TY - GEN CY - Universitas Lampung ID - eprints10558 UR - http://digilib.unila.ac.id/10558/ A1 - Bayu Teguh Pranoto, 1112011072 Y1 - 2015/05/29/ N2 - ABSTRAK Berdasarkan Undang-Undang No.7 Tahun 1992 jo Undang-Undang No.10 Tahun 1998 tentang perbankan, pengawasan dalam sektor moneter termasuk kegiatan perbankan diawasi oleh Bank Indonesia (BI). BI sebagai lembaga pengawas perbankan menjalankan fungsi pengawasan secara makro (macro-prudential supervision) dan secara mikro (micro-prudential supervision). Seiring berjalannya waktu dengan tugas yang begitu banyak dijalankan oleh BI, pemerintah membentuk lembaga independen yang terpadu mengawasi kegiatan di sektor keuangan termasuk lembaga perbankan yaitu Otoritas Jasa Keuangan (OJK). OJK dibentuk berdasarkan Undang-Undang No.21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (UU OJK). Dengan ditetapkannya UU OJK, maka seluruh pengawasan dalam sektor keuangan termasuk lembaga perbankan diambil alih oleh OJK. Penelitian ini membahas tentang pengawasan lembaga perbankan sebelum dan sesudah diberlakukannya UU OJK dan hubungan kelembagaan antara OJK, BI, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan lembaga otoritas lainnya dalam pengawasan perbankan. Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan tipe penelitian deskriptif. Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan normatif. Data yang digunakan data sekunder yang terdiri bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Pengumpulan data melalui studi pustaka. Pengolahan data dilakukan dengan cara pemeriksaan data, editing data, dan sistematis, data yang selanjutnya dianalisis secara deskriptif kualitatif. Hasil penelitian dan pembahasan menerangkan bahwa sebelum diberlakukannya UU OJK, sistem pengawasan perbankan di Indonesia secara struktur mengadopsi sistem traditional model atau multi supervisory model dalam pengawasan perbankan dilakukan oleh BI selaku Bank Sentral. Untuk itu terdapat penyatuan Bayu Teguh Pranoto fungsi pengawasan makro dang fungsi pengawasan mikro pada satu lembaga, yakni BI. Setelah diberlakukannya UU OJK, sistem pengawasan perbankan secara struktur berubah menjadi sistem pengawasan terpadu yang berada diluar BI. Selanjutnya memisahkan fungsi pengawasan makro tetap pada BI dan pengawasan mikro berada pada OJK. Konsekuensinya, Bank Indonesia sebagai otoritas moneter, dan otoritas perbankan beralih kepada OJK. Hubungan BI antara OJK, LPS, dan Kementerian Keuangan diatur dalam UU OJK. Hubungan antara OJK dan BI adalah koordinasi dalam pembuatan peraturan pengawasan dibidang perbankan. Sebagian besar koordinasi tersebut berkaitan dengan kepentingan BI sebagai pengawas makro. Hubungan antara OJK dan LPS berkaitan dengan pengawasan perbankan sebatas kepentingan LPS dalam menjalankan fungsinya sebagai penjamin simpanan nasabah perbankan. Hubungan antara OJK, BI dan LPS adalah membangun dan memelihara sarana pertukaran informas secara terintegrasi. Sedangkan hubungan antara OJK, BI, LPS dan Kementerian Keuangan diatur dalam protokol koordinasi dalam pertukaran informasi dan pengawasan perbankan yang dibentuk berdasarkan UU OJK. Kata Kunci : Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Koordinasi PB - Fakultas Hukum TI - PENGAWASAN LEMBAGA PERBANKAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN SETELAH DIBERLAKUKANNYA UNDANG-UNDANG NO. 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN AV - restricted ER -