@article{eprints18179, month = {Januari}, title = {DESKRIPSI PEMILIKAN SAHAM MAYORITAS YANG DILARANG MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK ( Studi Kasus Putusan No. 05/KPPU-L/2002)}, author = {Nancy Ricka 0212011198}, year = {2010}, journal = {Digital Library}, url = {http://digilib.unila.ac.id/18179/}, abstract = {Regulasi di sektor persaingan usaha telah diatur dalam UU No. 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Salah satu yang perlu diperhatikan adalah pemilikan saham mayoritas. Pemilikan saham mayoritas ada yang dibolehkan dan ada yang dilarang. Pemilikan saham mayoritas yang dibolehkan apabila berkaitan dengan produksi dan atau pemasaran barang dan jasa yang menguasai hajat hidup orang banyak serta cabang-cabang produksi yang penting bagi negara diatur oleh undang-undang. Pemilikan saham mayoritas dilarang karena pemilikan saham mayoritas tersebut mencerminkan kontrol terhadap perusahaan-perusahaan yang dimilikinya, sehingga pemilik saham mayoritas dapat melakukan praktik usaha tidak sehat. Untuk lebih memahami tentang pemilikan saham mayoritas yang dilarang, maka pokok bahasan dalam penelitian ini adalah kriteria-kriteria pemilikan saham mayoritas yang dilarang menurut UU No.5/1999 dan bentuk pelanggaran pemilikan saham mayoritas yang dilarang pada kasus Cineplex 21 dalam putusan No. 05/KPPU-L/2002. Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian normatif deskriptif, bersumber pada data sekunder, kemudian di analisis secara kualitatif. Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah pemilikan saham mayoritas yang dilarang menurut UU No. 5/1999 pada kasus Cineplex 21. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kriteria pemilikan saham mayoritas yang dilarang meliputi 5 (lima) hal, yaitu dilakukan oleh pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha, menghambat atau membatasi pelaku lain untuk masuk kedalam pasar yang bersangkutan sehingga menimbulkan larangan bagi pihak lain tersebut, persentase pemilikan saham sebesar lebih dari 50\% (lima puluh persen) untuk satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha dan 75\% (tujuh puluh lima persen) untuk dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha, menimbulkan persaingan usaha tidak sehat pada pasar yang bersangkutan, dan dirugikannya konsumen karena tidak dapat memilih pada pasar yang bersangkutan sebab telah dikuasai oleh pelaku usaha. Dalam kasus Cineplex 21 tersebut bahwa terlapor III melakukan pemilikan saham mayoritas yang dilarang sebesar lebih 50\% (lima puluh persen) pada perusahaan yang bergerak dibidang perbioskopan yaitu pada PT Intra Mandiri dan PT Windu Mitra di pasar bersangkutan yang sama yaitu Surabaya} }