ANALISIS YURIDIS KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI ELEKTRONIK DALAM PROSES PERADILAN PIDANA

Rinaldy , Hernandez (2024) ANALISIS YURIDIS KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI ELEKTRONIK DALAM PROSES PERADILAN PIDANA. FAKULTAS HUKUM, UNIVERSITAS LAMPUNG.

[img]
Preview
File PDF
ABSTRAK - 97_Rinaldy Hernandez.pdf

Download (100Kb) | Preview
[img] File PDF
SKRIPSI FULL - 97_Rinaldy Hernandez.pdf
Restricted to Hanya staf

Download (1263Kb) | Minta salinan
[img]
Preview
File PDF
SKRIPSI - 97_Rinaldy Hernandez.pdf

Download (1140Kb) | Preview

Abstrak (Berisi Bastraknya saja, Judul dan Nama Tidak Boleh di Masukan)

Perkembangan teknologi pengetahuan yang pesat menyebabkan perubahan budaya dan tradisi yang ada di Masyarakat, termasuk gejala-gejala masalah sosial seperti tindak kejahatan. Tindak kejahatan yang terjadi dewasa ini dominan meninggalkan alat bukti yang berupa sistem informasi elektronik, dan tak jarang informasi elektronik ini menjadi alat bukti yang di gunakan dalam memutus seseorang bersalah atau tidak. Padahal alat bukti yang berasa dari informasi elektronik atau bisa disebut alat bukti elektronik, seperti dua mata pisau, disatu sisi dapat mempermudah para penegak hukum dalam membuat Keputusan, tetapi disisi lain alat bukti elektronik masih memerlukan regulasi dalam peraturan yang jelas terkait penggunaannya. Permasalahan penelitian ini adalah bagaimana dasar pembuktian sebuah informasi elektronik dapat disajikan dalam proses persidangan, bagaimana kedudukan terkait alat bukti elektronik dalam sistem peradilan pidana dan apa mekanisme yang dilakukan untuk pengecekan dan menjaga orisinalitas alat bukti elektronik? Penelitian ini menggunakan pendektan masalah secara yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif dilakukan untuk memahami persoalan dengan tetap berada atau bersandarkan pada lapangan atau kajian ilmu hukum, sedangkan pendekatan yuridis empiris dilakukan untuk memperoleh kejelasan dan pemahaman dari permasalahan penelitian berdasarkan realitas yang ada atau studi kasus. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang didapatkan dari data Pustaka dan juga data lapangan, Adapun narasumber dalam penelitian ini terdiri dari, Penyidik Unit Cyber Crime POLDA Lampung, Hakim Pengadilan Tinggi Tanjung Karang dan Jaksa Kejaksaan Tinggi Lampung Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan terkait dasar pembuktian informasi elektronik saat ini di dasarkan dengan hadirnya UU No. 19 Tahun 2016 jo UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), tepatnya disebutkan dalam pasal 5 yang berbunyi “ Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah.” Pasal tersebut menjadi dasar utama para penegak hukum untuk menggunakan alat bukti elektronik. Selain itu dasar yang menyebutkan bahwa alat bukti elektronik adalah alat bukti hukum yang sah juga disebutkan dalam beberapa Undang-undang Tindak Pidana Khusus seperti, UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dan UU No. 8 Tahun2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Selanjutnya terkait kedudukan alat bukti elektronik dalam sistem peradilan pidana, hasil wawancara yang sudah saya lakukan semua narasumber bersepakat menyebutkan bahwa alat bukti elektronik adalah alat bukti yang fleksibel dan dapat di klasifikasikan kedalam alat bukti yang tertuang dalam pasal 184 KUHAP yaitu Keterangan saksi; keterangan ahli;surat;petunjuk;keterangan terdakwa. Selanjutnya dalam penelitian yang telah dilakukan juga didapati bahwa mekanisme pengecekan alat bukti elektronik di seitan Lembaga atau instansi masih berbeda dan tidak seragam terkait metode yang dilakukan. Dalam penelitian ini salah satunya di POLDA Lampung menggunakan Metode Common Phase of Computer Forensiks Investigation Models. Adapun Kesimpulan dan saran yang didapat dari penelitian ini sebagai berikut, dasar penggunaan alat bukti elektronik sudah jelas tertuang dalam Undang-undang yang dimana disebutkan pula dalam teori pembuktian yang dianut di Indonesia adalah Negative Weetlijk Theorie, yang dimana dalam teori ini mengungkapkan bahwa penggunaan alat bukti yang sah adalah yang sesuai dan tertuang dalam Undang-undang dan juga di sertai oleh keyakinan hakim. Terkait kedudukan bahwa menurut penulis seharusnya kedudukan alat bukti elektronik ini bukan termasuk kedalam alat bukti yang terdapat dalam pasal 184 KUHAP, melainkan alat bukti elektronik adalah alat bukti yang mandiri dan tambahan alat bukti baru terkait perkembangan informasi dan teknologi dan penulis memberikan saran bahwa dalam revisi UU mendatang harus dimasukkan peraturan yang tegas yang menjelaskan bahwa alat bukti elektronik merupakan alat bukti tambahan atau perluasan bukan alat bukti yang di klasifikasikan kedalam pasal 184 KUHAP. Kesimpulan serta saran yang dapat penulis berikan terkait mekanisme yang tidak seragam, harus dibentuk sebuah aturan yang memuat keseragaman metode yang digunakan seluruh instansi karena penulis menyimpulkan bahwa apabila metode yang di gunakan berbeda maka hasilnya juga tak kala akan berbeda, hasil pemeriksaan yang berbeda akan menyulitkan hakim dalam mengambil Keputusan dan juga akan menyebabkan masalah dalam pembuktian dipersidangan. Kata Kunci: Kekuatan Pembuktian, Alat Bukti Elektronik, Sistem Peradilan Pidana

Jenis Karya Akhir: Skripsi
Subyek: 300 Ilmu sosial > 340 Ilmu hukum
Program Studi: Fakultas Hukum > Prodi Ilmu Hukum S1
Pengguna Deposit: UPT . Siswanti
Date Deposited: 08 Apr 2025 08:33
Terakhir diubah: 08 Apr 2025 08:33
URI: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/85895

Actions (login required)

Lihat Karya Akhir Lihat Karya Akhir