%0 Generic %A 0742011306, SATRIA PARANDAY %D 2012 %F eprints:10400 %T PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA MUCIKARI DALAM TINDAK PIDANA KESUSILAAN %U http://digilib.unila.ac.id/10400/ %X Abstrak Tindak pidana kesusilaan biasanya dilakukan melalui praktek-praktek prostitusi dan tuna susila yang dilakukan oleh germo atau mucikari. seperti halnya kasus yang yang terjadi di wilayah hukum Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung Karang yang tertuang dalam putusan Nomor 470/Pid.Sus/2011/PN.TK. Permasalahan dalam penelitian ini yaitu bagaimanakah pertanggungjawaban pidana mucikari dalam tindak pidana kesusilaan? Apakah dasar pertimbangan hakim dalam penjatuhan pidana terhadap mucikari dalam tindak pidana kesusilaan? Dalam penelitian ini digunakan metode penelitian hukum yaitu melalui pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Metode pengumpulan data diperoleh melalui studi kepustakaan dan wawancara. Metode penyajian data dilakukan melalui proses editing, sistematisasi, dan klasifikasi. Metode analisis data yang dipergunakan adalah metode analisis kualitatif, dan menarik kesimpilan secara deduktif. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pertanggungjawaban pidana mucikari dalam tindak pidana kesusilaan berdasarkan perkara Nomor: 470/Pid/Sus/2011/PN.TK adalah didakwa dalam dakwaan alternatif kedua sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 296 KUHP dengan tuntutan pidana penjara selama 6 (enam), selanjutnya diputus oleh Majelis Hakim dengan pidana penjara selama 4 (empat) bulan dan 15 (lima belas) hari. Dasar pertimbangan hakim dalam penjatuhan pidana terhadap Mucikari dalam dalam perkara Nomor: 470/Pid/Sus/2011/PN.TK adalah telah terpenuhinya unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 296 KUHP, unsur tersebut yaitu unsur barangsiapa, unsur dengan sengaja, unsur menyebabkan atau memudahkan perbuatan cabul orang lain dengan orang lain serta unsur sebagai pekerjaan atau kebiasaan. Selain sudah terpenuhinya seluruh unsur tindak pidana tersebut yang merupakan salah satu dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan pidana, hakim juga mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang meringankan. Hendaknya hakim dalam mempertimbangkan putusan pidana bagi pelaku Mucikari dalam tindak pidana perdagangan orang tidak hanya berpedoman pada hukum positif saja, tetapi menggunakan pertimbangan hati nurani.