%0 Generic %A Tupanto , Agus Prasetyo %C Universitas Lampung %D 2013 %F eprints:597 %I Fakultas Hukum %T ANALISIS DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN SANKSI PIDANA TINDAK PIDANA PERBUATAN TIDAK MENYENANGKAN (Studi Kasus Perkara No.39/Pid.B/2010/PN.Mgl) %U http://digilib.unila.ac.id/597/ %X Hakim adalah aparat penegak hukum yang paling dominan dalam melaksanakan penegakan hukum yang menentukan putusan terhadap suatu perkara yang disandarkan pada intelektual, moral, dan integritas hakim terhadap nilai-nilai keadilan. Memang sulit untuk mengukur putusan hakim yang bagaimana yang memenuhi rasa keadilan itu. Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk melihat dan merasakan suatu putusan telah memenuhi rasa keadilan atau tidak antara lain dapat ditemukan di dalam “pertimbangan hukum” yang merupakan dasar argumentasi hakim dalam memutuskan suatu perkara. Permasalahan dalam skripsi ini adalah apakah dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana tidak menyenangkan, dan apakah alasan hakim dalam mengesampingkan Pasal 63 KUHP dalam menjatuhkan pidana pada putusan Pengadilan Negeri Menggala No.39/Pid.B/2010/PN.Mgl. Metode penelitian dalam penulisan skripsi ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Adapun sumber dan jenis data adalah data primer yang diperoleh dari studi lapangan, dan data skunder yang diperoleh dari studi pustaka. Data yang diperoleh kemudian dianalisis kualitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah Hakim pada Pengadilan Negeri Menggala, Jaksa pada Kejaksaan Negeri Menggala, dan Dosen pada Fakultas Hukum Universitas Lampung. Hasil penelitian menyatakan bahwa dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana pelaku perbuatan tidak menyenangkan pada putusan Pengadilan Menggala No.39/Pid.B/2010/PN.Mgl adalah berdasarkan pertimbangan yang pertama bersifat yuridis (teoritis) pada Pasal 335 ayat (1) KUHP yang terdiri dari unsur subjektif yaitu adanya terdakwa Pedrayansyah Bin Birman yang telah melakukan dengan sengaja tindak pidana perbuatan tidak menyenangkan. Kemudian unsur objektif yaitu unsur perbuatan, akibat, dan sifat melawan hukum. Perbuatan tidak menyenangkan Pedrayansyah Bin Birman telah mengakibatkan Salimi Bin Sihabudin tidak senang sehingga perbuatan tersebut merupakan perbuatan yang melanggar hukum, dan unsur-unsurnya telah terbukti secara sah menurut hukum. Pertimbangan kedua adalah pertimbangan bersifat non yuridis yang terdiri dari latar belakang, kondisi jasmani rohani, serta akibat yang ditimbulkan terdakwa. Hakim juga mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan terdakwa. Kemudian alasan hakim dalam mengesampingkan Pasal 63 KUHP dalam menjatuhkan sanksi pidana terhadap terdakwa adalah motif terdakwa hanya emosi sehingga melakukan perbuatan tidak menyenangkan, sikap terdakwa setelah melakukan tindak pidana tersebut sungguh menyesalinya, akibat yang ditimbulkan perbuatan terdakwa utamanya hanya pada perbuatan tidak menyenangkan, dan tujuan pidana yang diberikan untuk mengingatkan terdakwa agar tidak mengulang perbuatannya. Setelah menganalisa surat putusan pada putusan hakim Pengadilan Negeri Menggala No.32/Pid.B/2010/PN.Mgl, penulis menyarankan agar hakim lebih cermat dan teliti dalam memberikan putusan pada perkara, lebih menggali nilainilai hukum dan aturan undang-undang sehingga benar-benar tercipta keputusan yang adil selaras dengan aturan hukum yang ada. Hakim tidak bisa mengesampingkan Pasal 63 KUHP karena telah jelas unsur-unsur tindak pidana kedua perbuatan tindak pidana telah terpenuhi dan terbukti secara sah menurut hukum. Sehingga pidana yang dikenakan oleh hakim seharusnya adalah Pasal 406 KUHP, karena hukuman pokok pada Pasal 406 KUHP lebih berat dari pada Pasal 335 KUHP. Sesuai ketentuan Pasal 63 KUHP “jika suatu perbuatan termasuk ke dalam beberapa ketentuan pidana, maka hanyalah salah satu saja dari ketentuan itu, jika hukumannya berlainan maka yang dikenakan adalah ketentuan yang terberat hukuman pokoknya”. Hal ini bertujuan untuk menjamin keadilan dan kepastian hukum bagi masyarakat agar memberikan kepercayaan kepada masyarakat bahwa semua orang dimata hukum itu sama.