Sharla Martiza , Maulana P. (2025) ANALISIS KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENANGKAPAN DAN PERDAGANGAN SATWA LIAR SECARA ILEGAL DI PROVINSI LAMPUNG. FAKULTAS HUKUM, UNIVERSITAS LAMPUNG.
|
File PDF
ABSTRAK.pdf Download (306Kb) | Preview |
|
![]() |
File PDF
SKRIPSI FULL TANPA LAMPIRAN.pdf Restricted to Hanya staf Download (2829Kb) | Minta salinan |
|
|
File PDF
SKRIPSI FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf Download (2720Kb) | Preview |
Abstrak (Berisi Bastraknya saja, Judul dan Nama Tidak Boleh di Masukan)
Penangkapan dan Perdagangan Satwa Liar secara Ilegal merupakan bentuk kejahatan lingkungan yang mencakup penangkapan, perburuan, pengangkutan hingga perdagangan satwa liar yang dilakukan tanpa izin yang sah dari pihak yang berwenang dan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Provinsi lampung menjadi salah satu wilayah dengan tingkat kasus tertinggi di Indonesia mengingat posisinya yang strategis sebagai jalur transit antar pulau serta kekayaan keanekaragaman hayatinya. Permasalahan dalam penelitian ini mengenai faktorfaktor penyebab terjadinya kejahatan penangkapan dan perdagangan satwa liar secara ilegal di Provinsi Lampung dan upaya penanggulangan kejahatan penangkapan dan perdagangan satwa liar secara ilegal di Provinsi Lampung. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif digunakan untuk mengkaji data sekunder berupa peraturan perundang-undangan, doktrin, dan penelitian terdahulu. Sedangkan pendekatan yuridis empiris digunakan untuk menggambarkan implikasi hukum di lapangan melalui data primer yang bersumber dari hasil wawancara dengan narasumber terkait. Keseluruhan data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan analisis interaktif serta penafsiran hukum untuk menarik kesimpulan secara kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, ditemukan bahwa faktor penyebab terjadinya kejahatan penangkapan dan perdagangan satwa liar secara ilegal di Provinsi Lampung antara lain faktor ekonomi, lingkungan, hobi atau hiburan, sosial budaya, dan pendidikan. Upaya penanggulangan yang dilakukan terhadap kejahatan penangkapan dan perdagangan satwa liar secara ilegal di Provinsi Lampung oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) SKW III Lampung-Bengkulu dan Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Lampung melalui pendekatan represif (penal) dan preventif (non-penal). Pendekatan represif oleh Polda Lampung mencakup penegakan hukum, operasi khusus, patroli siber, serta menjalin kerja sama lintas lembaga. Pendekatan represif oleh BKSDA mencakup penegakan hukum formal melalui kerja sama dengan kepolisian dan penegak hukum kehutanan (represif justicia), serta tindakan langsung terhadap pelaku pemeliharaan atau penjualan satwa liar (represif non-justicia). Dalam pendekatan preventif non-penal, Polda Lampung melaksanakan sosialisasi hukum, kegiatan edukatif, dukungan terhadap program konservasi, kolaborasi dengan berbagai pihak, pelibatan masyarakat dalam pengawasan, serta peningkatan pengawasan dan penegakan hukum. Adapun upaya yang dilakukan oleh BKSDA yaitu melakukan pengawasan di pelabuhan dan bandara, patroli rutin, kampanye dan edukasi, koordinasi antar-instansi, serta pengembangan sistem call center. Adapun saran yang dapat penulis sampaikan yaitu Polda Lampung sebaiknya memprioritaskan pengungkapan jaringan pemodal dan pelaku utama pada kejahatan satwa liar ini serta memperkuat koordinasi antar instansi dan pihak akademisi agar penegakan hukum lebih terarah dan optimal. Selanjutnya, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Lampung perlu melakukan pengawasan keberlanjutan seperti patroli secara rutin di wilayah-wilayah rawan perburuan satwa liar dan membentuk kelompok pengawasan berbasis masyarakat untuk meningkatkan pengawasan. Selain itu, program pemberdayaan ekonomi masyarakat sekitar kawasan hutan perlu disusun agar masyarakat tidak bergantung pada aktivitas ilegal. Selain itu, masyarakat perlu diberikan pemahaman terkait pentingnya menjaga ekosistem serta