ANALISIS PERANAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM KOORDINASI DAN SUPERVISI TERHADAP INSTANSI YANG BERWENANG MELAKUKAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

0912011337, MUHAMMAD ADITYA PRATAMA PUTRA (2013) ANALISIS PERANAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM KOORDINASI DAN SUPERVISI TERHADAP INSTANSI YANG BERWENANG MELAKUKAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI. Digital Library.

[img]
Preview
File PDF
ABSTRAK.pdf

Download (11Kb) | Preview
[img]
Preview
File PDF
BAB I.pdf

Download (51Kb) | Preview
[img]
Preview
File PDF
BAB II.pdf

Download (39Kb) | Preview
[img]
Preview
File PDF
BAB III.pdf

Download (25Kb) | Preview
[img] File PDF
BAB IV.pdf
Restricted to Hanya pengguna terdaftar

Download (97Kb)
[img]
Preview
File PDF
BAB V.pdf

Download (17Kb) | Preview
[img]
Preview
File PDF
cover.pdf

Download (15Kb) | Preview
[img]
Preview
File PDF
DAFTAR ISI.pdf

Download (7Kb) | Preview
[img]
Preview
File PDF
DAFTAR PUSTAKA.pdf

Download (17Kb) | Preview
[img]
Preview
File PDF
persembahan adit.pdf

Download (32Kb) | Preview

Abstrak (Berisi Bastraknya saja, Judul dan Nama Tidak Boleh di Masukan)

Abstrak Tindak pidana korupsi merupakan tindak pidana luar biasa (extraordinary crime) sehingga penanganannya tidak lagi dapat menggunakan peraturan hukum yang konvensional dengan lembaga/instansi hukum yang konvensional pula dengan demikian dianggap sudah tidak sesuai dan butuh penanganan yang khusus dengan lembaga/instansi hukum yang lebih spesifik dan independen, maka dibuatlah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang mengatur mengenai pembentukan lembaga yang independen dan khusus menangani tindak pidana korupsi yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dalam hal KPK menjalankan fungsi, tugas juga kewenangannya dalam koordinasi dan supervisi, mereka memiliki kedudukan/peranannya dalam masyarakat, di samping itu, dalam menjalankan sebuah peranan dalam koordinasi dan supervisi di masyarakat tentu tidak semudah yang diharapkan dan dalam pelaksanaannya terdapat hambatan-hambatan yang dapat mengganggu pelaksanaan peranan tersebut, seperti pada kasus simulator sim yang mengindikasikan adanya kepentingan dan kekuatan antar instansi didalamnya. Permasalahan yang diperoleh berdasarkan latar belakang tersebut yaitu, bagaimanakah peranan KPK dalam koordinasi dan supervisi terhadap instansi yang berwenang memberantas tindak pidana korupsi dan apakah faktor-faktor yang menjadi penghambat peranan KPK dalam koordinasi dan supervisi terhadap instansi yang berwenang memberantas tindak pidana korupsi. Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan secara yuridis normatif. Yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara melihat dan menelaah peranan dari Komisi Pemberantasan Korupsi ditinjau dari Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi. Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, Muhammad Aditya Pratama Putra yaitu data yang diperoleh dari bahan pustaka, yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier yang kemudian dianalisis secara analisis kualitatif, guna mendapatkan suatu kesimpulan yang memaparkan kenyataan-kenyataan yang diperoleh dari penelitian. Berdasarkan penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa terdapat 4 (empat) klasifikasi peranan KPK terkait kewenangan koordinasi dan supervisi, yaitu peranan ideal, peranan yang seharusnya, peranan yang dianggap oleh diri sendiri dan peranan yang sebenarnya dilakukan, namun, Peranan yang dominan dan harus diterapkan/ditegakkan diantara keempat peranan tersebut adalah peranan yang seharusnya, yaitu berasal dari Undang-Undang KPK yang didalamnya terdapat pengaturan mengenai peranan koordinasi dan supervisi terhadap instansi yang berwenang memberantas tindak pidana korupsi, sehingga bila peranan yang seharusnya ini dijalankan dengan baik dan sesuai ketentuan maka akan tercipta harmonisasi peranan antara KPK dengan penyelenggara negara yang berwenang memberantas korupsi maupun penyelenggara negara lainnya. Terdapat 5 (lima) faktor penghambat peranan KPK terkait kewenangan koordinasi dan supervisi yaitu, faktor hukumnya sendiri (undang-undang), penegak hukumnya, sarana, masyarakat dan kebudayaan, namun faktor yang dominan dan memang nyata terjadi di masyarakat hanyalah faktor penghambat dari hukumnya sendiri yaitu pelemahan KPK dengan mencabut kewenangan penuntutan dan beberapa kewenangan lain dengan merevisi Undang-Undang KPK, juga faktor penghambat dari segi fasilitas yaitu tidak adanya perwakilan KPK di daerah yang dinilai dapat mempermudah koordinasi dan supervisi terhadap kasus di daerah. Adapun saran yang diberikan penulis yaitu menjalankan peranan yang seharusnya (expected role) bagi KPK, yaitu peranan yang memang sudah tercantum dalam Undang-Undang KPK dan menyertakan peranan ideal menurut undang-undang lain juga mendengar peranan ideal menurut pihak lain adalah metode yang tepat agar terciptanya keselarasan antara penyelenggara negara dengan KPK dalam kewenangan koordinasi dan supervisi.

Jenis Karya Akhir: Artikel
Subyek:
Program Studi: Fakultas Hukum > Prodi Ilmu Hukum S1
Pengguna Deposit: IC-STAR . 2015
Date Deposited: 28 Apr 2015 01:58
Terakhir diubah: 28 Apr 2015 01:58
URI: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/8921

Actions (login required)

Lihat Karya Akhir Lihat Karya Akhir