hukum harus mempertimbangkan proporsionalitas, efek jera, dan rehabilitasi, serta disertai edukasi hukum untuk mencegah kasus serupa. kata kunci : Pertanggungjawaban Pidana, Pertimbangan Hakim, Laporan Palsu Criminal responsibility of perpetrators of making false reports is an important issue in law enforcement to ensure justice and legal certainty. False reports, which aim to convey false information with various motives such as deceiving law enforcement or gaining personal gain, have negative impacts on individuals, society, and the state. This study examines the case of false reports in the Gedong Tataan District Court Decision Number 110/Pid.B/2023/PN Gdt, where the defendant was found guilty of violating Article 220 of the Criminal Code for reporting a theft that never happened. This study discusses the factors causing the perpetrators to make false reports, the legal facts revealed, and the judge's considerations in imposing a 6-month prison sentence. This study uses a normative and empirical legal approach. The sources involved in this study were the Judge of the Gedong Tataan District Court and Lecturers in the Criminal Law Department of the University of Lampung. The primary data of this study were collected through interviews with the sources. Interviews allowed researchers to dig up in-depth information and perspectives from experts. The results of this study indicate: That criminal liability for false reports in Article 220 of the Criminal Code aims to prevent legal manipulation and maintain the integrity of the judiciary. The main elements are intent (mens rea) and the impact of the act (actus reus), where the perpetrator must be aware that his report is not based on facts and is detrimental. Decision Number 110 / Pid.B / 2023 / PN.Gdt emphasizes the importance of proving malicious intent and its impact on victims and the law. The principle of ultimum remedium ensures proportionate sanctions to restore justice and prevent similar cases. In the case of false reports decided through Decision Number 110 / Pid.B / 2023 / PN.Gdt, the judge used legal, sociological, and philosophical considerations to ensure substantive justice, legal certainty, and legal benefits. The defendant, Novki Sapta Rizki, was proven to have intentionally made a false report about a robbery that never happened with the aim of covering up his action of selling a laptop to pay off a debt. This act fulfills the elements of a criminal act under Article 220 of the Criminal Code because of the deliberate and bad intention to mislead law enforcement officers. In sentencing him to six months in prison, the judge considered that there was no legitimate excuse or justification, so the defendant was fully responsible for his actions. The judge also considered mitigating factors, such as an admission of guilt, an apology, and a promise not to repeat his actions, as well as aggravating factors in the form of loss of time and resources for law enforcement officers. This approach reflects a balance between punishment and rehabilitation, in line with the principle of social justice as stipulated in Law No. 48 of 2009 concerning Judicial Power. However, the criminal threat in the old Criminal Code was still relatively light. Referring to Law Number 1 of 2023, alternative approaches such as fines or community service can be a more adaptive solution in balancing justice, deterrent effects, and social impact recovery for criminal acts with a sentence of less than five years. The suggestion from this study is: Law enforcement in Article 220 of the Criminal Code should pay attention to the elements of intent and bad intentions, by prioritizing the principle of ultimum remedium. Legal education for the community is important to prevent false reports, accompanied by firm and fair law enforcement in order to maintain the integrity of the legal process. And in cases of false reports, judges are advised to apply alternative punishments such as fines or community service in accordance with Law Number 1 of 2023 concerning the Criminal Code, in line with restorative justice. Law enforcement must consider proportionality, deterrent effects, and rehabilitation, as well as be accompanied by legal education to prevent similar cases. Keywords: Criminal Liability, Judge's Considerations, False Reports
Jenis Karya Akhir: | Skripsi |
---|---|
Subyek: | 300 Ilmu sosial > 340 Ilmu hukum > 345 Hukum pidana |
Program Studi: | Fakultas Hukum > Prodi Ilmu Hukum S1 |
Pengguna Deposit: | 2308238953 . Digilib |
Date Deposited: | 14 Feb 2025 02:37 |
Terakhir diubah: | 14 Feb 2025 02:37 |
URI: | http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/83490 |
Actions (login required)
![]() |
Lihat Karya Akhir |