@misc{eprints580, month = {Pebruari}, title = {ANALISIS KEKUATAN PEMBUKTIAN (B E WIJS K R AC HT ) KETERANGAN PENYIDIK BERDASARKAN PENYADAPAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI }, author = {Rafli Pramudya Yulian Sobri }, address = {Universitas Lampung}, publisher = {Fakultas Hukum}, year = {2013}, url = {http://digilib.unila.ac.id/580/}, abstract = {Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam rangka upaya pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 12 ayat (1) huruf a Undangundang No.30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi diberikan beberapa kewenangan salah satunya yaitu melakukan penyadapan. Kewenangan tersebut dalam pelaksanaannya ternyata menimbulkan beberapa permasalahan, salah satunya adalah ketika penyidik KPK yang melakukan penyadapan dihadirkan dalam persidangan sebagai saksi dan memberikan keterangannya berdasarkan atas tindakan penyadapan. Pertimbangan hukum oleh hakim dalam menilai keterangan saksi sebagai alat bukti yang sah merupakan hal yang penting dikarenakan, keterangan saksi pada umumnya merupakan alat bukti yang paling utama dalam perkara pidana. Permasalahan yang dibahas dalam penulisan skripsi ini adalah (1) bagaimana kekuatan pembuktian keterangan penyidik berdasarkan penyadapan (2) bagaimana kekuatan pembuktian rekaman penyadapan dalam proses pembuktian di sidang pengadilan tindak pidana korupsi. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder yang terdiri atas bahan hukum primer dan sekunder yang diperoleh dari studi pustaka meliputi perundang-undangan, yurisprudensi dan buku literatur hukum tertulis lainnya. Setelah bahan hukum terkumpul, kemudian diolah dengan cara memeriksa bahan hukum, penandaan bahan hukum, penyusunan ulang bahan hukum, dan menempatkannya menurut kerangka sistematika bahasan berdasarkan urutan masalah yang selanjutnya dianalisis. Rafli Pramudya Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, bahwa kekuatan pembuktian pada keterangan penyidik berdasarkan penyadapan bernilai sebagai alat bukti yang sah. Keterrangan penyidik sebagai saksi, bersifat bebas dan tidak sempurna dan tidak menentukan atau tidak mengikat. Ketidakterikatan hakim dalam arti bahwa hakim bebas untuk menilai kesempurnaan dan kebenarannya.Selanjutnya dalam perkara tindak pidana korupsi, rekaman penyadapan bernilai sebagai alat bukti petunjuk seperti yang diatur dalam KUHAP. Keberlakuan Undang ? undang No. 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang undang No.31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang mengatur rekaman penyadapan sebagai alat bukti petunjuk merupakan perwujudan asas Lex Specialis Derogat Lex Generalis yang bermakna bahwa aturan hukum khusus mengesampingkan aturan hukum yang bersifat umum. Berdasarkan penelitian, penulis menyarankan : (1) Penilaian keterangan saksi oleh hakim hendaknya dilakukan dengan sangat teliti mengingat pada kenyataannya tidak semua keterangan saksi membantu hakim dalam membuat jelas suatu tindak pidana namun tidak jarang keterangan saksi yang dihadirkan justru menyesatkan hakim. (2) Rekaman penyadapan sebagai alat bukti pada tindak pidana korupsi hendaknya dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh semua penegak hukum, khususnya bagi hakim. Informasi yang terkandung dalam rekaman penyadapan sangat efektif dalam mengungkap terjadinya tindak pidana korupsi mengingat cara-cara konvensional tidak lagi memadai untuk mengungkap tindak pidana korupsi yang masuk dalam kategori extraordinary crime. Kata kunci : kekuatan pembuktian, keterangan penyidik, tindak pidana korupsi } }