TY - GEN CY - Universitas Lampung ID - eprints58610 UR - http://digilib.unila.ac.id/58610/ A1 - FARADILLA ASYATAMA, 1652011183 Y1 - 2020/06/25/ N2 - Hukum positif Indonesia memberi kelonggaran untuk melaksanakan perkawinan poligini dengan memberikan syarat-syarat untuk melaksanakannya. Salah satu syarat untuk melaksanakan perkawinan poligini ialah wajib mengajukan permohonan izin poligini terlebih dahulu kepada Pengadilan Agama. Majelis Hakim Pengadilan Agama akan mempertimbangkan apakah permohonan izin poligini tersebut dapat dikabulkan atau ditolak. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan tipe penelitian deskriptif. Data yang digunakan adalah data-data sekunder yang meliputi dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Pengumpulan data yang dilakukan dengan studi pustaka dan studi dokumen. Pengolahan data dilakukan dengan cara pemeriksaan data, klasifikasi data, sistematisasi data dan analisis data yang dibahas secara kuliatatif. Hasil dari penelitian ini adalah syarat-syarat dan prosedur poligini terbagi menjadi syarat formil dan syarat materil yang diatur dalam UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan jo. UU Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Kompilasi Hukum Islam, dan PP Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Syarat materil dibagi lagi menjadi syarat alternatif yang didalamnya berisi alasan poligini, dan syarat kumulatif yang didalamnya berisi syarat bagi suami yang hendak berpoligini. Syarat-syarat ini berlaku bagi setiap warga negara Indonesia termasuk abdi negara yaitu Pegawai Negeri Sipil, hanya saja terdapat penambahan syarat yaitu bagi PNS harus mendapat izin terlebih dahulu dari atasan atau pejabat. Izin poligini dari Pengadilan Agama sebagai syarat formil menentukan eksistensi perkawinan. Pengadilan Agama memutus permohonan berdasarkan pemenuhan syarat-syarat poligini oleh Pemohon, bukti-bukti dan keterangan saksi, bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan atau tidak, dan menimbang maslahat dan mudharat dari putusan permohonan izin poligini tersebut. Kata Kunci: Poligini, Syarat, Izin, Pengadilan Agama. Indonesian positive law provides leeway to carry out polygynous marriages by providing conditions for carrying out them. One of the conditions for carrying out a polygynous marriage is that it is mandatory to apply for a polygynous permit first to the Religious Court. The Panel of Judges of the Religious Courts will consider whether the application for a polygyny permit can be granted or rejected. The type of research used in this research is normative legal research with descriptive research type. The data used are secondary data which includes primary, secondary and tertiary legal materials. Data collection is done by literature study and document study. Data processing is carried out by examining data, data classification, data systematization and data analysis which are discussed qualitatively. The result of this research is that the terms and procedures for polygyny are divided into formal requirements and material requirements as regulated in Law Number 1 of 1974 concerning Marriage jo. Law Number 16 of 2019 concerning Amendments to Law Number 1 of 1974 concerning Marriage, Compilation of Islamic Law, and Government Regulation Number 9 of 1975 concerning Implementation of Law Number 1 of 1974 concerning Marriage. The material conditions are further divided into alternative conditions which contain the reasons for polygyny, and cumulative conditions which contain conditions for husbands who want to be polygynous. These conditions apply to every Indonesian citizen, including state servants, namely civil servants, only that there is an additional requirement, namely that civil servants must first obtain permission from their superiors or officials. Permission for polygyny from the Religious Courts as a formal requirement to determine the existence of marriage. The Religious Court decides on the application based on the fulfillment of the requirements for polygyny by the Petitioner, evidence and testimony of witnesses, whether it is contrary to the provisions of the legislation or not, and considering the pros and cons of the decision on the application for a polygyny permit. Keywords: Polygyny, Conditions, Permission, Religious Courts. PB - Fakultas Hukum TI - ANALISIS HUKUM PERMOHONAN IZIN PADA PENGADILAN AGAMA SEBAGAI SYARAT PELAKSANAAN PERKAWINAN POLIGINI AV - restricted ER -