TY - GEN CY - UNIVERSITAS LAMPUNG ID - eprints28262 UR - http://digilib.unila.ac.id/28262/ A1 - FERNANDO HAMONANGAN, 1312011125 Y1 - 2017/08/31/ N2 - Tindak pidana di sektor jasa keuangan merupakan hukum pidana yang berlaku khusus untuk perbuatan-perbuatan tertentu yang memiliki sanksi pidana, atau tindak pidana yang diatur dalam perundang-undangan yang bersifat khusus di luar KUHP yaitu undang-undang mengenai Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Perbankan, Perbankan Syariah, Pasar Modal, Dana Pensiun, Lembaga Keuangan Mikro, Perasuransian, Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dan Bank Indonesia sepanjang berkaitan dengan campur tangan terhadap pelaksanaan tugas OJK dalam pengaturan dan pengawasan bank. Dengan adanya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) maka diberikannya wewenang kepada Penyidik Polri dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) melakukan penyidikan tindak pidana di sektor jasa keuangan. Berdasarkan hal tersebut di atas yang menjadi permasalahan yaitu pertama, Bagaimanakah peranan penyidik pegawai negeri sipil otoritas jasa keuangan dalam melakukan penyidikan terhadap tindak pidana di sektor jasa keuangan. Kedua, Faktorfaktor apakah yang menghambat penyidik pegawai negeri sipil otoritas jasa keuangan dalam melakukan penyidikan terhadap tindak pidana di sektor jasa keuangan. Penulisan Skripsi ini menggunakan dua pendekatan yaitu pendekatan Yuridis Normatif dan pendekatan Yuridis Empiris. Dalam pendekatan ini maka digunakan data primer dan data sekunder yang masing-masing bersumber atau diperoleh dari lapangan dan kepustakaan. Untuk data primer dikumpulkan dengan wawancara, sedangkan data sekunder dengan cara menelusuri literatur-literatur atau bahan pustakaan yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier Tindak pidana di sektor jasa keuangan merupakan hukum pidana yang berlaku khusus untuk perbuatan-perbuatan tertentu yang memiliki sanksi pidana, atau tindak pidana yang diatur dalam perundang-undangan yang bersifat khusus di luar KUHP yaitu undang-undang mengenai Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Perbankan, Perbankan Syariah, Pasar Modal, Dana Pensiun, Lembaga Keuangan Mikro, Perasuransian, Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dan Bank Indonesia sepanjang berkaitan dengan campur tangan terhadap pelaksanaan tugas OJK dalam pengaturan dan pengawasan bank. Dengan adanya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) maka diberikannya wewenang kepada Penyidik Polri dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) melakukan penyidikan tindak pidana di sektor jasa keuangan. Berdasarkan hal tersebut di atas yang menjadi permasalahan yaitu pertama, Bagaimanakah peranan penyidik pegawai negeri sipil otoritas jasa keuangan dalam melakukan penyidikan terhadap tindak pidana di sektor jasa keuangan. Kedua, Faktorfaktor apakah yang menghambat penyidik pegawai negeri sipil otoritas jasa keuangan dalam melakukan penyidikan terhadap tindak pidana di sektor jasa keuangan. Penulisan Skripsi ini menggunakan dua pendekatan yaitu pendekatan Yuridis Normatif dan pendekatan Yuridis Empiris. Dalam pendekatan ini maka digunakan data primer dan data sekunder yang masing-masing bersumber atau diperoleh dari lapangan dan kepustakaan. Untuk data primer dikumpulkan dengan wawancara, sedangkan data sekunder dengan cara menelusuri literatur-literatur atau bahan pustakaan yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tersebut bahwa Peranan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Otoritas Jasa Keuangan dalam melakukan penyidikan terhadap tindak pidana di sektor jasa keuangan adalah melaksanakan/melakukan serangkaian penyidikan yang tidak berbeda dengan Penyidik Polri, namun wewenang PPNS Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terbatas oleh undang-undang dalam melakukan penyidikan. PPNS Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam melakukan penyidikannya berkoordinasi dengan Korwas Polri dalam pertukaran informasi, penangkapan dan penahanan, kemudian membuat Surat Perintah Penyidikan (SPRINDIK), Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP), Berita Acara Pemeriksaan (BAP), Surat Pemberitahuan Pengembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) dan Pemberkasan Hasil Penyidikan Sudah Lengkap Kepada Kejaksaan (P-21). Maupun berkoordinasi lembaga-lembaga lainnya yang berkaitan dalam melakukan penyidikan. Hambatan-hambatan yang dihadapi PPNS Otoritas Jasa Keuangan dalam melakukan penyidikan tindak pidana disektor jasa keuangan diantaranya, faktor hukum yang bisa terjadi tumpah tindih dalam penyidikan karena Polri, Kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mempunyai kewenangan penyidikan terkait perkara di sektor jasa keuangan yang saling behubungan. Maupun jumlah PPNS Otoritas Jasa Keuangan yang sedikit, tidak sebanding dengan banyaknya laporan perkara di sektor jasa keuangan kepada OJK. Dan anggaran yang tidak terlalu besar kemudian minimnya sarana atau fasilitas dalam melakukan penyidikan. Melihat kenyataan tersebut diharapkan PPNS Otoritas Jasa Keuangan dapat berkoordinasi dengan lembaga-lembaga terkait dalam melakukan penyidikan untuk mengoptimalkan tugas dan wewenangnya sesuai dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK), kemudian perlunya penambahan personel PPNS Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Karena jumlah PPNS yang sedikit di OJK dan banyaknya laporan kepada OJK mengenai perkara tindak pidana di sektor jasa keuangan. Maupun pemenuhan sarana atau fasilitas dan penambahan anggaran untuk kelancaran proses penyidikan. Kata Kunci : Peranan PPNS, Tindak Pidana, Otoritas Jasa Keuangan. PB - FAKULTAS HUKUM TI - PERANAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM PENYIDIKAN TINDAK PIDANA DI SEKTOR JASA KEUANGAN (Studi Otoritas Jasa Keuangan Pusat) AV - restricted ER -