Reza , Nuryana (2025) PENYELESAIAN HUKUM ADAT TERHADAP TRADISI SEBAMBANGAN (KAWIN LARI) DI KOTABUMI LAMPUNG UTARA. FAKULTAS HUKUM, UNIVERSITAS LAMPUNG.
|
File PDF
ABSTRAK.pdf Download (117Kb) | Preview |
|
![]() |
File PDF
SKRIPSI FULL.pdf Restricted to Hanya staf Download (1274Kb) | Minta salinan |
|
|
File PDF
SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf Download (1107Kb) | Preview |
Abstrak (Berisi Bastraknya saja, Judul dan Nama Tidak Boleh di Masukan)
satu bentuk tradisi masyarakat adat Lampung yang masih banyak dilakukan hingga kini. Dalam pelaksanaannya, Sebambangan melibatkan serangkaian tahapan adat yang bertujuan untuk menyatukan mulei dan mekhanai dalam suatu perkawinan melalui proses musyawarah keluarga. Fakta menunjukkan bahwa interaksi antara dua keluarga dalam Sebambangan bersandar pada prosess adat, di mana kesepakatan dicapai melalui musyawarah keluarga sebagai solusi atas berbagai penyimpangan yang mungkin terjadi dalam pelaksanaannya. Permasalahan dalam penelitian ini adalah proses pelaksanaan tradisi Sebambangan di Kotabumi serta bentuk penyelesaian yang diterapkan dalam praktik Sebambangan pada masyarakat Lampung. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum empiris dengan tipe deskriptif, yang bertujuan untuk mendeskripsikan fenomena Sebambangan melalui data primer dan sekunder. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan sosiologis yang mempelajari penerapan hukum adat dalam masyarakat. Data dikumpulkan melalui studi lapangan dengan teknik wawancara dan observasi dengan tokoh adat, sesepuh, serta masyarakat yang terlibat dalam tradisi adat Sebambangan di tiga desa penelitian, yaitu Desa Kampung Baru, Desa Kota Alam, dan Desa Talang Bojong. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Sebambangan merupakan tradisi yang tetap dipertahankan di masyarakat Lampung dengan tahapan adat yang terstruktur. Proses ini diawali dengan pelarian mulei dan mekhanai, diikuti dengan penyampaian Ngatak Salah, musyawarah keluarga, hingga pernikahan resmi. Sebambangan tidak hanya menjadi langkah untuk melanjutkan hubungan ke jenjang pernikahan, tetapi juga menjaga keharmonisan antar keluarga melalui proses adat. Penelitian juga menemukan tradisi ini sering menjadi solusi bagi pasangan yang menghadapi tantangan ekonomi atau perbedaan budaya, karena proses adat memungkinkan adanya kesepakatan yang lebih fleksibel dibandingkan perkawinan adat biasa. Meskipun dalam pelaksanaannya sering muncul perbedaan pendapat, seperti mengenai mahar, status pendidikan, atau latar belakang budaya pasangan, hukum adat menyediakan langkah penyelesaian melalui musyawarah keluarga yang menekankan dialog dan rekonsiliasi. Kata Kunci: Hukum Adat, Mulie dan Mekhanai, Musyawarah Adat, Tradisi Adat Sebambangan, The Sebambangan tradition in Kotabumi, North Lampung Regency, is one of the indigenous traditions of the Lampung community that continues to be practiced today. In its implementation, Sebambangan involves a series of customary stages aimed at uniting the mulei and mekhanai in marriage through family deliberation. The fact shows that the interaction between two families in Sebambangan is based on customary processes, where agreements are reached through family deliberations as a solution to various deviations that may occur in its implementation. Based on this, this study focuses on analyzing the process of implementing the Sebambangan tradition in Kotabumi and how the forms of resolution applied in the practice of Sebambangan within the Lampung community. This study is empirical legal research with a descriptive type, aiming to describe the phenomenon of Sebambangan through primary and secondary data. The approach used is a sociological approach that examines the application of customary law in society. Data were collected through field studies using interview and observation techniques with traditional leaders, elders, and community members involved in the Sebambangan tradition in three research villages: Kampung Baru, Kota Alam, and Talang Bojong. The findings indicate that Sebambangan remains a preserved tradition in the Lampung community, following structured customary stages. The process begins with the elopement of the mulei and mekhanai, followed by the delivery of Ngatak Salah, family deliberation, and finally, an official marriage. Sebambangan is not only a means to continue a relationship into marriage but also serves to maintain harmony between families through customary procedures. The study also found that this tradition often serves as a solution for couples facing economic challenges or cultural differences, as customary processes allow for more flexible agreements compared to conventional customary marriages. Although differences of opinion often arise in its implementation, such as regarding dowry, educational status, or cultural background, customary law provides a resolution through family deliberation, emphasizing dialogue and reconciliation. Keywords: Customary Law, Customary Deliberation, Mulei and Mekhanai Sebambangan Customary Tradition
Jenis Karya Akhir: | Skripsi |
---|---|
Subyek: | 300 Ilmu sosial > 340 Ilmu hukum |
Program Studi: | Fakultas Hukum > Prodi Ilmu Hukum S1 |
Pengguna Deposit: | 2308336062 . Digilib |
Date Deposited: | 17 Apr 2025 07:21 |
Terakhir diubah: | 17 Apr 2025 07:21 |
URI: | http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/86222 |
Actions (login required)
![]() |
Lihat Karya Akhir |