risiko hukum bagi pelaku kejahatan satwa liar, melalui pendekatan sosial, adat, maupun pendidikan yang relevan. Kata Kunci: Kriminologi, Penangkapan dan Perdagangan Ilegal, Satwa Liar Illegal wildlife capture and trade is a form of environmental crime that involves the capture, hunting, transportation, and trade of wildlife without proper authorization from relevant authorities, in violation of existing laws and regulations. Lampung Province has become one of the regions with the highest number of such cases in Indonesia, due to its strategic location as an inter-island transit point and its rich biodiversity. This study examines the factors contributing to illegal wildlife capture and trade in Lampung Province and efforts to overcome the crime of illegal capture and trade of wild animals in Lampung Province. The research method used in this study is a normative juridical approach, supported by an empirical juridical approach. The normative juridical approach is used to examine secondary data in the form of laws and regulations, doctrines, and previous research. The empirical juridical approach is used to describe the application of the law in the field through primary data sourced from interviews with relevant sources. All the data obtained was then analyzed using interactive analysis and legal interpretation to draw qualitative conclusions. Based on the research results and discussion, it was found that the factors causing the occurence of illegal wildlife capture and trade in Lampung Province include economic, environmental, hobbies, socio-cultural, education, and utility factors. The prevention efforts carried out against the crime of illegal wildlife capture and trade in Lampung Province by the Lampung-Bengkulu Natural Resources Conversation Center (BKSDA) and the Lampung Regional Police’s Special Criminal Investigation Directorate (ditreskrimsus) utilize both represive (penal) and preventive (non penal) approaches. The Lampung Regional Police have conducted law enforcement operations, special task forces, cyber patrols, and inter-agency collaboration. BKSDA’s repressive efforts include formal law enforcement in cooperation with the police and forest rangers (represif justicia), as well as direct actions targeting wildlife owners or sellers (represif nonjusticia). In terms of non-penal prevention, BKSDA implements strict monitoring at ports and airports, routine patrols, public campaigns and education, inter- institutional coordination, and a call center system. Similarly, the police conduct legal awareness campaigns, educational programs, support for conservation initiatives, stakeholder collaboration, community involvement in surveillance, and enhanced law enforcement. The author's suggestion is that The Lampung Regional Police need to prioritize uncovering the financiers and main perpetrators of this wildlife crime and strengthen coordination between agencies and academics to ensure more focused and optimal law enforcement. The Lampung Natural Resources Conservation Center (BKSDA) should conduct sustainable monitoring, such as regular patrols in areas prone to wildlife poaching and establish community-based monitoring groups to enhance oversight. Furthermore, economic empowerment programs for communities surrounding forest areas need to be developed to prevent them from becoming dependent on illegal activities. Furthermore, the public needs to be educated on the importance of preserving the ecosystem and the legal risks for wildlife criminals, through relevant social, customary, and educational approaches. Keywords: Criminology, Illegal Capture and Trade, Wildlife
Jenis Karya Akhir: | Skripsi |
---|---|
Subyek: | 300 Ilmu sosial > 340 Ilmu hukum > 345 Hukum pidana |
Program Studi: | FAKULTAS HUKUM (FH) > Prodi S1-Ilmu Hukum |
Pengguna Deposit: | 2507708010 Digilib |
Date Deposited: | 09 Oct 2025 03:44 |
Terakhir diubah: | 09 Oct 2025 03:44 |
URI: | http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/90924 |
Actions (login required)
![]() |
Lihat Karya Akhir |