%0 Journal Article %A 0612011105, CHANDRA M. ALIT %D 2010 %F eprints:19993 %J Digital Library %T ANALISIS YURIDIS TERHADAP PENGAJUAN PENINJAUAN KEMBALI OLEH JAKSA (Studi Kasus Djoko Tjandra) %U http://digilib.unila.ac.id/19993/ %X ABSTRAK. Peninjauan Kembali (PK) merupakan upaya hukum luar biasa atas putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap sehingga tidak dapat lagi disalurkan melalui upaya hukum biasa seperti banding atau kasasi. PK pada pokoknya hanya dapat diajukan atas putusan Mahkamah Agung (MA) atau putusan Pengadilan Tinggi yang tidak diajukan kasasi atau putusan Pengadilan Negeri yang tidak dimohonkan banding. Upaya ini berlaku untuk semua persoalan hukum baik dalam lingkup perkara perdata maupun pidana, termasuk berlaku pula dalam perkara tata usaha negara. Permasalahan dalam skripsi ini adalah apakah jaksa berwenang untuk mengajukan permohonan Peninjauan Kembali menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia serta bagaimanakah penyelesaian hukum dalam pengajuan peninjauan kembali atas putusan Mahkamah Agung yang sebelumnya telah diajukan peninjauan kembali oleh Jaksa Agung dalam perkara Djoko Tjandra. Pendekatan masalah pada penelitian ini menggunakan metode pendekatan Normatif Empiris dan jenis data yang digunakan berupa data primer dan data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah studi kepustakaan yaitu pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan dan literatur serta studi lapangan yaitu usaha untuk mengumpulkan data dengan mengajukan pertanyaan secara lisan kepada para responden. Analisis data dilakukan secara kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan diketahui bahwa jaksa berwenang untuk mengajukan peninjauan kembali. Hal ini di atur dalam Pasal 263 ayat (3) KUHAP yang menyebutkan bahwa PK dapat diajukan terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap apabila dalam putusan itu suatu perbuatan yang didakwakan telah dinyatakan terbukti akan tetapi tidak diikuti oleh suatu pemidanaan. KUHAP memberikan peluang untuk jaksa dalam mengajukan PK. Selain itu, yurisprudensi atas pengajuan peninjauan kembali oleh jaksa telah ada, diawali dengan kasusnya Muchtar Pakpahan. Menurut PerMA No 1 tahun 1980 tentang peninjauan kembali putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, menyebutkan bahwa pengajuan peninjauan kembali hanya dapat diajukan satu kali saja dalam satu perkara. Sehingga permohonan pengajuan peninjauan kembali oleh pihak Djoko Tjandra terhadap putusan Mahkamah Agung ditolak, karena sebelumnya telah diajukan peninjauan kembali oleh jaksa. Oleh karena itu, penyelesaian hukum dalam pengajuan peninjauan kembali atas putusan Mahkamah Agung yang sebelumnya telah diajukan peninjauan kembali oleh Jaksa Agung dalam perkara Djoko Tjandra adalah dicabutnya putusan Mahkamah Agung yang mengabulkan permohonan peninjauan kembali oleh jaksa dan mengabulkan permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh pihak Djoko Tjandra. Karena syarat pengajuan peninjauan kembali oleh jaksa tidak sesuai atau tidak terpenuhi sebagaimana disebutkan dalam ketentuan Pasal 263 ayat (3) KUHAP. Setelah melakukan penelitian dan memperoleh kesimpulan maka penulis memberikan saran, diharapkan rumusan undang-undang kedepan harus diperjelas dan dipertegas dalam menentukan hak untuk mengajukan Peninjauan Kembali milik siapa. Sehingga tidak menimbulkan kebingungan dalam proses penegakan hukum di Indonesia. Namun demikian, sebaiknya upaya untuk mengajukan Peninjauan Kembali ini menjadi hak terpidana saja sebagai upaya hukum luar biasa. Karena jaksa telah memperoleh haknya yang lain, yaitu Kasasi Demi Kepentingan Hukum. Apabila tetap ingin memberikan hak peninjauan kembali kepada jaksa, maka harus ada eksepsional khusus yang diatur dalam undangundang tersendiri seperti undang-undang tipikor, karena menyangkut keuangan Negara seperti merugikan keuangan Negara ataupun kepentingan negara yang harus diselamatkan.