@misc{eprints58263, title = {ANALISIS PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP ANGGOTA KEPOLISIAN YANG TIDAK NETRAL DALAM PEMILIHAN UMUM (PEMILU)}, author = {1412011141 FAJAR HADID PRASTYO}, address = {UNIVERSITAS LAMPUNG}, publisher = {FAKULTAS HUKUM}, year = {2019}, url = {http://digilib.unila.ac.id/58263/}, abstract = {Kepolisian sebagai salah satu instansi penegakan hukum diharuskan untuk netral dalam penyelenggaraan Pemilu. Hal ini berkaitan dengan tugas pokok Kepolisian menurut Pasal 13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, yaitu memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat serta terbinanya ketentraman masyarakat. Permasalahan dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimanakah penegakan hukum pidana terhadap anggota Kepolisian yang tidak netral dalam Pemilihan Umum (Pemilu)? (2) Apakah faktor penghambat penegakan hukum pidana terhadap anggota Kepolisian yang tidak netral dalam Pemilihan Umum (Pemilu)? Pendekatan penelitian menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan. Narasumber penelitian terdiri dari Staf Seksi Profesi dan Pengamanan Polda Lampung, Staf Hukum Bawaslu Provinsi Lampung dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung. Analisis data dilakukan secara kualitatif dan selanjutnya diambil simpulan. Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan: (1) Penegakan hukum pidana terhadap anggota Kepolisian yang tidak netral dalam Pemilihan Umum (Pemilu) belum dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Pasal 280 Ayat (2) huruf (g) Undang- Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dengan sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 494 yaitu pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah). Selama ini apabila terdapat dugaan anggota Kepolisian tidak netral dalam Pemilu, hanya diselesaikan secara internal oleh Kepolisian dan sanksi yang diberikan kepada pelaku hanya bersifat administratif. (2) Faktor-faktor penghambat penegakan hukum pidana terhadap anggota Kepolisian yang tidak netral dalam Pemilihan Umum (Pemilu), terdiri dari: a) Faktor substansi hukum, yaitu adanya ketentuan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang memberikan waktu terbatas kepada aparat penegak hukum untuk menyelesaikan penanganan Fajar Hadid Prastyo terhadap tindak pidana Pemilu, sementara proses penegakan hukumnya membutuhkan waktu yang lebih lama mengingat kompleksitas tindak pidana Pemilu b) Faktor aparat penegak hukum, yaitu adanya Jaksa Penuntut Umum yang mengalami kesulitan dalam menghadirkan terdakwa atau saksi ke depan persidangan maupun melakukan eksekusi putusan hakim dan kurangnya koordinasi antara subsistem peradilan pidana dengan institusi terkait seperti KPU dan Bawaslu. c) Faktor Sarana dan Prasarana, yaitu tidak adanya alokasi dana khusus dalam penanganan perkara pidana Pemilu dan keterbatasan waktu penganganan perkara, sementara Jaksa Penuntut Umum juga memprioritaskan penyelesaian perkara lain. Saran dalam penelitian ini adalah: (1) Pejabat Kepolisian (Kapolda dan Kapolres) hendaknya meningkatkan mekanisme pengawasan kepada para anggota Polri dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, memantau dan mencatat perkembangan kepribadian dan perilaku anggota secara berkala dengan tetap mempedomani berbagai kebijakan Polri yang berkaitan dengan upaya pencegahan terjadinya pelanggaran disiplin oleh anggota kepolisian pada masa-masa yang akan datang. (2) Pejabat Kepolisian (Kapolda dan Kapolres) hendaknya memberikan tindakan dan hukuman yang tegas kepada anggota polri yang terbukti melakukan pelanggaran disiplin, hal ini akan memberikan efek jera dan sebagai pelajaran bagi anggota polri lainnya agar tidak melakukan pelanggaran disiplin maupun tindak pidana.} }