%0 Generic %A Agustina Fero Br Situmorang, 1312011019 %C UNIVERSITAS LAMPUNG %D 2017 %F eprints:28963 %I FAKULTAS HUKUM %T PROSES PEMBERIAN MARGA KEPADA ORANG NON BATAK (SILEBAN) PADA MASYARAKAT ADAT BATAK TOBA DI BANDAR LAMPUNG %U http://digilib.unila.ac.id/28963/ %X Masyarakat adat Batak Toba di Bandar Lampung merupakan masyarakat perantauan dengan sistem kekerabatan patrilineal (meneruskan garis keturunan ayah atau laki-laki) dan menggunakan sistem perkawinanexsogami (perkawinan di luar clan/marga). Masyarakat adat Batak digolongkan dalam suatu marga yaitu suami isteri tidak boleh memiliki margasama, harus berbeda dan tidak boleh dalam satu keturunan yang sama. Hal tersebut menimbulkan masyarakat adat Batak Toba perantauan mencari pasangan dari suku berbeda. Perkawinan berbeda suku tak terelakkan lagi, maka proses pemberian marga kepada orang non Batak (sileban) harus dilakukan dengan bertanggung jawab untuk menghindari orang non Batak (sileban) yang simarbatak-batak tanpa menghayati sistem adat Batak. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana proses pemberian marga kepada orang non Batak (sileban) pada masyarakat adat Batak Toba di Bandar Lampung. Penelitian ini adalah penelitianhukum empiris dengan tipe penelitian deskriptif. Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan yuridis-sosiologis. Data yang digunakan data primer dan sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer dan sekunder. Pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan dan wawancara. Pengolahan data dilakukan dengan cara pemeriksaan data, klasifikasi data, dan penyusun data. Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkanmasyarakat adat Batak Toba tetap menjunjung tinggi sistem adat Batak Toba terhadap perkawinan berbeda suku dengan melakukan proses pemberian marga kepada orang non Batak (sileban). Proses pertama yang dilakukan adalah mangampu (mengangkat) anak dengan meminta ijin kepada keluarga untuk dijadikan anak angkat, selanjutnya pemberian marga sesuai marga yang mangampu (mengangkat). Anak laki-laki non Batak (sileban) meminta ijin ke amangboru (saudara laki-laki ayah), sedangkan perempuan non Batak (sileban) meminta ijin ke tulang (saudara laki-laki ibu) dari pasangannya. Proses yang dijalani melibatkan keluarga kandung, keluarga angkat, ketua adat serta kerabat berdasarkan struktur Dalihan Na Tolu. Kata Kunci: Sileban, Adat Batak.