Nabila , Riana Putri (2025) ANALISIS KONFLIK NORMATIF ANTARA PRINSIP NONREFOULEMENT DAN KEPENTINGAN NASIONAL DALAMKASUS PENGUNGSI ROHINGYA DI INDONESIA. Masters thesis, UNIVERSITAS LAMPUNG.
|
File PDF
ABSTRAK.pdf Download (198Kb) | Preview |
|
![]() |
File PDF
TESIS FULL.pdf Restricted to Hanya staf Download (2052Kb) |
|
|
File PDF
TESIS FULL TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf Download (2143Kb) | Preview |
Abstrak (Berisi Bastraknya saja, Judul dan Nama Tidak Boleh di Masukan)
Penelitian ini mengkaji dilema hukum dan kebijakan yang dihadapi Indonesia dalam menyeimbangkan kewajiban internasional terhadap perlindungan pengungsi berdasarkan prinsip non-refoulement dengan kepentingan nasional dalam menjaga stabilitas sosial, ekonomi, dan keamanan. Meningkatnya arus pengungsi dari Bangladesh, termasuk etnis Rohingya, telah menimbulkan tantangan signifikan, khususnya karena Indonesia belum meratifikasi Konvensi 1951 dan Protokol 1967. Dalam konteks ini, sebagian negara bahkan mengklasifikasikan pengungsi asal Myanmar dan Bangladesh sebagai imigran gelap yang pergerakannya dinilai terstruktur dan masif, sehingga menambah tekanan terhadap kebijakan domestik. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis status normatif prinsip non-refoulement dalam hukum internasional serta implikasinya bagi Indonesia, mengkaji penerapannya dalam konteks pengungsi dari Bangladesh dengan mempertimbangkan kedaulatan negara dan ancaman terhadap keamanan nasional, serta merumuskan arah kebijakan yang dapat mengakomodasi tuntutan hukum internasional tanpa mengabaikan kepentingan domestik. Pendekatan yuridis normatif digunakan dengan menelaah instrumen hukum internasional, peraturan perundang-undangan nasional, literatur akademik, serta laporan dari organisasi internasional seperti UNHCR. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prinsip non-refoulement telah diakui sebagai norma jus cogens dalam hukum internasional, yang secara teoretis mengikat semua negara tanpa memandang status ratifikasi. Namun, penerapannya di Indonesia berlangsung secara de facto melalui kerja sama administratif dengan UNHCR, tanpa pengakuan de jure dalam sistem hukum nasional. Meskipun prinsip ini bersifat mengikat secara mutlak, tetap terdapat ruang diskresi bagi negara untuk mempertimbangkan aspek keamanan nasional dan ketertiban umum. Oleh karena itu, pembatasan terhadap prinsip non-refoulement dapat dibenarkan sepanjang dilakukan secara proporsional, dengan tetap menghormati nilai-nilai kemanusiaan sebagaimana diatur dalam kerangka hukum internasional. Kata Kunci: Non Refoulement, Kedaulatan Negara, Keamanan Nasional, Hukum Pengungsi Internasional, Kebijakan Imigrasi. This study examines the legal and policy dilemma faced by Indonesia in balancing its international obligations to protect refugees under the principle of nonrefoulement with its national interests in maintaining social, economic, and security stability. The increasing influx of refugees from Bangladesh, including the Rohingya ethnic group, has posed significant challenges, particularly as Indonesia has not ratified the 1951 Refugee Convention and its 1967 Protocol. In this context, some states classify refugees originating from Myanmar and Bangladesh as illegal migrants whose movements are perceived to be organized and massive, thereby exerting additional pressure on domestic policy. The research aims to analyze the normative status of the non-refoulement principle under international law and its implications for Indonesia, to examine its application in handling refugees from Bangladesh in relation to state sovereignty and national security, and to formulate policy recommendations that reconcile international legal obligations with national interests. A normative juridical method is employed, utilizing international legal instruments, national legislation, academic literature, and reports from international organizations such as UNHCR. The findings indicate that the non-refoulement principle has attained the status of jus cogens under international law, theoretically binding on all states regardless of ratification status. However, its implementation in Indonesia is de facto through administrative cooperation with UNHCR, without de jure incorporation into the national legal framework. Although the principle is considered absolutely binding, states retain discretionary authority to weigh national security and public order considerations. Therefore, limitations on the non-refoulement principle may be justified under international law, provided they are applied proportionally and in accordance with humanitarian principles. Keywords: Non-Refoulement, Rohingya Refugees, State Sovereignty, National Interest, International Law, Indonesia.
Jenis Karya Akhir: | Tesis (Masters) |
---|---|
Subyek: | 300 Ilmu sosial > 340 Ilmu hukum 300 Ilmu sosial > 340 Ilmu hukum > 341 Hukum-hukum negara 300 Ilmu sosial > 340 Ilmu hukum > 345 Hukum pidana |
Program Studi: | FAKULTAS HUKUM (FH) > Prodi S2-Magister Hukum |
Pengguna Deposit: | 2506342534 Digilib |
Date Deposited: | 23 Jun 2025 03:56 |
Terakhir diubah: | 23 Jun 2025 03:56 |
URI: | http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/89403 |
Actions (login required)
![]() |
Lihat Karya Akhir |