ANALISIS DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI PEMBERIAN INFAQ SEBAGAI SARANA MASUK PERGURUAN TINGGI (Studi Putusan Perkara Nomor 29/Pid.Sus-TPK/2022/PN Tjk)

Fahira, Balkis (2024) ANALISIS DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI PEMBERIAN INFAQ SEBAGAI SARANA MASUK PERGURUAN TINGGI (Studi Putusan Perkara Nomor 29/Pid.Sus-TPK/2022/PN Tjk). HUKUM, UNIVERSITAS LAMPUNG .

[img]
Preview
File PDF
ABSTRAK FULL - Fahira Balkis.pdf

Download (32Kb) | Preview
[img] File PDF
SKRIPSI FULL - Fahira Balkis.pdf
Restricted to Hanya staf

Download (1843Kb) | Minta salinan
[img]
Preview
File PDF
SKRIPSI TANPA BAB IV - Fahira Balkis.pdf

Download (1645Kb) | Preview

Abstrak (Berisi Bastraknya saja, Judul dan Nama Tidak Boleh di Masukan)

Infaq merupakan kegiatan yang dianjurkan bagi setiap umat Islam. Pemberian infaq dapat menyebabkan masalah hukum apabila terjadi pemenuhan unsur-unsur tindak pidana korupsi. Sebagaimana yang terjadi dalam perkara Nomor 29/Pid.Sus- TPK/2022/PN Tjk. Terdakwa dijerat dengan Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP karena memberikan uang infaq sebesar Rp 250.000.000,00 untuk memasukkan dua keponakannya ke Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Permasalahan pada penelitian ini adalah: Apakah yang menjadi dasar hukum bahwa infaq masuk dalam kategori pemberian suap sehingga dapat dikatakan sebagai kasus tindak pidana korupsi? Apakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap pelaku tindak pidana korupsi pemberian infaq sebagai sarana masuk perguruan tinggi? Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan didukung dengan pendekatan yuridis empiris. Data yang digunakan merupakan data primer dan sekunder. Pengumpulan data berdasarkan studi kepustakaan dan studi lapangan. Serta narasumber terdiri dari Hakim Pengadilan Negeri Kelas 1A Tanjung Karang, Jaksa pada Kejaksaan Tinggi Lampung, Ahli Agama (Ustadz), dan Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif. Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa: Dasar hukum bahwa infaq masuk kategori suap sebenarnya tidak secara resmi diatur dalam undang- undang. Namun, dalam perkara Nomor 29/Pid.Sus-TPK/2022/PN Tjk Terdakwa dijerat dengan Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP. Sehingga, dalam hal ini dasar hukum bahwa infaq masuk dalam kategori suap mengacu pada Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dengan ketentuan apabila semua unsur telah terpenuhi, maka dapat dipastikan bahwa infaq hanyalah penghalusan makna saja untuk melancarkan aksi para oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab. Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku Tindak Pidana Korupsi pemberian infaq sebagai sarana masuk perguruan tinggi dalam Putusan Nomor 29/Pid.Sus-TPK/2022/Pn Tjk yaitu berdasarkan pada aspek yuridis dan non-yuridis. Sehingga Majelis Hakim menjatuhkan pidana kepada Terdakwa dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan 4 (empat) bulan dan denda sejumlah Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 3 (tiga) bulan. Saran dalam penelitian ini: Dasar hukum bahwa infaq masuk dalam kategori korupsi tidak secara resmi diatur dalam peraturan perundang-undang manapun. Kepada hakim harus bertindak tegas kepada pelaku Tindak Pidana Korupsi, karena tindak pidana tersebut sudah menciderai nama Universitas Lampung. Bagi masyarakat yang ingin berinfaq, perlu diketahui tidak semua infaq dapat dikatakan korupsi, tergantung bagaimana niat dari diri masing-masing. Kata Kunci: Pertimbangan Hakim, Korupsi, Infaq Almsgiving (Infaq) is an encouraged activity for every Muslim. However, providing alms can lead to legal issues if the elements of corruption are fulfilled. As occurred in Verdict Number: 29/Pid.Sus-TPK/2022/PN Tjk. The defendant is charged under Article 5 Paragraph (1) of Law Number 20 of 2001 concerning the Eradication of Corruption, in conjunction with Article 55 Paragraph (1) Sub-1 of the Criminal Code, for giving almsgiving (infaq) amounting to IDR 250,000,000.00 to facilitate the admission of two of his nieces into the Faculty of Medicine at the University of Lampung. The issues in this study are: What is the legal basis for considering almsgiving as a form of bribery making it a case of corruption? What is the basis for the judge's considerations in delivering a verdict against the perpetrator of corruption involving almsgiving as a means of entering higher education? The research employs a normative legal approach supported by an empirical legal approach. Both primary and secondary data are utilized. Data collection is based on literature reviews and field studies. The sources of information include Judges from the Tanjung Karang Class 1A District Court, Prosecutors from the Lampung High Prosecutor's Office, religious experts (Ustadz), and Lecturers from the Criminal Law Department of the Faculty of Law at the University of Lampung. The data analysis method employed is qualitative analysis. The results of the research and discussion indicate that: The legal basis considering almsgiving (infaq) as a form of bribery is not officially regulated by law. However, in Verdict Number 29/Pid.Sus-TPK/2022/PN Tjk, the defendant was charged under Article 5 Paragraph (1) of Law Number 20 of 2001 concerning the Eradication of Corruption, in conjunction with Article 55 Paragraph (1) Sub-1 of the Criminal Code. Therefore, in this case, the legal basis for categorizing almsgiving as bribery refers to the Anti-Corruption Law, with the provision that if all elements are fulfilled, it can be ensured that almsgiving is merely a euphemism for facilitating the actions of irresponsible individuals. The basis for the judge's considerations in imposing a sentence on the perpetrator of Corruption, involving the giving of almsgiving as a means of entering higher education, in Verdict Number 29/Pid.Sus-TPK/2022/PN Tjk is based on both juridical and non-juridical aspects. Consequently, the Panel of Judges sentenced the Defendant to imprisonment for 1 (one) year and 4 (four) months, along with a fine of IDR 100,000,000.00 (one hundred million rupiahs), with the provision that if the fine is not paid, it will be replaced with a 3 (three) months imprisonment. Recommendations in this research: The legal basis categorizing almsgiving as corruption is not officially regulated in any legislation. (2) Judges should take decisive actions against perpetrators of corruption, as such criminal acts have already tarnished the reputation of the University of Lampung. For the public intending to make almsgiving, it is important to understand that not all almsgiving can be considered as corruption it depends on the intention of each individual. Keywords: Judge's Considerations, Corruption, Almsgiving

Jenis Karya Akhir: Skripsi
Subyek: 300 Ilmu sosial > 340 Ilmu hukum
Program Studi: Fakultas Hukum > Prodi Ilmu Hukum S1
Pengguna Deposit: . . Yulianti
Date Deposited: 21 Feb 2025 05:10
Terakhir diubah: 21 Feb 2025 05:10
URI: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/84880

Actions (login required)

Lihat Karya Akhir Lihat Karya Akhir