TY - JOUR ID - eprints18047 UR - http://digilib.unila.ac.id/18047/ A1 - 0612011171, JAPRIYANTO Y1 - 2010/01/15/ N2 - Sebagai warga negara yang baik tentu tak ada yang bisa menerima aksiaksi terorisme. Agama seringkali dijadikan topeng perbuatan teror, kendati demikian tidak satu pun agama yang membenarkan penghilangan nyawa manusia yang tidak berdosa. Terorisme adalah kejahatan yang biadab dampak yang ditimbulkannya sungguh luar biasa. Kerusakan bangunan fisik barangkali tidak seberapa, karena kekerasan yang dilakukan bersifat indiscriminative, terorisme menciptakan ketakutan global (global fear). Tanpa terkecuali siapapun bisa menjadi korban. Sangat bisa dipahami jika seluruh dunia mengutuk terorisme. Modus eksekusinya yang brutal menggoreskan trauma abadi. Menyadari besarnya kerugian dan ancaman keamanan yang ditimbulkan oleh suatu tindak terorisme dan dampak yang dirasakan secara langsung oleh Indonesia sebagai akibat dari Tragedi Bom Bali dan yang lainnya, merupakan kewajiban pemerintah untuk secepatnya menangani tindak pidana terorisme itu dengan memidana pelaku dan aktor intelektual dibalik peristiwa tersebut. Hal ini menjadi prioritas utama dalam penegakan hukum terhadap tindak pidana terorisme. Untuk melakukan penanganan diperlukan perangkat hukum yang dapat mencegah, dan memerangi terorisme tersebut. Namun untuk mendapatkan kepastian hukum hal pertama yang harus dilakukan adalah melakukan kebijakan criminal (criminal policy) disertai kriminalisasi secara sistematik dan komprehensif terhadap perbuatan yang dikategorikan sebagai tindak pidana terorisme. Pada skripsi ini mengangkat tentang, upaya penanganan tindak pidana terorisme oleh detasemen khusus 88 anti teror di Indonesia, faktor-faktor penghambat penanganan tindak pidana terorisme oleh detasemen khusus 88 anti teror di Indonesia. Penelitian dilakukan di Detasemen 88 Anti Teror Kepolisian Daerah Lampung terhadap 4 (empat) orang anggota Densus 88, dan seorang Kepala densus 88 sebagai responden serta ditambah salah satu dosen Fakultas Hukum Unila. Penulis menggunakan metode pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris, dan dengan dua jenis data yaitu data primer yang diperoleh dari wawancara serta data sekunder yang diperoleh melalui studi kepustakaan. Pada sampel penelitiannya, diambil dari beberapa orang populasi secara purposive sampling. Data yang diperoleh dengan cara editing, klasifikasi data dan sistematika data. Japriyanto Kesimpulan dalam penelitian ini adalah dalam penanganan tindak pidana terorisme hampir sama dengan penanganan tindak pidana lain namun dalam penanganan tindak pidana terorisme lebih didukung dengan kecanggihan alat perlengkapan yang menggunakan teknologi informasi dan komunikasi, kekhususan undang-undang untuk memberantas tindak pidana terorisme ini, serta faktor penghambat dalam penanganan tindak pidana terorisme adalah faktor sarana atau fasilitas, faktor masyarakat dan faktor kebudayaan. Saran yang dapat diberikan adalah penanganan tindak pidana terorisme harus dapat terus berkembang dan tidak selalu bergantung pada kecanggihan teknologi, perlu sosialisasi tentang masalah terorisme kepada masyarakat sehingga terdapat pemahaman yang sama tentang terorisme, perlu pembentukan suatu lembaga yang mengkoordinasikan dan memberikan pertukaran informasi secara cepat dan tepat kepada para penegak hukum baik Polri, Intelijen, maupun TNI sebagai pelindung Negara dalam menangani dan menanggulangi terorisme secara nasional yang bersifat tetap sehingga operasi penanggulangan terror dapat terkoordinasi dengan baik antar instansi yang terkait untuk dapat melaksanakan operasi secara terpadu, serta faktor-faktor penghambat penanganan tindak pidana harus dapat diatasi oleh Detasemen 88 Anti Teror. JF - Digital Library TI - ANALISIS YURIDIS PENANGANAN TINDAK PIDANA TERORISME OLEH DETASEMEN KHUSUS 88 ANTI TEROR DI INDONESIA AV - public ER -