PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) ATAS PENJUALAN/PENYERAHAN EMAS DI KOTA BANDAR LAMPUNG

MISYE , LAURA (2025) PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) ATAS PENJUALAN/PENYERAHAN EMAS DI KOTA BANDAR LAMPUNG. FAKULTAS HUKUM, UNIVERSITAS LAMPUNG.

Preview	File PDF ABSTRAK_MISYE LAURA - Misye Laura.pdf Download (176Kb) | Preview
	File PDF SKRIPSI FULL_MISYE LAURA - Misye Laura.pdf Restricted to Hanya staf Download (875Kb) | Minta salinan
Preview	File PDF SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN_MISYE LAURA - Misye Laura.pdf Download (990Kb) | Preview

Abstrak (Berisi Bastraknya saja, Judul dan Nama Tidak Boleh di Masukan)

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan salah satu pajak tidak langsung yang berperan penting dalam penerimaan negara. Salah satu objek PPN adalah emas, baik dalam bentuk perhiasan maupun emas batangan. Dasar hukum pengenaan PPN atas emas diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang PPN yang telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021, serta peraturan pelaksanaannya melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 48 Tahun 2023, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 11 Tahun 2025, dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 52 Tahun 2025. Dalam ketentuan tersebut, istilah penyerahan tidak hanya berarti kegiatan menjual, tetapi juga setiap bentuk pengalihan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak. Penelitian ini membahas dua hal pokok, yaitu pelaksanaan pemungutan PPN atas emas di Kota Bandar Lampung, serta faktor yang mendukung maupun menghambat pelaksanaannya. Penelitian ini menggunakan metode yuridis empiris mengunakan data primer melalui wawancara pejabat KPP Pratama Bandar Lampung Satu dan pedagang emas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Pemungutan PPN atas penjualan/penyer ahan emas di Kota Bandar Lampung belum optimal, meskipun kewajiban memungut, menyetor, dan melaporkan PPN tetap dilaksanakan oleh pedagang emas yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). Ketidakoptimalan ini terjadi karena sistem perpajakan di Indonesia menganut self-assessment, sehingga tingkat kepatuhan sangat bergantung pada kesadaran wajib pajak. Selain itu, keterbatasan basis data wajib pajak serta jumlah pegawai membuat pengawasan belum berjalan efektif. (2) Faktor pendukung pemungutan PPN relatif sedikit adanya regulasi yang semakin jelas, dukungan pelayanan pajak, dan kegiatan penyuluhan. Sementara itu, faktor penghambat lebih dominan, seperti rendahnya kepatuhan wajib pajak, keterbatasan basis data dan sistem informasi perpajakan, lemahnya pengawasan, Kondisi ini menunjukkan bahwa dari sudut pandang teori pemungutan pajak Adam Smith, asas keadilan equity dan kepastian certainty belum sepenuhnya terpenuhi. Kata Kunci: Pajak Pertambahan Nilai, Emas, Pemungutan, Kepatuhan Wajib Pajak, Bandar Lampung Value Added Tax (VAT) is one of the indirect taxes that plays an important role in supporting state revenue. Gold, both in the form of jewelry and bullion, is one of the taxable objects subject to VAT. The legal basis for imposing VAT on gold is regulated in Law Number 8 of 1983 concerning VAT on Goods and Services and Sales Tax on Luxury Goods, as last amended by Law Number 7 of 2021 on the Harmonization of Tax Regulations, and its implementing regulations through Minister of Finance Regulation Number 48 of 2023, Minister of Finance Regulation Number 11 of 2025, and Minister of Finance Regulation Number 52 of 2025. In these provisions, the term delivery is not only understood as a sale transaction, but also as any transfer of taxable goods by a Taxable Entrepreneur (PKP), including exchanges and services related to gold. This study examines two main issues: the implementation of VAT collection on gold in Bandar Lampung City and the supporting and inhibiting factors that influence its practice. The research applies an empirical juridical method by conducting interviews with officials at the Primary Tax Office (KPP) Bandar Lampung One and gold traders. The findings show that VAT collection on gold in Bandar Lampung City is not yet optimal. Although gold traders who are registered as PKPs are obliged to collect, deposit, and report VAT, the practice faces several obstacles. The self-assessment system makes compliance highly dependent on taxpayers’ awareness, while the tax database and supervisory capacity remain limited. Supporting factors include the existence of new regulations, improved tax services, and outreach activities. However, inhibiting factors are more dominant, such as low taxpayer compliance, limited data and supervision, and negative perceptions of VAT. Based on Adam Smith’s theory of taxation, this condition shows that the principles of justice and certainty have not been fully achieved, while the principle of efficiency has also not been realized because the costs of administration and supervision are greater than the VAT revenue collected. Keywords: Value Added Tax, Gold, Collection, Taxpayer Compliance, Bandar Lampung

Jenis Karya Akhir:	Skripsi
Subyek:	300 Ilmu sosial > 340 Ilmu hukum
Program Studi:	FAKULTAS HUKUM (FH) > Prodi S1-Ilmu Hukum
Pengguna Deposit:	UPT . Desi Zulfi Melasari
Date Deposited:	05 Nov 2025 03:16
Terakhir diubah:	05 Nov 2025 03:16
URI:	http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/92710

Actions (login required)

Lihat Karya Akhir