TY - GEN CY - FAKULTAS HUKUM ID - eprints31054 UR - http://digilib.unila.ac.id/31054/ A1 - MASUM IRVAI, 1412011247 Y1 - 2018/04/12/ N2 - Pelaksanaan putusan pidana merupakan kewenangan dari Jaksa sesuai Pasal 270 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan pada Pasal 30 Ayat 1 huruf b . Restitusi adalah pembayaran ganti kerugian yang dibebankan kepada pelaku berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap atas kerugian materil dan/atau immateriil yang diderita korban atau ahli warisnya. Kerugian yang menjadi dasar timbulnya restitusi adalah Pasal 48 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Restitusi dituangkan dan dapat di eksekusi setelah putusan hakim inkracht. Permasalahan penelitian ini adalah (1) Bagaimanakah pelaksanaan putusan hakim yang mencantumkan restitusi dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang terhadap putusan nomor 1633/PID/B/2008/PNTK (2) Apakah faktor penghambat Pelaksanaan putusan hakim yang mencantumkan restitusi terhadap korban Tindak Pidana Perdagangan Orang pada putusan nomor 1633/PID/B/2008/PNTK? Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Data primer diperoleh secara langsung dari penelitian di lapangan yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti, yakni dilakukan wawancara terhadap Jaksa Penuntut Umum Kejakasaan Negeri Tanjung Karang, Hakim Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung Karang dan Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Data sekunder diperoleh dari penelitian kepustakaan yang meliputi buku-buku literatur, perundang-undangan, dokumen-dokumen resmi dan lain-lain yang ada relevansinya dengan penelitian Hasil penelitian dan pembahasan pada penelitian ini adalah (1) Pelaksanaan putusan restitusi terhadap Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang studi putusan nomor 1633/PID/B/2008/PNTK adalah terdakwa tidak melaksanakan pembayaran restitusi terhadap korban dan hanya menggantikan kurungan selama 1 (satu) bulan kurungan.(2) faktor penghambat pelaksanaan putusan hakim yang mencantumkan restitusi terhadap korban Tindak Pidana Perdagangan Orang pada putusan nomor 1633/PID/B/PNTK/2008 adalah (a) faktor hukumnya sendiri yaitu dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 dalam Pasal 50 Ayat 4 yang menjadikan acuan para penegak hukum dalam menerapkan Subsider (b) faktor penegak hukumnya yaitu belum menjadikan Restitusi prioritas tetapi selalu hukuman subsider yang diutamakan. Saran penulis dalam penelitian dan pembahasan ini hendaknya dilakukan revisi dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 serta dikeluarkan aturan pelaksana dalam eksekusi restitusidan sebaiknyapenegak hukum dalam penerapan hukuman subsider dijadikan pilihan terakhir, terlebih dahulu menyita harta benda terdakwa untuk membayar restitusi, jika harta benda tindak mencukupi maka digantikan dengan subsider. Kata kunci: Pelaksanaan, Restitusi, Tindak Pidana Perdagangan Orang. PB - UNIVERSITAS LAMPUNG TI - PELAKSANAAN PUTUSAN RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG (STUDI PUTUSAN NOMOR 1633/PID/B/2008/PNTK) AV - restricted ER -