TINJAUAN YURIDIS TINDAKAN SITA EKSEKUSI HARTA BENDA TERPIDANA KORUPSI YANG DIPEROLEH BUKAN DARI KEJAHATAN UNTUK MEMBAYAR UANG PENGGANTI

Japriyanto, Japriyanto (2024) TINJAUAN YURIDIS TINDAKAN SITA EKSEKUSI HARTA BENDA TERPIDANA KORUPSI YANG DIPEROLEH BUKAN DARI KEJAHATAN UNTUK MEMBAYAR UANG PENGGANTI. Masters thesis, UNIVERSITAS LAMPUNG.

[img]
Preview
File PDF
ABSTRAK - Mahasiswa Unila.pdf

Download (164Kb) | Preview
[img] File PDF
TESIS FULL - Mahasiswa Unila.pdf
Restricted to Hanya staf

Download (1313Kb) | Minta salinan
[img]
Preview
File PDF
TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN - Mahasiswa Unila.pdf

Download (1061Kb) | Preview

Abstrak (Berisi Bastraknya saja, Judul dan Nama Tidak Boleh di Masukan)

Perampasan aset tanpa tuntutan pidana memberikan peluang bagi negara untuk mengamankan dan mengelola aset sehingga nilainya tetap terjaga, yang membuat pengembalian kerugian keuangan negara lebih efektif. Tesis ini bertujuan menganalisis tinjauan yuridis terhadap tindakan sita eksekusi harta terpidana korupsi yang diperoleh bukan dari kejahatan untuk membayar uang pengganti, serta mendeskripsikan idealnya proses sita eksekusi dan pelelangan harta benda pelaku korupsi untuk menutupi uang pengganti. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif, pendekatan perundang-undangan (Statue Approach) dan pendekatan yuridis empiris. Cara pendekatan metode ini dengan menggunakan landasan yang berupa ketentuan- ketentuan dan peraturan-peraturan hukum, legislasi dan regulasi kenyataan fakta yang didapat secara objektif di lapangan dalam memilih dan membahas permasalahan yang ada. Penulis menggunakan dua rumusan masalah yaitu Bagaimanakah ketentuan mengenai pelaksanaan pembayaran uang pengganti yang diperoleh dari harta terpidana dan bagaimanakah pelaksanaan sita eksekusi terhadap harta benda yang bukan dari kejahatan sebagaimana dalam perkara No. 6/Pid.Sus/2020/PN Tjk. Hasil tesis ini menunjukkan bahwa mekanisme perampasan dan pengelolaan aset hasil tindak pidana korupsi dapat dilakukan melalui dua cara; pertama, secara pidana melalui putusan pengadilan berdasarkan Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi yang menyatakan perampasan aset sebagai sanksi pidana tambahan. Kedua, melalui hukum perdata dengan mengajukan gugatan berdasarkan Pasal 32, 33, 34, dan 38c Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Penyitaan dapat bersinggungan dengan hak milik individu, jika dilakukan dengan bukti yang kuat dan sesuai dengan hukum, tindakan ini dapat dibenarkan. Saran dari penulis adalah agar penegak hukum dan eksekutor uang pengganti memaksimalkan penyitaan harta terpidana dengan melacak asal-usul harta, baik milik sendiri maupun keluarga, melalui koordinasi dengan instansi terkait. Diharapkan adanya aturan khusus untuk pelaksanaan Pasal 18 UU PTPK yang berlaku bagi seluruh Aparat Penegak Hukum. Kata kunci : Perampasan Aset, Kerugian Negara, Penyitaan. Asset forfeiture without criminal charges provides an opportunity for the state to secure and manage assets so that their value is maintained, which makes the recovery of state financial losses more effective. This thesis aims to analyze the juridical review of the confiscation of assets of convicted corruptors obtained not from crime to pay restitution, and describe the ideal process of confiscation of execution and auction of property of corruptors to cover restitution. The methods used in this research are Normative Juridical, statutory approach and Empirical Juridical approach. The approach to this method uses a basis in the form of legal provisions and regulations, legislation and regulations, facts obtained objectively in the field in selecting and discussing existing problems. The author uses two problem formulations, namely. What are the provisions regarding the implementation of the payment of compensation money obtained from the convict's assets and how are confiscation executions carried out on assets that are not the result of a crime as in case No. 6/Pid.Sus/2020/PN Tjk. The results of this thesis show that the mechanism of seizure and management of assets resulting from corruption can be done in two ways: first, criminally through a court decision based on Article 18 paragraph (1) of the Anti- Corruption Law which states asset forfeiture as an additional criminal sanction. Second, through civil law by filing a lawsuit based on Articles 32, 33, 34, and 38c of the Anti-Corruption Law. Confiscation can intersect with individual property rights, if carried out with evidence that is individual property rights, if done with strong evidence and in accordance with the law, this action can be justified. The author's suggestion is that law enforcers and executors of restitution maximize the confiscation of convicted assets by tracing the origin of assets, both personal and family, through coordination with relevant agencies. It is hoped that there will be special rules for the implementation of Article 18 of the PTPK Law that apply to all Law Enforcement Officials. Keywords: Asset Forfeiture, State Losses, Confiscation

Jenis Karya Akhir: Tesis (Masters)
Subyek: 300 Ilmu sosial > 340 Ilmu hukum
300 Ilmu sosial > 340 Ilmu hukum > 345 Hukum pidana
Program Studi: Fakultas Hukum > Magister Hukum S2
Pengguna Deposit: UPT . Dito Nipati
Date Deposited: 19 Feb 2025 04:20
Terakhir diubah: 19 Feb 2025 04:20
URI: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/84512

Actions (login required)

Lihat Karya Akhir Lihat Karya Akhir