%A BURHAN ASSIDIQ 0612011104 %J Digital Library %T KEBIJAKAN KRIMINAL DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN %X ABSTRAK Kebijakan kriminal pada hakekatnya merupakan bagian integral dari upaya perlindungan masyarakat dan upaya mencapai kesejahteraan masyarakat, sehingga kebijakan kriminal dapat berfungsi sebagai pengontrol suatu norma-norma yang ada di masyarakat dalam suatu peraturan perundang-undangan. Kebijakan kebijakan tersebut dapat diterapkan dalam sistem peraturan perundang-undangan baik dalam sistem peraturan perundang-undangan pidana ataupun dalam sistem peraturan perundang-undangan administratif. Salah satu peraturan perundang undangan yang menggunakan kebijakan kriminal adalah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Adapun yang menjadi permasalahan dalam skripsi ini adalah Bagaimanakah kebijakan kriminal dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan? Sudah tepatkah kriminalisasi dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan?. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Sumber data yang digunakan adalah data primer yaitu diperoleh dari hasil wawancara yang dilakukan penulis dari narasumber yang berhubungan dengan objek permasalahan yang diangkat dalam penelitian dan data sekunder yaitu diperoleh dengan jalan mengumpulkan data yang terdapat dalam buku-buku, makalah-makalah, media cetak maupun elektronik dan peraturan perundang undangan yang berkaitan dengan permasalahan yang ada. Kemudian data tersebut dipelajari dan dianalisisyang kemudian disebut sebagai bahan hukum. Data yang telah diperoleh tersebut selanjutnya dianalisis. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diperoleh kesimpulan sebagai berikut: Pelaksanaan kebijakan kriminal dengan menggunakan sarana hukum pidana (sarana penal), haruslah merupakan suatu usaha yang dibuat dengan sengaja dan sadar. Kebijakan kriminal pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua tahap. Pertama adalah kebijakan pencegahan sebelum terjadinya kejahatan (preventif atau tahap non-penal). Kedua adalah kebijakan penegakan hukum setelah kejahatan terjadi (represif atau tahap penal). Dua tahap kebijakan kriminal dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sudah banyak tertuang pada setiap pasalnya. Adanya ketentuan-ketentuan baru (kriminalisasi) dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, sudah sesuai dengan tujuan kebijakan kriminal dimana kebijakan kriminal adalah perlindungan masyarakat untuk mencapai kesejahteraan masyarakat, karena dalam pembaharuan undang-undang lalu lintas sangat memperhatikan keadaan sosial masyarakat Indonesia. Berdasarkan kesimpulan maka yang menjadi saran penulis adalah agar kebijakan kriminal dapat tercapai sesui dengan tujuannya yaitu untuk menanggulangi kejahatan dalam masyarakat maka lembaga-lembaga yang berperan dalam kebijakan kriminal (legislatif, aparat penegak hukum, dan aparat pelaksana pidana) lebih berperan aktif pada kebijakan kriminal tahap non-penal dan penal, terlebih pada tahap non-penal karena jika tahap non-penal dapat diterapkan secara maksimal maka pelaku tindak pidana lalu lintas dapat berkurang. Agar aparat penegak hukum khususnya kepolisian dapat menjalankan ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dengan maksimal, dan warga masyarakat sebagai pengguna jalan dapat mematuhi segala ketentuan tersebut. %D 2012 %L eprints17624