%A ARI PIYANTO nn %J Digital Library %T ANALISIS PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP KASUS TANJUNG PRIOK (Studi Konflik Antara Satuan Polisi Pamong Praja dengan Masyarakat Tanjung Priok) %X Abstrak Unjuk rasa secara ideal seharusnya dilakukan secara tertib, teratur dan bertanggung jawab, namun pada kenyataannya sering kali unjuk rasa berakhir dengan perilaku yang mengarah pada tindak pidana seperti kekerasan, pengerusakan dan anarkhisme, baik yang dilakukan oleh pengunjuk rasa maupun aparat penegak hukum. Salah satu contohnya adalah kasus Tanjung Priok yang menyebabkan jatuhnya kerugian materi, korban luka-luka dan meninggal dunia. Permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimanakah penegakan hukum pidana terhadap kasus Tanjung Priok yang melibatkan Satuan Polisi Pamong Praja dan Masyarakat Koja? (2) Faktor-faktor apakah yang menghambat penegakan hukum pidana terhadap kasus Tanjung Priok yang melibatkan Satuan Polisi Pamong Praja dan Masyarakat Koja? Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah: (1) Untuk mengetahui penegakan hukum pidana terhadap kasus Tanjung Priok yang melibatkan Satuan Polisi Pamong Praja dan Masyarakat Koja (2) Untuk mengetahui faktor-faktor yang menghambat penegakan hukum pidana terhadap kasus Tanjung Priok yang melibatkan Satuan Polisi Pamong Praja dan Masyarakat Koja. Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Sampel dalam penelitian ini terdiri dari pihak Kepolisian Tanjung Priok, Satuan Polisi Pamong Praja Jakarta Selatan dan perwakilan masyarakat Koja. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan. Data selanjutnya dianalisis secara kualitatif untuk mendapatkan kesimpulan dalam penelitian. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai berikut: (1) Penegakan hukum pidana terhadap kasus Tanjung Priok yang melibatkan Satpol PP dan masyarakat Koja dilakukan dengan upaya penyelesaian di luar hukum pidana yaitu menempuh upaya perdamaian. Kedua belah pihak menyatakan tidak akan menempuh jalur hukum mesikipun terjadi tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 351, 352, 353, 356 dan 170 KUHP. Upaya penyelesaian di luar hukum pidana tersebut berkonsekuensi pada adanya ganti rugi oleh Pihak Satpol PP kepada para Ari Piyanto korban yang mengalami luka-luka dengan membiayai perawatan sampai dengan sembuh serta memberikan santunan atau uang duka kepada pihak keluarga korban yang meninggal dunia. (2) Faktor-faktor yang mengambat penegakan hukum pidana terhadap kasus Tanjung Priok yang melibatkan Satpo PP dan masyarakat Koja, adalah: a) Faktor perundang-undangan (Substansi hukum), Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kebebasan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum yang sering disalah tafsirkan oleh pengunjuk rasa b) Faktor penegak hukum, yaitu secara kualitas kurang profesionalnya anggota kepolisian dan Anggota Satpol PP dalam melaksanakan tugasnya dan secara kuantitas adalah tidak seimbangnya jumlah aparat penegak hukum dibandingkan dengan jumlah masyarakat. c) Faktor sarana dan pasarana, yaitu tidak adanya asuransi bagi masyarakat yang menjadi korban luka-luka maupun korban meninggal dunia, sehingga dikhawatirkan masa depan anak-anak korban di kemudian hari akan terbengkalai, karena orang tuanya menjadi korban Kasus Tanjung Priok. d) Faktor masyarakat, yaitu adanya anggota masyarakat yang tidak menghendaki upaya perdamaian dengan pihak Satpol PP dan menuntut ganti rugi sangat besar kepada pihak Satpol PP atas kerugian yang dialaminya akibat kerusuhan e) Faktor kebudayaan, yaitu adanya budaya menyelesaikan suatu tindak pidana secara adat atau kekeluargaan oleh masyarakat, sehingga menjadi kendala dalam penegakan hukum pidana, sebab pada dasarnya tindak pidana harus diselesaikan sesuai dengan jalur hukum yang berlaku Saran dalam penelitian ini adalah: (1) Pemerintah Daerah hendaknya turut berperan aktif dalam melakukan mediasi apabila terjadi kerusuhan yang melibatkan Satpol PP dengan masyarakat, apalagi kerusuhan tersebut mengakibatkan adanya korban luka-luka atau meninggal dunia. Hal ini penting dilakukan sebab pada dasarnya Satpol PP hanyalah petugas pelaksana Peraturan Daerah, sehingga apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dalam pelaksanaan tugas tersebut maka Pihak Pemerintah Daerah seharusnya ikut bertanggung jawab, tidak hanya dalam memberikan santunan atau uang duka, tetapi dengan melakukan mediasi dan pendekatan kepada masyarakat. (2) Masyarakat Koja hendaknya menyadari bahwa upaya mempertahankan hak atau harga diri tidak harus ditempuh dengan cara-cara kekerasan, apalagi dapat membahayakan keselamatan atau menimbulkan korban jiwa. Masyarakat disarankan untuk membentuk suatu forum atau lembaga formal yang memiliki fungsi mediasi atau negosiasi dengan pihak-pihak tertentu, guna mengantisipasi berbagai hal yang dianggap bertentangan dengan kepentingan atau hak-hak masyarakat di masa yang akan datang. %D 2012 %L eprints17622