COMPULSORY LICENSING DALAM TRIPS AGREEMENT TERHADAP PRODUK FARMASI DI INDONESIA DALAM RANGKA PEMENUHAN HAK KESEHATAN

Fitri, Rohmadhanita (2024) COMPULSORY LICENSING DALAM TRIPS AGREEMENT TERHADAP PRODUK FARMASI DI INDONESIA DALAM RANGKA PEMENUHAN HAK KESEHATAN. Masters thesis, UNIVERSITAS LAMPUNG.

Preview	File PDF ABSTRAK - fitri rohmadhanita.pdf Download (166Kb) | Preview
	File PDF TESIS FULL-1 - fitri rohmadhanita.pdf Restricted to Hanya staf Download (2004Kb) | Minta salinan
Preview	File PDF TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN - fitri rohmadhanita.pdf Download (1940Kb) | Preview

Abstrak (Berisi Bastraknya saja, Judul dan Nama Tidak Boleh di Masukan)

Tingginya jumlah penderita penyakit HIV/AIDS Indonesia pada tahun 2021 sendiri mencapai 427.201 orang dan harga obat ARV yang dijual dipasar Indonesia mencapai Rp. 404.370,- harga tersebut 200% dari harga pasar internasional dalam kondisi semacam inilah menjadikan negara terbatas dalam mengakses obat tersebut terhambat dikarenakan harga yang cukup tinggi. Selain itu, pada akhir tahun 2019 dengan adanya penemuan virus jenis baru yang dikenal dengan Covid-19 yang ditetapkan menjadi sebuah pandemi global oleh WHO, dan vaksinasi merupakan salah satu alternatif yang dinilai paling efektif untuk menangani Covid-19, akan tetapi salah satu pengembang vaksin melakukan permainan harga vaksin Covid- 19, yang mana pihak moderna melakukan penawaran harga sebesar hingga 16 Dollar Amerika Serikat per-dosis untuk negara Amerika Serikat dan untuk negara lainnya memasarkan dengan harga sebesar 35 Dollar Amerika Serikat. Compulsory licensing yang merupakan prinsip dasar yang tertampung dalam ketentuan Article 31 TRIPs Agreement, dapat digunakan oleh Pemerintah Indonesia untuk memberikan akses obat yang terjangkau bagi masyarakat luas. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis compulsory licensing untuk obat-obatan di Indonesia berdasarkan TRIPs Agreement dan Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Paten oleh Pemerintah untuk Obat Antiviral dan Anti- Retroviral. Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode yuridis normatif dengan menggunakan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier, sedangkan pengumpulan data menggunakan studi pustaka dan data dianalisis dengan metode analisis kualitatif. Penelitian ini menunjukkan bahwa compulsory licensing telah diatur di dalam ketentuan Undang-Undang Paten dengan nama Lisensi-wajib dan Pelaksanaan Paten oleh Pemerintah. Kedua, mekanisme tersebut, sejalan dengan ketentuan yang diatur di dalam ketentuan TRIPs Agreement. Keselarasan yang dapat dilihat antara lain adalah penggunaannya dapat digunakan dan bermanfaat untuk kepentingan masyarakat luas. Upaya Pemerintah Indonesia dalam memenuhi hak kesehatan dan memenuhi kebutuhan obat domestik melalui mekanisme compulsory licensing sendiri dilakukan melalui Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2012 yang dimana dalam ketentuan tersebut Pemerintah yaitu Menteri Kesehatan menunjuk Industri Farmasi sebagai pelaksana paten untuk dan atas nama Pemerintah untuk memproduksi jenis obat generik ARV yaitu Lamivudine, Nevirapine, dan Zidovudine. Upaya nyata lainnya yang ditempuh oleh pemerintah Indonesia antara lain dengan melakukan pengadaan vaksin Covid-19, mengingat Covid-19 dianggap menjadi kondisi yang mengancam jiwa Kesehatan Masyarakat, pada tanggal 29 September 2020 sebanyak 282.724 jiwa masyarakat Indonesia telah terinfeksi penyakit ini, dan dari jumlah tersebut sebanyak 10.601 orang dinyatakan meninggal dunia, sehingga pemerintah Indonesia berupaya melakukan pengadaan vaksin Covid-19 dengan kerjasama internasional dengan Sinovac dan Astrazeneca yang dituangkan dalam Memorandum of Understanding (MoU) yaitu preliminary agreement of purchase and supply of bulk product of Covid-19 vaccine. Kata Kunci : Compulsory Licensing, Hak Kesehatan; Obat; TRIPs Agreement The high number of people living with HIV/AIDS in Indonesia by 2021 alone reached 427.201, and the price of ARV drugs sold on the Indonesian market reached Rs. 404.370. The price is 200% of the international market price under such conditions, which makes the country limited in access to the drugs due to the fairly high price. Besides, by the end of 2019, with the discovery of a new type of virus known as COVID-19, which was declared a global pandemic by the WHO, vaccination was considered one of the most effective alternatives for dealing with COVID-19, but one vaccine developer did a price game for the COVID-19 vaccine, in which the modern party made a price offer of up to 16 US dollars per dose for the United States and for other countries at a target price of 35 US dollars. Compulsory licensing, which is a basic principle contained in the provisions of Article 31 of the TRIPs Agreement, can be used by the Government of Indonesia to provide access to affordable medicines to the general public. This study aims to analyze compulsory licensing for medicines in Indonesia under the Trips Agreements and Presidential Decree No. 76 of 2012 on the Government's Enforcement of Patents for Antiviral and Anti-Retroviral Medicines. The method used in this writing is a normative juridical method with primary, secondary, and tertiary legal materials, while data collection uses literature studies and data analyzed with qualitative analysis methods. This research shows that compulsory licensing has been regulated under the provisions of the Patent Act under the name of Compulsory Licensing and Patent Enforcement by the government. The harmony that can be seen is that its use can be beneficial for the benefit of the wider community. The Government of Indonesia's efforts to fulfill the right to health and meet the needs of domestic medicines through compulsory licensing mechanisms themselves were carried out through Presidential Decree No. 76 of 2012, in which the Government, the Minister of Health, designated the Pharmaceutical Industry as a patent enforcer for and on behalf of the Government to produce generic ARV drugs such as Lamivudine, Nevirapine, and Zidovudine. Other real efforts made by the Indonesian government, including the provision of the COVID-19 vaccine, given that COVID-19 is considered to be a life-threatening condition for public health, on September 29, 2020, as many as 282,724 people in Indonesia have been infected with the disease, and of that number, as many as 10,601 people are dead, so the government of Indonesia is seeking to procure the COVid-19 vaccination in international cooperation with Sinovac and Astrazeneca, which has been cast in the Memorandum of Understanding (MoU), is the preliminary agreement of purchase and supply of bulk product of CVID-19 vaccine. Keyword : Compulsory Licensing, Drugs; Health Rights; TRIPs Agreement

Jenis Karya Akhir:	Tesis (Masters)
Subyek:	300 Ilmu sosial > 340 Ilmu hukum
Program Studi:	Fakultas Hukum > Magister Hukum S2
Pengguna Deposit:	UPT . Dito Nipati
Date Deposited:	21 Feb 2025 08:24
Terakhir diubah:	21 Feb 2025 08:24
URI:	http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/84945

Actions (login required)

Lihat Karya Akhir