@misc{eprints58276, title = {HUBUNGAN KOORDINASI ANTARA BHABINKAMTIBMAS DENGAN APARATUR DESA DALAM PERKARA TINDAK PIDANA PENCURIAN MELALUI MEDIASI PENAL}, author = {1512011058 Agnessia Kurnia Puspa Herwoko}, address = {UNIVERSITAS LAMPUNG}, publisher = {FAKULTAS HUKUM}, year = {2019}, url = {http://digilib.unila.ac.id/58276/}, abstract = {Konsep dalam sistem peradilan pidana, tidak dikenal dengan mediasi, namun saat ini berkembang mediasi penal dengan dikaji di tataran regulasi dibawah undang- undang yang bersifat parsial dan terbatas sifatnya maka mediasi penal di atur dalam Surat Kapolri No. Pol: B/3022/XII/2009/SDEOPS tanggal 14 Desember 2009 tentang Penanganan Kasus Melalui Alternative Dispute Resolution (ADR) serta Peraturan Kepala Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2008 Tentang Pedoman Dasar Strategi dan Implementasi Pemolisian Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Tugas Polri. masyarakat yang terkena ruang lingkup pengaturan Rembuk Pekon di Marga Tiga masih memiliki kepercayaan dari pihak yang tingkatannya lebih tinggi dari masyarakat dan nilai-nilai yang terkandung dari penyelesaian perkara tindak pidana yang dilakukan melalui mediasi penal tersebut. Hal ini memberikan tempat untuk aparatur desan dan Bhabinkamtibmas untuk terus melakukan pembinaan, arahan dan keamanan di kalangan masyarakat Marga Tiga. Pendekatan masalah dalam skripsi ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Sumber dan jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Penentuan narasumber dilakukan dengan wawancara dengan respoden. Metode pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan. Analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan bahwa model mediasi penal melalui Rembuk Pekon dalam penyelesaian kasus pencurian terdiri dari beberapa tahapan, yakni persiapan tempat mediasi dan pembahasan dari pihak aparatur desan dan Bhabinkamtibmas. Kedua, tahap mengumpulkan para pihak. Ketiga, tahap penjelasan mengenai sanksi dan hukum. Keempat, tahap musyawarah antara pelaku dan korban yang di dampingin dan di mediatori dengan aparatur desa dan Bhabinkamtibmas. Kelima, tahap perdamaian dan pembuatan perjanjian di atas Agnessia Kurnia Puspa Herwoko materai. Sedangkan hubungan antara Bhabinkamtibmas sudah terjalin dengan sangat baik sampai tingkat desa. Terlebih dalam perkara tindak pidana pencurian dalam mediasi penal. Namun tidak semua tindak pidana dapat diselesaikan melalui hubungan koordinasi antara Bhabinkamtibmas dan aparatur desa setempat. Saran dalam penelitian ini adalah kerjasama antara kepolisian dan aparatur dalam penyidikan tindak pidana pencurian sebaiknya ditingkatkan lagi, agar dalam menguak kasus-kasus lainnya dapat berjalan dengan baik dan sesuai prosedur serta dapat ditingkatkan pembinaan terhadap masyarakat pentingnya mengetahui hukum dan kepada Bhabinkamtibmas agar lebih melakukan penyidikan secara intens kepada pelaku-pelaku tindak pidana. Perlunya kualitas penyidik polisi yang berkaitan dengan penyidikan tindak pidana pencurian agar proses penyidikan dapat berjalan lancar dan sesuai prosedur. Kata Kunci: Koordinasi, Bhabinkamtibmas, Aparatur Desa, Pencurian, Mediasi Penal.} }