%A 1412011051 ARLIWAMAN %T PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN PENGGUNA KOSMETIK YANG MEMILIKI KODE IZIN EDAR PALSU (FIKTIF) DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN %X Kosmetik yang tidak memiliki nomor izin edar dari BPOM ataupun memiliki kode izin edar palsu (fiktif) menunjukan bahwa kosmetik tersebut tidak aman untuk digunakan karena tidak melalui tahap uji laboratorium sebagai salah satu tahap untuk memperoleh nomor izin edar menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1175/Menkes/Per/XII/2010 tentang Notifikasi Kosmetika. Akibat dari kurangnya penerapan dan pengawasan terhadap standar mutu dan kualitas dari produk kosmetik, posisi konsumen tidak terlindungi, sehingga terjadi kasus dimana produk kosmetik yang di beli masyarakat dengan tujuan untuk kecantikan malah merugikan kesehatan. Permasalahan dalam penulisan adalah bagaimana perlindungan hukum terhadap konsumen pengguna kosmetik fiktif, bagaimana pertanggungjawaban pelaku usaha terhadap konsumen yang mengalami kerugian akibat kosmetik fiktif. Jenis penelitian yang digunakan adalah normatif yang dilengkapi oleh data primer. Tipe penelitian yang digunakan adalah tipe penelitian deskriptif. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif. Sumber dan jenis data yang digunakan adalah jenis data primer, jenis data sekunder, dan jenis data tersier. Hasil penelitian dan pembahasan ini adalah perlindungan hukum yang digunakan adalah perlindungan hukum normatif dengan dilekapi data primer dimana didalam undang-undang diterapkan tentang standar mutu suatu kosmetik melalui cara pembuatan kosmetika yang baik (CPKB), CPKB adalah seluruh aspek kegiatan pembuatan kosmetik yang bertujuan untuk menjamin agar produk yang dihasilkan memenuhi persyaratan mutu yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan penggunaannya dan penerapan peraturan ini dilakukan oleh BPOM dengan cara melakukan pengawasan, yaitu dengan pengawasan pre market dan pengawasan post parket. Pertanggungjawaban pelaku usaha dapat melalui proses mediasi atau non-litigasi dan proses litigasi atau pengadilan, proses non-litigasi sendiri dapat dengan cara mediasi dimana kedua belah pihak duduk bersama dengan pihak ketiga sebagai mediator melalui badan perlindungan konsumen swadaya masyarakat. Ada juga dalam perkara perlindungan konsumen diselesaikan menurut hukum pidana dan dalam perkara pidana pelaku usaha tetap dapat dimintai ganti kerugian pada saat pemerosesan di pengadilan melalui penggabungan perkara sesuai dengan Pasal 98 Ayat (1) KUHAP. Kata Kunci: Perlindungan Konsumen, Kosmetik, Kode Izin Edar Fiktif. %C Universitas Lampung %D 2019 %I Fakultas Hukum %L eprints55630