0852011200, Ryan Archie (2013) PENERAPAN SISTEM PEMBUKTIAN TERBALIK PADA PROSES PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI. Digital Library.
|
File PDF
ABSTRAK.pdf Download (10Kb) | Preview |
|
|
File PDF
BAB I.pdf Download (103Kb) | Preview |
|
|
File PDF
BAB II.pdf Download (112Kb) | Preview |
|
|
File PDF
BAB III.pdf Download (19Kb) | Preview |
|
File PDF
BAB IV.pdf Restricted to Hanya pengguna terdaftar Download (88Kb) |
||
|
File PDF
BAB V.pdf Download (10Kb) | Preview |
|
|
File PDF
COVER DALAM.pdf Download (14Kb) | Preview |
|
|
File PDF
COVER.pdf Download (16Kb) | Preview |
|
|
File PDF
DAFTAR ISI.pdf Download (39Kb) | Preview |
|
|
File PDF
DAFTAR PUSTAKA.pdf Download (37Kb) | Preview |
|
|
File PDF
MENGESAHKAN.pdf Download (52Kb) | Preview |
|
|
File PDF
MENYETUJUI.pdf Download (40Kb) | Preview |
|
|
File PDF
Motto.pdf Download (67Kb) | Preview |
|
|
File PDF
PERSEMBAHAN.pdf Download (35Kb) | Preview |
|
|
File PDF
RIWAYAT HIDUP.pdf Download (60Kb) | Preview |
|
|
File PDF
Sanwacana.pdf Download (101Kb) | Preview |
Abstrak (Berisi Bastraknya saja, Judul dan Nama Tidak Boleh di Masukan)
Abstrak Tindak pidana korupsi semakin merajalela terjadi yang disertai dengan tidak adanya lagi rasa malu untuk melakukan perbuatan tersebut dikalangan pegawai negeri dan penyelenggara negara, serta semakin tersistematis dan canggihnya perbuatan tersebut Penerapan pembuktian terbalik terhadap tindak pidana korupsi memang di satu pihak akan merugikan terdakwa, karena hak-haknya kurang terlindungi, tetapi di lain pihak hal ini akan membawa kebahagiaan atau kemanfaatan bagi banyak orang, karena dapat mengurangi tindak pidana korupsi yang telah begitu banyak merugikan negara. Permasalahan dalam penelitian ini adalahah bagaimanakah pengaturan sistem pembuktian terbalik di Indonesia dalam perkara tindak pidana korupsi dan bagaimanakah penerapan sistem pembuktian terbalik pada proses perkara tindak pidana korupsi. Untuk menjawab permasalahan, pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif dan didukung denga pendekatan yuridis empiris. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder, pengumpulan data dengan wawancara, studi pustaka, dan studi dokumen. Sedangkan pengolahan data melalui tahap pemeriksaan data, penandaan data, rekonstruksi data, dan sistematisasi data. Data yang sudah diolah kemudian disajikan dalam bentuk uraian, lalu dintreprestasikan atau ditafsirkan untuk dilakukan pembahasan dan dianalisis secara kualitatif, kemudian untuk selanjutkan ditarik suatu kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diketahui bahwa Pengaturan sistem pembuktian terbalik di Indonesia dalam perkara tindak pidana korupsi diatur di dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001. Ketentuan tersebut diatur pada Pasal 37. terhadap pembalikan beban pembuktian, terdakwa mempunyai hak untuk membuktikan bahwa ia tidak melakukan tindak pidana korupsi sehingga jika terdakwa dapat membuktikan bahwa ia tidak melakukan tindak pidana korupsi, maka pembuktian tersebut dipergunakan oleh pengadilan sebagai dasar untuk menyatakan bahwa dakwaan tidak terbukti. Pembalikan beban pembuktian sebagaimana dalam ketentuan UU No. 20 Tahun 2001 dapat dideskripsikan dikenal terhadap kesalahan orang yang diduga keras melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana ketentuan Pasal 12B Ryan Archie dan Pasal 37 UU No. 20 Tahun 2001. Kemudian terhadap kepemilikan harta kekayaan pelaku yang diduga keras merupakan hasil tindak pidana korupsi diatur dalam ketentuan Pasal 37A dan Pasal 38B ayat (2) UU No. 20 Tahun 2001. Penerapan sistem pembuktian terbalik pada proses perkara tindak pidana korupsi sifatnya terbatas. Terbatas disini maksudnya adalah bahwa yang wajib dibuktikan oleh terdakwa hanyalah terbatas pada asal-usul harta kekayaan yang diduga berasal dari tindak pidana. Untuk unsur-unsur lainnya dari tindak pidana tersebut beban pembuktiannya berada di Jaksa Penuntut Umum. Pada prakteknya sistem pembuktian terbalik yang ditetapkan tidak menggunakan asas praduga bersalah secara mutlak, tetapi secara terbatas dan berimbang dimana di satu sisi terdakwa harus membuktikan bahwa harta kekayaannya bukan merupakan hasil tindak pidana dan Jaksa Penuntut Umum juga harus membuktikan tuntutannya. Disarankan adanya perubahan terhadap ketentuan hukum acara pidana di Indonesia karena tampaknya sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan yang terjadi saat ini, dimana secara gamblang dapat kita lihat khususnya mengenai pengaturan mengenai beban pembuktian belum diatur mengenai pembuktian terbalik di dalam ketentuan tersebut sehingga menimbulkan kebingungan dari aparat penegak hukum dalam menerapkan sistem pembuktian terbalik. Kata Kunci: Penerapan, Pembuktian Terbalik, Korupsi
Jenis Karya Akhir: | Artikel |
---|---|
Subyek: | |
Program Studi: | Fakultas Hukum > Prodi Ilmu Hukum S1 |
Pengguna Deposit: | IC-STAR . 2015 |
Date Deposited: | 28 Apr 2015 02:01 |
Terakhir diubah: | 28 Apr 2015 02:01 |
URI: | http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/8991 |
Actions (login required)
Lihat Karya Akhir |