PERLINDUNGAN HUKUM PADA KORBAN PEMERKOSAAN YANG MELAKUKAN ABORTUS PROVOCATUS

0912011162, I GEDE AGUS SETIAWAN (2013) PERLINDUNGAN HUKUM PADA KORBAN PEMERKOSAAN YANG MELAKUKAN ABORTUS PROVOCATUS. Digital Library.

[img]
Preview
File PDF
ABSTRACT.pdf

Download (75Kb) | Preview
[img]
Preview
File PDF
DAFTAR ISI 12345.pdf

Download (76Kb) | Preview
[img]
Preview
File PDF
DAFTAR PUSTAKA.pdf

Download (79Kb) | Preview
[img]
Preview
File PDF
HLM DPN.pdf

Download (5Kb) | Preview
[img]
Preview
File PDF
KOVER.pdf

Download (13Kb) | Preview
[img]
Preview
File PDF
moto.pdf

Download (18Kb) | Preview
[img]
Preview
File PDF
Persembahan.pdf

Download (5Kb) | Preview
[img]
Preview
File PDF
riwayt hidup.pdf

Download (14Kb) | Preview
[img]
Preview
File PDF
SAN WACANA.pdf

Download (11Kb) | Preview
[img]
Preview
File PDF
bab 1 pendahulu.pdf

Download (317Kb) | Preview
[img]
Preview
File PDF
bab II tinjauan pustaka.pdf

Download (293Kb) | Preview
[img]
Preview
File PDF
bab III. METODE PENELITIAN.pdf

Download (88Kb) | Preview
[img] File PDF
bab IV hasil.pdf
Restricted to Hanya pengguna terdaftar

Download (255Kb)
[img]
Preview
File PDF
bab V penutup.pdf

Download (159Kb) | Preview

Abstrak (Berisi Bastraknya saja, Judul dan Nama Tidak Boleh di Masukan)

Abstrak Aborsi atau pengguguran kandungan merupakan suatu masalah yang sangat kontroversi pada saat sekarang ini dimana terdapat pihak yang pro dan kontra atas aborsi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji dari perspektif yuridis tentang bagaimana hukum pidana melalui peraturan perundang-undangan yang ada memberikan perlindungan hukum khususnya terhadap korban perkosaan yang melakukan abortus provocatus. Perempuan korban perkosaan yang kemudian hamil dan memilih aborsi sebagai cara untuk mengakhiri kehamilannya selama ini diposisikan sebagai pelaku tindak pidana aborsi, yang dalam kepustakaan hukum pidana dikenal dengan tindak pidana “pengguguran kandungan” (abortus provocatus). Adapun perlindungan hukum pada korban perkosaan yang melakukan abortus provocatus tersebut ditinjau berdasarkan pengaturan yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berlaku sebagai Lex Generale, dan juga berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang merupakan pengganti UU Kesehatan yang lama, yaitu UU No. 23 Tahun 1992, dan berlaku sebagai Lex Speciale. Untuk mencari dan mendapatkan jawaban atas masalah yang ditunjukan dengan cara mencari data, dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan secara yurudis normatif dan didukung yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan yang dilakukan berdasarkan bahan hukum utama menelaah eberapa hal yang ersifat teoritis berkenaan dengan sekripsi yang sedang dibahas. Pendekatan secara yuridis empiris disebut juga dengan sosiologis dilakukan dengan mengadakan penelitian secara langsung kelapangan. Dari hasil penelitian yang dilakukan pengguguran kandungan yang disengaja (abortus provocatus) dalam Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP) diatur dalam Buku kedua Bab XIV tentang Kejahatan Kesusilaan khususnya Pasal 299, dan Bab XIX Pasal 346 sampai dengan Pasal 349, dan digolongkan ke dalam kejahatan terhadap nyawa. pasal-pasal dalam KUHP tersebut, tampaklah KUHP tidak membolehkan suatu abortus provocatus di Indonesia. KUHP tidak melegalkan abortus provocatus tanpa kecuali. Bahkan abortus provocatus medicalis atau abortus provocatus the rapeuticus pun dilarang, termasuk di dalamnya adalah abortus provocatus yang dilakukan oleh perempuan korban perkosaan. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang menggantikan undang-undang kesehatan sebelumnya yaitu Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992, melalui Pasal 75,76, dan Pasal 77 memberikan penegasan mengenai pengaturan pengguguran kandungan (abortus provocatus). Saran dari penulis adalah perlu dirumuskan secara eksplisit di dalam Peraturan Pemerintah. Untuk itu perlu segera diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) sebagai peraturan pelaksana dari UU No. 36 Tahun 2009 yang mengatur tentang tata cara pelaksanaan aborsi bagi korban perkosaan, Perlu melakukan revisi terhadap UU No. 36 Tahun 2009, khususnya beberapa pasal yang terkait dengan penentuan usia maksimal janin sebagai akibat perkosaan yang boleh diaborsi. Menurut Pasal 76 huruf a UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan kerjasama dari berbagai pihak yang terkait dalam hal memastikan, bahwa proses pelaksanaan aborsi secara sah tidak memberikan trauma kedua kalinya kepada para korban perkosaan, dan tidak membebankan sehingga mungkin mencegah sebagian besar korban, terutama mereka yang tinggal di komunitas miskin, termarginalisasi dan terpencil, untuk mengakses pelaksanaan layanan-layanan aborsi yang aman.

Jenis Karya Akhir: Artikel
Subyek:
Program Studi: Fakultas Hukum > Prodi Ilmu Hukum S1
Pengguna Deposit: IC-STAR . 2015
Date Deposited: 28 Apr 2015 02:04
Terakhir diubah: 28 Apr 2015 02:04
URI: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/9020

Actions (login required)

Lihat Karya Akhir Lihat Karya Akhir